Salin Artikel

Pasola, Ritual Adu Ketangkasan Berdarah yang Berasal dari Sumba

KOMPAS.com - Pasola merupakan salah satu jenis ritual berupa permainan ketangkasan yang berasal dari wilayah Sumba bagian barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Umumnya masyarakat mengenal Pasola sebagai permainan adu ketangkasan pria Sumba yang dilakukan dengan saling melempar lembing dari atas kuda.

Sebagai salah satu ritual unik khas Sumba, atraksi Pasola sangat menarik untuk disaksikan oleh wisatawan.

Terlebih karena Pasola hanya berlangsung sekali dalam setahun maka tak heran jika banyak wisatawan sengaja datang untuk menyaksikan ritual ini.

Apa Itu Ritual Pasola?

Dilansir dari laman resmi Pemerintah Kabupaten Sumba Barat, nama Pasola berasal dari bahasa setempat yaitu ‘sola’ atau ‘hola’ yang berarti kayu lembing.

Sebagai sebuah ritual, Pasola berasal dari ritual perang adat di mana ada dua kelompok yang saling berhadapan, saling mengejar, dan dilakukan sambil melemparkan lembing yang terbuat dari kayu ke arah lawan.

Adapun dilansir dari laman Kemendikbud, Pasola adalah bentuk ritual untuk menghormati Marapu, mohon pengampunan, kemakmuran, dan memohon panen yang melimpah.

Sementara dilansir dari laman Jejaring Desa Wisata Kemenparekraf, ritual Pasola menjadi salah satu simbol budaya dari pria Sumba dalam mempertahankan harga diri dan martabatnya.

Dalam ritual Pasola, nantinya dua suku besar yang berhadapan akan ditengahi oleh seorang Rato Adat.

Karena ritual ini cukup berbahaya, maka para peserta Pasola akan maju dengan gagah berani sekalipun nantinya nyawa akan menjadi taruhannya.

Sekalipun terluka atau kehilangan nyawa, sudah menjadi aturan tidak tertulis bahwa dendam tidak boleh dibawa keluar arena, dan pembalasan boleh saja namun harus menunggu Pasola berikutnya.

Adapun darah yang tumpah pada ritual Pasola dianggap menandakan keberhasilan panen dan melimpahnya berkat dari Sang Pencipta.

Percikan darah dari peserta Pasola tersebut dipercaya masyarakat setempat memiliki kekuatan magis untuk menyuburkan dan menghidupkan.

Kapan Ritual Pasola Dilaksanakan?

Ritual Pasola dilaksanakan sekali dalam setahun bertepatan dengan permulaan musim tanam, dan dapat berbeda-beda di tiap daerahnya.

Di Kecamatan Lamboya ritual ini dilaksanakan pada bulan Februari, sementara di Kecamatan Wanokaka dan Laboya Barat/Gaura ritual ini dilaksanakan pada bulan Maret.

Lebih lanjut, tanggal pasti berlangsungnya Pasola akan ditentukan oleh para Rato Adat berdasarkan perhitungan bulan gelap dan bulan terang, serta dengan melihat tanda-tanda alam.

Jika tanggal telah ditentukan, maka sebulan sebelum Pasola berlangsung maka warga harus menaati sejumlah pantangan seperti larangan mengadakan pesta, larangan membangun rumah, dan lain sebagainya.

Pada beberapa tempat, Pasola akan didahului beberapa rangkaian ritual yang saling berhubungan.

Salah satunya di Kecamatan Wanokaka, ritual akan dimulai dengan Purung Laru Loda, penentuan waktu oleh para Rato Adat, Pati Rahi, Madidi Nyale, dan kemudian barulah dilaksanakan ritual Pasola.

Apa Legenda yang Terkait dengan Pasola?

Menurut masyarakat setempat, Pasola juga disebut dalam sebuah legenda cinta segitiga yang terjadi di masa lalu.

Alkisah di Weiwuang hiduplah tiga bersaudara bernama Ngongu Tau Matutu, Yagi Waikareri, dan Ubu Dulla yang masing-masing telah berkeluarga.

Si bungsu Ubu Dulla diketahui memiliki seorang istri yang cantik bernama Rabu Kabba.

Suatu hari ketiga bersaudara itu pamit pergi melaut untuk mencari ikan, namun sebenarnya mereka pergi ke sebuah negeri yang makmur bernama Muhu Karera untuk mengadu nasib.

Karena tak kunjung pulang, warga yang cemas pun mencari ketiga bersaudara itu namun mereka bak hilang ditelan lautan sehingga dianggap telah meninggal.

Rabu Kabba sangat sedih mendengar kabar itu dan seakan tidak percaya, sehingga ia kerap pergi ke pantai untuk menunggu perahu suaminya pulang.

Suatu hari Rabu Kabba melihat sebuah perahu datang, namun bukan suaminya yang nampak melainkan seorang pemuda bernama Teda Gaiparona yang berasal dari Kodi.

Rabu Kabba dan Teda Gaiparona pun bersahabat, dan kemudian saling jatuh cinta.

Namun karena terhalang oleh adat, keduanya tidak dapat menikah sehingga memutuskan untuk kawin lari.

Bersamaan dengan itu, Ngongu Tau Matutu, Yagi Waikareri, dan Ubu Dulla tiba-tiba kembali ke Weiwuang.

Warga menyambut ketiganya dengan suka cita, namun keadaan berubah saat Ubu Dulla tahu istrinya kabur dengan pria lain.

Demi menegakkan kehormatannya, Ubu Dulla dan sejumlah warga Weiwuang kemudian pergi mencari keduanya.

Saat ditemukan Rabu Kabba terkejut, namun menolak kembali karena merasa telah ternoda.

Hati Ubu Dulla begitu sakit namun alih-alih meluapkan kemarahan, ia memilih merelakan sang istri dengan syarat Teda Gaiparona harus menikahi Rabu Kabba secara resmi dan membayar belis pengganti.

Keluarga Teda Gaiparona menyanggupi hal tersebut, bahkan memberikan nyale hidup sebagai tanda kemakmuran.

Setelahnya kedua keluarga sepakat untuk selalu menyelenggarakan Pasola untuk mengenang kejadian tersebut.

Sumber:
sumbabaratkab.go.id  
jadesta.kemenparekraf.go.id  
jendela.kemdikbud.go.id  

https://denpasar.kompas.com/read/2022/10/26/164655778/pasola-ritual-adu-ketangkasan-berdarah-yang-berasal-dari-sumba

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke