Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita PMI Asal Bali di Turki, Kerja 13 Jam hingga Main Kucing-kucingan dengan Petugas Imigrasi

Kompas.com - 11/04/2022, 06:53 WIB
Yohanes Valdi Seriang Ginta,
Dheri Agriesta

Tim Redaksi

DENPASAR, KOMPAS.com - Putu Septiana Sri Wardana (31), tak bisa menahan air matanya saat bercerita tentang derita yang dialaminya selama hidup di Turki.

Ia mengaku sempat bekerja 13 jam dalam sehari hingga main kucing-kucingan dengan petugas imigrasi Turki.

Septiana adalah salah satu dari 29 pekerja migran Indonesia (PMI) asal Bali yang terkatung-katung di Turki karena diduga menjadi korban penipuan agen penyalur tenaga kerja.

Awalnya, Septiana mendapat tawaran dari perekrut pekerja migran untuk bekerja di Turki dengan iming-iming gaji fantastis. Kebetulan pria asal Buleleng ini sedang mencari pekerjaan setelah menjadi korban PHK dari hotel karena pandemi Covid-19.

"Sebelumnya saya bekerja di hotel sebagai kitchen steward (tukang cuci piring), karena dampak dari Covid-19 saya nganggur dua tahun," katanya saat ditemui di Polda Bali, Minggu (10/4/2022) malam.

Septiana sempat mencoba mengirim lamaran ke beberapa agen resmi penyalur tenaga kerja ke luar negeri. Namun, hanya lolos di tahap wawancara.

Ia nekat menerima tawaran bekerja ke Turki dengan harapan bisa mengubah nasib sekaligus menambah pengalaman kerja. Sehingga, ia bisa bekerja di tempat yang lebih baik.

"Saya sempat melamar- lamar ke agen dan itu udah lulus interview. Sambil nunggu-nunggu itu dah, anggaplah berangkat ke Turki ini sebagai batu loncatan biar enggak nganggur," katanya.

Baca juga: 11 PMI Terkatung-katung di Turki Serahkan Bukti Video hingga Paspor ke Polda Bali

Septiana bersama rekan-rekannya kemudian memenuhi persyaratan administrasi dan membayar uang masing-masing Rp 25 juta. Mereka diberangkatkan ke Turki dengan visa liburan pada 9 Desember 2021.

Masalah mulai muncul ketika mereka tiba di Turki. Mereka ditempatkan di sebuah losmen yang dihuni 29 PMI. Mereka tak diizinkan meninggalkan losmen selama berminggu-minggu sebelum mendapat pekerjaan.

Lalu, beberapa di antara mereka mendapat pekerjaan yang tak sesuai dengan keahlian. Mereka juga tak dibuatkan visa kerja, padahal agen menjanjikan pembuatan visa kerja sebelum berangkat ke Turki.

"Pertama saya di sana, nganggur sampai 19 hari, kerena kita terus push (meminta agen untuk memberi segera pekerjaan), kita dicariin pekerjaan di restoran sebagai public area (menjaga kebersihan dan kerapian di area umum restoran) padahal dari CV yang saya ajukan adalah kitchen steward," kata Septiana.

Selain pekerjaan itu bukan keahliannya, Septiana juga merasa dieksploitasi dan diperlakukan secara tidak manusiawi. Dia pun hanya mampu bertahan selama enam hari bekerja di restoran tersebut.

"Pekerjaannya berat, enggak dapat makan, kita merasa enggak kuat juga dengan perlakuan orang Turki, emang si SA (agen penampung di Turki) bilang bahwa orang Turki itu pegang kepala sampai nampar kepala itu udah biasa katanya, sampai nunjukin barang pakai kaki," kata Septiana.

"Itu enggak biasa bagi saya, itu yang membuat saya resign," katanya dengan mata berkaca-kaca.

Setelah itu, dia diperkerjakan di pabrik masker. Di sana Septiana hanya mampu bertahan selama satu hari karena waktu kerja yang cukup lama dan makin melenceng dari harapannya.

"Ternyata di sana makin parah. Kita bekerja di Turki sebagai batu loncatan dan untuk melengkapi working experience (pengalaman kerja) kita tapi kok di pabrik masker," katanya.

