Sedangkan di Sema Nguda menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi orang-orang yang belum menikah dan anak-anak meketus. Mereka dimakamkan secara mepasah.
Di sini juga terdapat area permakaman bagi bayi yang belum memasuki tahap meketus. Namun, jenazah mereka dikuburkan.
Sema Nguda berada di antara Sema Wayah dan desa induk Trunyan.
Meski jenazah-jenazah yang di-mepasah-kan hanya dibaringkan begitu saja, tetapi tidak tercium bau tak sedap di area permakaman tersebut.
Konon, ini karena adanya pohon Taru Menyan yang tumbuh besar di tempat itu.
Pohon yang menguarkan bau menyan itu diyakini mampu menghilangkan bau tak mengenakkan.
Banyak orang menuturkan keberadaan pohon Taru Menyan itulah yang menjadi cikal-bakal Desa Trunyan.
Dilansir dari Indonesia.go.id, sebuah legenda mengatakan ada seorang dewi yang turun dari langit karena terpikat oleh bau harum pohon Taru Menyan.
Di bumi, dia mencari sumber bau harum tersebut. Lalu didapatilah pohon Taru Menyan itu.
Singkat cerita, dewi tersebut kemudian menjadi penguasa Danau Batur bernama Ratu Pingit Dalam Dasar.
Baca juga: Mata Air yang Tak Pernah Surut di Pintu Gerbang GWK Bali