Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dampak Virus Demam Babi Afrika, Peternak di Bali Terancam Kolaps

Kompas.com - 07/02/2020, 16:58 WIB
Kontributor Bali, Robinson Gamar,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

DENPASAR, KOMPAS.com - Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia-Provinsi Bali, I Ketut Hari Suyasa tidak dapat menyembunyikan kegusarannya, Jumat (7/2/2020).

Dia hadir mengikuti acara seremonial kampanye daging babi aman dikonsumsi di halaman kantor Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Pemprov Bali.

Betapa tidak, matinya ratusan babi di Bali beberapa waktu belakangan benar-benar memukul peternak.

Baca juga: Setelah Babi, 21 Ekor Sapi Mati Tanpa Sebab yang Jelas di Bali

 

Sedangkan di sisi lain, Suyasa menilai belum ada langkah konkret dari pemerintah untuk menyelamatkan peternak.

Suyasa beranggapan, pemerintah terus beretorika soal penyebab kematian babi apakah positif karena demam babi Afrika (africa swine fever/ASF) atau bukan.

"Ini betul-betul gila, sebenarnya apa upaya nyata dari pemerintah? Terus berpolemik positif ASF atau tidak, sebenarnya apa yang mau diselamatkan, semua masih di tataran konsep," kata Suyasa.

Dia menyebut, jika kondisi ini terus berlangsung maka perternakan di Bali akan benar-benar kolaps.

 

Harga babi di tingkat peternak menurutnya sangat rendah. Biaya pemeliharaan babi rata-rata Rp 24.000-Rp 25.000 per kilo gram.

Pada kondisi normal, babi siap panen dijual dengan harga Rp 28.000 per kilogram.

Namun, saat isu mengenai ASF muncul, harga di tingkat peternak jadi anjlok, bisa mencapai Rp 15.000 per kilo gram.

Baca juga: Pemprov Bali Kampanyekan Daging Babi Bebas dari Virus Babi Afrika

 

"Ini sudah di ambang kehancuran apalagi petani tradisional," ujar dia.

Selain itu, Suyasa juga berharap pemerintah tidak secara serampangan menuding pakan alternatif sebagai sumber munculnya masalah.

Sebab, peternak di Bali sudah terbiasa menggunakan limbah hotel sebagai sumber pakan alternatif.

"Intinya pemerintah jangan hanya berpolemik, tapi apa solusi nyata bagi peternak," ketus Suyasa. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com