Senasib dengan rekannya, Ketut Susena Adiputra (28) juga merasakan hal yang sama. Selama berada di Turki, ia berapa kali pindah kerja karena ditempatkan di pekerjaan yang tidak sesuai keahliannya dan diupah tak wajar.

"Saya dua minggu kerja di restoran, dapat gaji cuma 290 TL (Turki Lira) kalau dirupiahkan jadi Rp 290.000. Lalu, sama dia (Septiana) kerja di pabrik masker dari jam delapan pagi sampai jam delapan malam, kerjanya berdiri terus, diupah harian 120 TL tapi enggak dikasi makan, kami enggak dikasi gaji karena langsung resign," katanya.

Setelah keluar dari dua tempat kerja itu, Susena pun berusaha sendiri mencari pekerjaan. Ia pun diterima sebagai tukang massage (pijat) di sebuah hotel.

Pekerjaan itu hanya bertahan dua minggu karena pihak hotel tidak mau mengambil risiko mempekerjakan tenaga kerja asing yang tidak memiliki visa izin tinggal maupun visa kerja.

Baca juga: Polisi Akan Jemput Calon Tersangka Penipuan 29 PMI Asal Bali yang Terkatung-katung di Turki

"Karena saya nggak punya ikamet (izin tinggal) saya diberhentikan, saya diberi gaji mungkin karena dikasihani, pihak hotelnya dikasih uang lebih 1.900 TL," katanya.

Dengan gaji terakhir itu Susena menyambung hidup dalam perantauannya di Turki di tengah kondisi ketidakpastian dari perusahaan penyalur tenaga kerja yang merekrutnya.

"Selama itu (sejak bulan Januari 2022) sampai sekarang saya tidak bekerja. Selama empat bulan kami saling bantu (selama terkatung-katung di Turki), ada yang kasih sembako juga," katanya.

Selain nasib yang terkatung-katung, Susena dan 10 rekannya juga hidup dalam ketakutan karena tidak memiliki dokumen keimigrasian baik visa izin tinggal maupun visa kerja. Sedangkan, masa berlaku visa liburan mereka juga sudah habis.

"Makanya kalau kita bekerja kayak kucing-kucingan bahkan saat jalan-jalan juga kita kucing-kucingan dengan polisi," katanya.

Tidak ingin terus berada dalam ketakutan, 11 pekerja migran ini pun kompak mengadu ke Konsulat Jendral Republika Indonesia (KJRI) Istambul, Turki. Hingga akhirnya mereka dipulangkan ke Tanah Air pada Jumat (8/4/2022).

Sementara itu, setelah tiba di Bali pada Minggu (10/4/2022), 11 pekerja migran ini langsung mendatangi Polda Bali untuk menyerahkan beberapa alat bukti kasus penipuan yang mereka alami.

"Tadi itu hanya menyerahkan alat bukti. Berupa video, paspor, tiket, kwitansi yang mengakibatkan kerugian dan BAP," kata penasihat para PMI, I Putu Pastika Adnyana.

Berharap tak ada lagi penipuan agen penyalur tenaga kerja ilegal

Septiana berharap dengan adanya kejadian ini tidak ada lagi korban penipuan dari agen-agen penyalur tenaga kerja ilegal.

"Tujuan kita lapor ini biar nggak ada yang namanya agen-agen nakal lagi, biar nggak ada yang namanya teman-teman kita yang ketipu lagi kayak kita gitu," kata Septiana.

Baca juga: Prakiraan Cuaca di Denpasar Hari Ini, 11 April 2022 : Pagi hingga Malam Cerah Berawan

Septiana menyebutkan, keinginan awal para pekerja migran berangkat ke luar negeri adalah memperbaiki nasib. Apalagi, kehidupan mereka cukup susah di Bali.

"Udah susah di Bali, kita berangkat bukanya dapat keuntungan malah rugi, utang juga enggak bisa dibayar," katanya dengan suara terbata-bata.

Sebelumnya, sebanyak 29 PMI asal Bali terkatung-katung di Turki karena diduga ditipu agen peyalur tenaga kerja.

