Salin Artikel

Dikunjungi Jokowi, Ini Sejarah Desa Ubud Bali, Ada sejak Tahun 1771, Jadi Tujuan Seniman Luar Negeri

Ia meninjau vaksinasi massal Covid-19 yang menyasar para pelaku industri pariwisata, pimpinan umat beragama, perwakilan budayawan, perwakilan pemuda, serta masyarakat setempat.

Selain itu, Jokowi mengatakan, ada tiga zona hijau yang dipersiapkan untuk dibuka penuh untuk wisatawan yang berunjung ke Pulau Dewata.

Tiga wilayah tersebut adalah Ubud, Sanur, dan Nusa Dua.

“Saya lihat di Provinsi Bali ini kita ingin konsentrasi di tiga zona hijau yang telah ditetapkan, yaitu di Ubud, kemudian di Sanur, yang ketiga di Nusa Dua," kata Presiden.

Dikutip dari gianyarkab.go.id, Puri Agung Gianyar ada sejak 19 April 1771. Puri tersebut dibangun oleh Raja Ida Anak Agung Gianyar I, Ida Dewata Manggis Sakti.

Saat itu Gianyar dipilih menjadi nama sebuah keraton.

Di wilayah Gianyar ditemukan artefak, relief yang menggambarkan kehidupan candi-candi atau goa-goa di tebung sungai (tukad) Pakerisan yang diperkirakan ada sejak 2.000 tahun yang lalu.

Sejak berdirinya Puri Agung Gianyar 19 April 1771, Ubud menjadi ibu kota pusat pemerintah dan menjadi kerajaan yang berdaulat. Kerajaan tersebut ikut mengisi lembaran sejarah kerajaan-kerajaan di Bali.

Saat itu ada sembilan kerajaan di Bali, yakni Klungkung, Karangasem, Buleleng, Mengwi, Bangli, Payangan, Badung, Tabanan, dan Gianyar.

Di bawah kepemimpinan Tjokorde Gede Raka Sukawati, Ubud kemudian dikenal sebagai sub-kabupaten dan kemudian pada tahun 1981 menjadi sebuah kecamatan yang mengambil alih administrasi 13 lingkungan dan 7 desa tradisional.

Kabupaten Ubud saat ini mencakup semua wilayah dalam batas-batas Tegallalang, Peliatan, Mas, dan Kedewatan.

Tjokorde Gede Raka Sukawati mahir berbahasa Inggris dan Belanda. Sementara kakak laki-lakinya mengambil inisiatif untuk menyambut komposer artis terkenal Walter Spies ke Ubud untuk tinggal dan bekerja.

Tak lama kemudian Ubud menjadi tujuan para seniman. Sebut saja Rudolf Bonnet dan Willem Hofker yang tiba untuk menghadirkan seni lukis modern.

Ketika kabar tentang Ubud dan keindahannya yang memesona menyebar, desa kemudian menjadi tuan rumah bagi lingkaran wajah-wajah terkenal, seperti Noël Coward, Charlie Chaplin, HG Wells, dan antropolog terkenal Margaret Mead.

Hal tersebut juga diceritakan oleh Tjokorda Gde Putra AA Sukawati, keturunan keenam Raja Ubud Bali, kepada Kompas.com, Minggu (5/3/2017).

Ia mengatakan, Desa Ubud mulai membuka diri dengan perkembangan dunia luar dan banyak menerima kunjungan tamu dari luar negeri sejak tahun 1927.

Tjokorda bercerita, saat itu Bali hanya digunakan transit dan satu-satunya hotel adalah Bali Hotel di sekitar Denpasar.

"Raja Ubud waktu itu Tjokorda Gde Agung Sukawati, ayah saya yang memulai perubahan dan menjadikan Desa Ubud sebagai desa wisata. Dia pula yang menggagas perkumpulan seniman-seniman yang diberi nama Pita Maha. Saat itu sudah mulai dikenal karya seni modern, tapi tetap dengan tidak meninggalkan jati diri Bali," sebutnya.

Perkembangan yang terlihat jelas adalah pada lukisan wayang yang sudah mulai mengenal anatomi tubuh.

Belum lagi seni pahat yang awalnya hanya arca sudah mulai ada perkembangan bentuk.

Sang ayah, menurut dia, memberikan kesempatan kepada seniman besar kala itu, seperti Walter Spies, Rudolf Bonnet, Arie Smit, dan Blanco untuk berkarya di Ubud.

Hal tersebut membuat seni di Desa Ubud berkembang dengan pesat. Ubud juga melahirkan seniman besar, yaitu I Gusti Nyoman Lempad.

"Pada masa itu adalah masa penjajahan, tapi Raja Ubud tetap menerima kedatangan orang asing untuk tinggal disini. Berinteraksi dengan orang-orang asli sini menghasilkan karya seni berupa lukisan, pahatan, ukir, patung."

