KOMPAS.com - Masjid Ass Syuhada di Pulau Serangan Bali, dibangun perantau asal Bugis pada abad ke-17.
Kala itu, pulau yang berada di wilayah selatan Pulau Bali itu diberikan sebagai hadiah dari Raja Cokorda Pemecutan III dari Kerajaan Badung kepada masyarakat Bugis karena membantu menaklukkan Kerajaan Mengwi pada abad ke-17.
Secara administrasi, Pulau Serangan wilayah Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar.
Atau sekitar 10 kilometer di selatan Denpasar dengan jarak tempuh 15 menit berkendara dari pusat kota melalui bypass I Gusti Ngurah Rai.
Baca juga: Asal-usul Kampung Gelgel, Desa Islam Tertua di Bali, Berasal dari 40 Prajurit Muslim dari Majapahit
Dikutip dari Indonesia.go.id, masjid yang dikenal dengan nama Masjid Kampung Bugis berada tak jauh dari pusat konservasi penyu dan Kantor Kelurahan Serangan.
Tepatnya sekitar 100 meter dari Jalan Tukad Pekaseh.
Masjid tersebut dibangun di atas lahan seluas 187 meter per segi. Sejak dibangun abad ke-17, arsitektur bangunan masjid masih dipertahankan hingga sekarang.
Seperti empat pilar penopang atap (sokoguru) yang terbuat dari kayu jati. Termasuk mimbar ceramah bertingkat dari kayu jati.
Sepintas, model mimbar mirip dengan masjid-masjid yang ada di Sulawesi Selatan. Tak hanya itu, langit-langit masjid juga asli terbuat dari kayu jati.
Baca juga: Keunikan Masjid 99 Kubah Makassar, Ciri-ciri dan Arsitektur
Keunikan lain dari masjid tersebut adalah terdapat peninggalan Al Quran yang berusia 200 tahun. Lembaran Al Quran tersebut terbuat dari daun serta dilapisi penutup dari kulit sapi.
Menurut Bachtiar, salah satu pengurus masjid, Alquran tersebut sudah lapuk dan tetap dirawat sebagai sebuah peninggalan budaya masa lampau serta disimpan di rumah warga.
Sementara itu dikutip dari Dunia Masjid, diyakini Masjid Asy Syuhada sebagai rumah ibadah umat Muslim tertua kedua di Bali setelah Masjid Nurul Huda di Desa Gelgel, Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung yang dibangun pada abad 14.
Ide pembangunan Masjid Asy Syuhada datang dari Syekh Haji Mukmin bin Hasanuddin atau Puak Matoa, ulama asal Ujungpandang yang bermukim di Serangan.
Ia menggerakkan masyarakat Muslim, para pendatang dari Bugis untuk membangun rumah ibadah yang berada di tengah lingkungan permukiman mereka.
Kehadiran kampung Muslim ini tak lepas dari peran Raja Cokorda Ngurah Sakti atau dikenal sebagai Raja Cokorda Pemecutan III dari Kerajaan Badung
Raja Cokorda Pemecutan III memberikan hadiah lahan seluas 5.000 meter persegi bagi masyarakat Bugis untuk ditinggali di Serangan.
Kado itu dipersembahkan karena masyarakat Bugis yang dikenal setia, telah membantu prajurit Kerajaan Badung saat menaklukkan Kerajaan Mengwi, abad 17.
Kerukunan yang telah terjalin sejak abad 17 itu tetap berlanjut hingga hari ini.
Ketua Takmir Masjid Kampung Bugis Syukur menjelaskan kalau umat Muslim dan Hindu di Serangan hidup saling menghormati.
Kedua umat beragama kerap menunjukkan sikap toleransinya terutama saat acara-acara keagamaan atau ketika ada aktivitas bersama-sama.
Selain Masjid Asy Syuhada, di Serangan juga terdapat Pura Sakenan yang dibangun sejak abad 10 atau sekitar 1005 Masehi oleh Mpu Kuturan dari Kerajaan Kediri, Jawa Timur.
Kedua bangunan itu telah masuk sebagai cagar budaya daerah.
Baca juga: Takbir Keliling di Bangka Belitung Dilarang, Warga Diimbau Takbiran di Masjid