Sebanyak lima PMI telah pulang secara mandiri sebelumnya. Kemudian, 11 PMI memutuskan pulang setelah difasilitasi Kementerian Luar Negeri.

Tersisa delapan PMI yang masih bertahan karena sudah memiliki pekerjaan di Turki. Sisanya, lima orang memilih bertahan karena tak kuat menanggung malu pulang dengan tangan kosong.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

WN Filipina Mengamuk Saat Tiba di Bandara Bali, Diduga Depresi

WN Filipina Mengamuk Saat Tiba di Bandara Bali, Diduga Depresi

Denpasar
Ada Motor 7 Tahun Terparkir di Bandara Bali, Tagihan Parkir Rp 74 Juta

Ada Motor 7 Tahun Terparkir di Bandara Bali, Tagihan Parkir Rp 74 Juta

Denpasar
Remaja Diduga Nyalakan Korek Api Saat Beli Bensin, SPBU di Bali Terbakar

Remaja Diduga Nyalakan Korek Api Saat Beli Bensin, SPBU di Bali Terbakar

Denpasar
Prakiraan Cuaca di Denpasar Hari Ini 8 Desember 2023 : Pagi Cerah Berawan, Malam Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca di Denpasar Hari Ini 8 Desember 2023 : Pagi Cerah Berawan, Malam Hujan Ringan

Denpasar
Waspada Pneumonia, KKP Denpasar Pantau Pergerakan Turis China di Bandara

Waspada Pneumonia, KKP Denpasar Pantau Pergerakan Turis China di Bandara

Denpasar
100 Motor Parkir Menahun di Bandara Bali, Ada yang Kena Tarif Rp 74 Juta

100 Motor Parkir Menahun di Bandara Bali, Ada yang Kena Tarif Rp 74 Juta

Denpasar
Soroti Pencurian Komponen Alat Pemantau Gunung Marapi, Wapres Minta Pengamanan Diperketat

Soroti Pencurian Komponen Alat Pemantau Gunung Marapi, Wapres Minta Pengamanan Diperketat

Denpasar
Rem Motor Blong, Suami Istri di Buleleng Tewas dalam Kecelakaan

Rem Motor Blong, Suami Istri di Buleleng Tewas dalam Kecelakaan

Denpasar
Prakiraan Cuaca di Denpasar Hari Ini 7 Desember 2023 : Pagi dan Malam Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca di Denpasar Hari Ini 7 Desember 2023 : Pagi dan Malam Cerah Berawan

Denpasar
Wamenkes: Pneumonia Bukan Sesuatu yang Baru, Kita Sudah Mitigasi

Wamenkes: Pneumonia Bukan Sesuatu yang Baru, Kita Sudah Mitigasi

Denpasar
Seekor Biawak Tarik Jasad Bayi Perempuan dari Sungai di Bali

Seekor Biawak Tarik Jasad Bayi Perempuan dari Sungai di Bali

Denpasar
Berkaca dari Erupsi Gunung Marapi, Wapres: Jangan Sampai Ada Bahaya, tapi Tak Ada Peringatan

Berkaca dari Erupsi Gunung Marapi, Wapres: Jangan Sampai Ada Bahaya, tapi Tak Ada Peringatan

Denpasar
Wapres Ma'ruf Amin: Debat Khusus Cawapres Masih Perlu Dilaksanakan

Wapres Ma'ruf Amin: Debat Khusus Cawapres Masih Perlu Dilaksanakan

Denpasar
Wapres Sebut Indeks Reformasi Birokrasi Tinggi tapi Belum Mampu Entaskan Kemiskinan dan Korupsi

Wapres Sebut Indeks Reformasi Birokrasi Tinggi tapi Belum Mampu Entaskan Kemiskinan dan Korupsi

Denpasar
Siswa SMP di Klungkung Bali Curi Uang Rp 127 Juta Milik Paman untuk Beli 23 Anjing Ras hingga Ponsel

Siswa SMP di Klungkung Bali Curi Uang Rp 127 Juta Milik Paman untuk Beli 23 Anjing Ras hingga Ponsel

Denpasar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com