Sesuai adat, Soekemi mendatangi orangtua Idayu dan meminta dengan sopan gadis Bali itu menjadi istrinya.
"Mereka menjawab, "oh tidak bisa. Engkau berasal dari Jawa dn engkau beragama Islam. Tidak, sekali-kali tidak! Kami akan kehilangan anak kami," kata Sukarno menirukan cerita ibunya.
Baca juga: Mbok Sarinah dan Kepedihan Bung Karno Muda di Mojokerto
Kala itu, sampai jelang Perang Dunia II, tak ada satu pun perempuan Bali yang menikah dengan orang luar. Karena perbedaan, mereka pun memilih kawin lari.
Kala itu, kawin lari menurut kebiasaan di Bali harus mengikuti tata cara tertentu.
Sepasang kekasih sebelumnya menginap di rumah salah seorang sahabatnya. Lalu dikirimkanlah utusan ke rumah orangtu mempelai perempuan untuk memberitahu jika anak gadisnya akan melangsungkan pernikahan.
Baca juga: Bung Karno dan Kisah di Balik Wajah Ramah Pemuda pada Monumen Selamat Datang
Mengetahui hal tersebut, keluarga Idayu menemui Kepala Polisi yang juga sahabat ayah Idayu.
"Keluarga Ibu datang menjemputnya, tetapi Kepala Polisi itu berkata,"Tidak, dia berada dalam lindungan saya," ulang Sukarno.
Pasangan muda tersebut kemudian menjalani persidangan.
Idayu Rai ditanya, ”Apakah laki-laki ini (Soekemi) memaksamu? “Tidak, tidak. Saya mencintainya dan melarikan diri atas kemauan saya sendiri,” kata Ida Ayu Nyoman Rai seperti diceritakan Sukarno kemudian.
Pasangan ini lalu tak bisa dilarang lagi.
Baca juga: Asal-usul Marhaenisme, Ideologi yang Tercetus Kala Bung Karno Bersepeda
Pernikahan mereka berlangsung sekitar tahun 1987 dan anak pertama mereka, Sukarmini lahir Singaraja, 13 Maret 1898.
Soekemi kemudian mengajukan pindah ke Jawa. Ia dan keluarganya kemudian tinggal di Surabaya tepatnya di Pandean, yang kini menjadi bagian dan Kampung Peneleh.
Di kampung itulah Sukarno lahir pada 6 Juni 1901 bersamaan dengan meletusnya Gunung Kelud.
Baca juga: Cerita Mistis Sekitar Bung Karno
Saat Sukarno berusia 6 tahum Soekomi mengajak keluarganya pindah ke Mojokerto. Lalu mengajar di Blitar sebagai guru sejak 2 Februari 1915.
Ida Ayu Nyoman Rai meninggal pada 12 September 1958 dan suaminya, Sokemi meinggal pada 18 Mei 1945.
Mereka berdua dimakamkan di Blitar berdampinggan dengan makam putranya, Soekarno.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.