BULELENG, KOMPAS.com - Kenaikan harga kedelai berdampak pada perajin tahu dan tempe di Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali.
Akibat mahalnya harga kedelai, para perajin hanya bisa pasrah. Sebagian dari mereka mengurangi jumlah produksi.
Salah seorang perajin tahu dan tempe di Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Buleleng, Arsini (75), mengaku mengurangi jumlah produksinya.
Biasanya, Arsini mengolah 110 kilogram kedelai dalam sehari. Kini, ia hanya mengolah 60 kilogram kedelai untuk membuat tahu dan tempe.
Penurunan jumlah produksi itu disebabkan kenaikan harga bahan baku kedelai.
"Biasanya harga tertinggi Rp 8.000 per kilogram. Tapi ini terus naik sampai Rp 11.000," katanya, Selasa (22/2/2022).
Baca juga: Imbas Mogok Produksi Tahu dan Tempe, Pedagang di Purwokerto Diprotes Emak-emak
Arsini menjelaskan, ia biasa mengolah 50 kilogram kedelai untuk membuat tempe. Kini, ia terpaksa menurunkannya menjadi 30 kilogram kedelai.
"Tahunya juga dikurangi. Biasanya 60 kilo sekarang 30 kilogram,” ujarnya.
Menurut Arsini, kenaikan harga kedelai ini merupakan yang paling parah dirasakan sejak menggeluti usaha pembuatan tahu dan tempe selama puluhan terakhir.
Dengan kenaikan harga bahan baku itu, ia juga tidak berani menaikkan harga tahu dan tempe. Ia tetap mematok harga Rp 10.000 per lonjor tempe.
"Saya harap harga kedelai bisa turun, kasihan kami pedagang tahu tempe. Saya sudah 60 tahunan usaha ini. Dari bertahun-tahun saya jualan, sekarang yang paling parah. Kami hanya bisa pasrah. Kalau mau tutup, saya mau usaha apa lagi. Tidak punya kerjaan lain," tutupnya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.