Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

'Kartini' Asal Bali Ini Jadi Buruh Bangunan Demi Keluarga

Kompas.com - 21/04/2017, 18:56 WIB
Kontributor Bali, Robinson Gamar

Penulis

DENPASAR, KOMPAS.com - Terik matahari terasa menyengat di Kota Denpasar, Jumat (21/4/2017). Keringat membasahi pakaian Nyoman Sumiasih, perempuan asal Desa Kapal, Kabupaten Badung, Bali.

Sesekali, Sumiasih menyeka keringat. Ia mencoba mengurangi sengatan matahari dengan topi dan menutupi wajahnya dengan kaos. Namun panas yang menyengat tak menyurutkan semangatnya untuk bekerja. 

Bersama sejumlah buruh bangunan lain, ia bergantian mengaduk-aduk campuran semen dan pasir untuk perekat bata merah di pagar Gereja Katedral Denpasar.

Itulah pekerjaan Sumiasih. Untuk menghidupi keluarganya, ia bekerja sebagai buruh bangunan. Ia tidak mengenal hari Kartini. Baginya, hari ini sama dengan hari-hari biasanya, hari dimana ia bekerja sebagai buruh bangunan. 

Di dekat Sumiasih mengaduk semen, berdiri sang suami Wayan Suana (53) yang tugasnya mengawasi jalannya pekerjaan seluruh buruh.

Setiap hari Sumiasih bekerja selama 8 jam, mulai jam 8 pagi sampai 5 sore. Rutinitas seperti ini telah dijalani Sumiasih sejak 27 tahun silam. Persis setelah menikah.

"Kerja begini sudah 26 tahun, begitu nikah langsung ikut suami kerja bangunan," kata Sumiasih.

(Baca juga: Tiga "Kartini" di Amerika Serikat)

Dia menikah pada 1988 tapi secara rutin jadi buruh bersama sang suami sejak tahun 1990. Ditanya soal bangunan apa saja yang dikerjakan sudah tidak terhitung lagi. Mulai dari perkantoran, rumah ibadah, bale Banjar, sekolah dan bangunan pribadi lainnya.

Tidak hanya di Denpasar, tapi hampir seluruh kabupaten yang ada di Bali. "Macam-macam bangunan sudah kerja, tapi ya jadi dulu buruh seperti ini," kata Sumiasih.

Dari pekerjaan sebagai buruh, Sumiasih bisa membawa pulang uang Rp 2,5 - 3 juta tiap bulan. Itupun jika rutin mendapat borongan kerja. Jika sedang ada liburan panjang atau sepi proyek pendapatan bisa jauh di bawah angka tersebut.

Namun baginya besar kecilnya pendapatan tergantung bagaimana ia mensyukurinya. Asal pandai-pandai membelanjakan. "Ya dicukup-cukupkan saja, adanya segitu ya syukuri saja," kata Sumiasih.

(Baca juga: Kartini Bukan Cuma Penulis Surat, Dia Wartawati Pertama Nusantara)

Pendapatan tersebut tentu belum ditambahkan dengan pendapatan suami yang rata-rata mencapai Rp 3,5 juta tiap bulannya. Walau terbilang lumayan tapi Sumiasih dan suami kini tengah menyekolahkan putra keduanya di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Denpasar.

Tiap semester harus membayar biaya rata-rata Rp 6 juta. Belum termasuk praktek. "Setahun yang bisa habis Rp 15 juta untuk uang sekolah dan praktek," ujar Sumiasih.

Apalagi di kota Denpasar, transportasi publiknya terbilang kurang memadai. Karena itu untuk kelancaran pendidikan sang anak mereka harus membeli satu unit sepeda motor. Belum lagi biaya kebutuhan untuk keperluan upacara.

Tapi Sumiasih adalah perempuan Bali yang tangguh. Di tengah pekerjannya sebagai buruh bangunan tidak lantas membuatnya lupa akan kewajiban adat.

Sepulangnya jadi buruh pada sore hari, Sumiasih tetap menjalankannya rutinitas menyiapkan Banten atau sarana upacara harian. Jika ada upacara agama atau kegiatan adat skala besar Sumiasih dan suami memilih libur.

"Kalau upacaranya besar ya libur saja biasanya," tutur Sumiasih.

(Baca juga: Menteri Sosial Kritik Film "Kartini")

Di hari Kartini kali ini Sumiasih hanya menaruh harapan sederhana. Yaitu pemerintah meringankan biaya pendidikan, sehingga tidak memberatkan dirinya sebagai orang kecil.

"Kalau harapan sih semoga biaya pendidikannya gratis sehingga tidak memberatkan kami yang kerjanya tidak pasti," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com