KOMPAS.com - Tari Legong merupakan tari tradisional yang berasal dari Provinsi Bali.
Tari Legong dibawakan oleh dua orang penari, salah satu penari disebut condong.
Dalam catatan kuno, istilah Legong tidak pernah dijumpai.
Diperkirakan, kata legong berasal dari kata leg yang berarti gerak tari yang luwes atau lentur sebagai ciri pokok Tari Legong.
Sedangkan, gong berarti instrumen pengiring atau gamelan.
Sehingga, legong mengandung arti gerak tari yang terikat dengan gamelan yang mengiringinya.
Baca juga: Tari Legong, Tari Tradisional Bali
Gamelan yang mengiringi Tari Legong disebut Gamelan Semar Pagulingan.
Cerita yang paling umum digunakan sebagai lakon adalah cerita Lasem yang bersumber dari cerita Panji.
Cerita ini akan lebih mudah dipahami dengan mendengarkan juru tandak, penyanyi pria yang duduk di tengah-tengah gamelan.
Sebelum tarian di mulai, kedua penari Legong duduk pada kursi di muka gamelan, berayun ke kiri dan ke kanan, sebagai peniru tari kerawuhan.
Tari Legong masih erat hubungannya dengan agama, baik dari segi sejarah maupun pertunjukannya.
Adapun, nilai keagamaan dan kepercayaan Tari Legong adalah kebudayaan keraton Hindu Jawa.
Baca juga: Bulantrisna Djelantik, Maestro Tari Legong yang Pernah Ditolak Masuk Taj Mahal
Kebudayaan tersebut sangat berbeda dibandingkan dengan kebudayaan pra-Hindu di Bali yang diungkapkan dalam tari Sang Hyang.
Untuk itu, Tari Legong tidak lagi menjadi manifestasi leluhur, sebagaimana Sang Hyang. Tari dipertunjukkan untuk hiburan para leluhur.
Gerak Tari Legong bermuara pada dasar gerak Tari Gambuh. Dimana, tari tersebut memiliki tata krama menari yang ketat yang termuat dalam lontar Panititaling Pagambuhan, yakni tentang dasar-dasar tari.
Gerakan tarinya antara lain terdiri dari gerakan agem atau sikap dasar. Gerakan agem ini berupa tangkis (gerakan peralihan dari satu agem ke agem yang lain), tandang (cara berjalan dan bergerak penari), tangkep (ekspresi), gerakan mata, gerakan leher, gerakan jemari, serta menggunakan kipas.
Ciri Tari Legong adalah gerakan mata penarinya yang membuat penari itu menjadi hidup dengan ekspresi yang memukau.
Baca juga: Tari Legong Tri Sakti Dicetuskan Istri Menkop dan UKM Puspayoga
Ketrampilan dalam membawakan Tari Legong sesuai dengan penguasaan jalinan wiraga, wirama, dan wirasa yang baik sesuai dengan patokan agem, tandang, dan tangkep.
Busana Tari Legong berwarna cerah (merah, hijau, ungu) dengan lukisan daun-daun dan hiasan bunga-bunga. Kepala penari akan bergoyang-goyang mengikuti gerak tubuh dan getaran bahu penari.
Di bagian kepala penari penuh dengan bunga-bunga. Bagian ini akan ikut bergerak sesuai gerakan penari.
Pada abad ke 19, Tari Legong berpindah dari istana ke desa. Wanita-wanita di istana mengajarkan menari di desa.
Baca juga: UNESCO Tetapkan Tari Bali sebagai Warisan Budaya Dunia Tak Benda
Banyak kelompok Legong terbentuk di Gianyar dan Badung.
Dalam perkembangannya, Tari Legong tidak lagi merupakan kesenian istana, melainkan menjadi milik masyarakat umum.
Sejak Bali jatuh di tangan Belanda pada 1906 - 1908 M, pengaruh istana semakin lama semakin melemah.
Tari Legong lebih banyak dipersembahkan sebagai hiburan bagi masyarakat yang berpartisipasi dalam upacara keagamaan.
Sumber: sdm.data.kemdikbud.go.id dan indonesia.go.id
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.