"Bahkan kediaman raja boleh digunakan untuk menginap bagi wisatawan. Ubud itu semacam vas bunga yang diletakkan di meja dan siapa saja boleh menikmatinya," ucapnya.

Sampai saat ini, wisatawan boleh berkunjung ke Puri Ubud untuk mengambil foto atau menikmati tari-tarian yang digelar di halaman Puri Ubud setiap malam.

Namun, untuk masuk ke dalam tempat tinggal, tamu harus izin terlebih dahulu.

Bukan hanya lukisan, pahatan tapi juga gerbang khas Bali juga diangkut ke Paris.

"Ini semacam membawa seluruh rumah dan isinya ke Perancis dan dampaknya sangat luar biasa bagi perkembangan Ubud. Banyak yang semakin mengenal Bali, khususnya Ubud," jelasnya

Sementara itu, data Museum Puri Lukisan, salah satu museum tertua yang ada di Bali, menyebutkan, beberapa tokoh sempat berkunjung ke Puri Ubud.

Seperti tahun 1962, Robert F Kennedy, Jaksa Agung Amerika Serikat bersama istri.

Saat itu Tjokorda Gde Agung Sukawati menghadiahi lukisan dari Ida Bagus Made Poleng yang berjudul Arjuna Wiwaha.

Kemudian, Ratu Juliana dari Belanda juga berkunjung ke Ubud pada September tahun 1972.

"Saat itu ayah saya menawarkan segelas minuman air kelapa dan crorot jajan tradisional Bali kepada Ratu Juliana. Ada fotonya di museum Puri Lukisan," sebutnya.

Pada tahun 1970-an, sang ayah menginisiasi pembuatan museum. Hal itu agar karya-karya seniman Bali tidak semuanya terbang ke luar negeri.

Saat ini tercatat ada 6 museum di wilayah Ubud, yaitu Museum Puri Lukisan, Museum Blanco, Museum Neka, Museum Pendet, Museum Rudana, dan Museum Arma.

"Selain enam museum itu masih banyak museum-museum kecil lainnya. Bisa dilihat bagaimana perkembangan seni di Ubud di museum-museum tersebut," katanya.

Raja Arab Saudi Salman Bin Abdulaziz Al-Saud juga sempat dijadwalkan datang ke Ubud saat berkunjung ke Bali pada Maret 2017.

"Dalam sejarah Ubud, kami selalu membuka tangan untuk para tamu asing, apalagi Raja Salman adalah tamu kenegaraan. Tentu saja akan kami sambut dengan senang hati saat datang ke puri," katanya.

Kota-kota yang masuk dalam daftar tersebut memiliki keunikannya masing-masing.

Misalnya seperti Siem Reap (No 16) yang terkenal akan reruntuhan kunonya, dan Tokyo (No 15) yang terkenal akan gedung pencakar langitnya.

Dalam penghargaan tersebut, mengutip Travel+Leisure, Rabu (8/7/2020), sebanyak enam negara memiliki dua kota yang masuk di dalamnya.

Negara yang dimaksud adalah AS, Thailand, Italia, Jepang, India, dan Portugal. Sementara Meksiko berhasil memiliki empat kota dalam penghargaan tersebut.

Di Ubud, lokasi yang paling terkenal dan menarik banyak wisatawan untuk datang ke kota di Kabupaten Gianyar ini adalah sawah terasering.

Terasiring ada di Desa Tegallalang. Sawah yang bertumpuk-tumpuk terlihat indah bak lukisan yang banyak dipajang di museum atau pameran.

Bisa dibilang, tempat wisata ini menjadi salah satu tujuan wisata utama di Bali, selain Pantai Kuta, Danau Bedugul, Pantai Sanur, dan lain-lain.

Ubud juga memiliki Mandala Wisata Wenara Wana, kompleks pura sekaligus cagar alam yang ditinggali oleh ratusan ekor monyet.

Saking banyaknya monyet yang ada di sana, kawasan ini juga dikenal sebagai Monkey Forest.

Meskipun populasinya melimpah, binatang berekor panjang ini oleh masyarakat setempat dikramatkan dan diyakini sebagai penjaga pura.

Di wilayah Ubud berdiri begitu banyak hotel atau resor bernuansa alam yang menawarkan kedamaian bagi para pelancong.

Bahkan, salah satu hotel bernuansa alam di sana, Capella Ubud yang dibangun di tengah-tengah hutan hijau, baru-baru ini dinobatkan menjadi Hotel Terbaik di Dunia 2020 versi Travel+Leisure.

https://denpasar.kompas.com/read/2021/03/17/114400978/dikunjungi-jokowi-ini-sejarah-desa-ubud-bali-ada-sejak-tahun-1771-jadi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke