KOMPAS.com - Pada Juni 2015, publik digemparkan dengan kematian bocah 8 tahun yang bernama Engeline Margriet Megawe, murid kelas 2 SDN 12 Sanur, Denpasar, Bali.
Dengan berjalannya waktu, Engeline ternyata dibunuh oleh ibu angkatnya, Margriet Christina Megawa. Pembantu rumah tangga di rumah Magriet, Agustinus Tay Hamdani juga ikut terseret kasus tersebut.
Sebelum kasus pembunuhan tersebut terungkap, Engeline dikabarkan hilang sejak 16 Mei 2015 oleh kakak angkatnya, Yvonne Mega W.
Hampir sebulan hilang, mayat Engeline ditemukan terkubur di belakang rumahnya di Jalan Sedap Malam No 26, Sanur, Denpasar, Bali pada Rabu, 10 Juni 2015.
Tujuh tahun berlalu, cerita Engeline menjadi bagian kelam dari kekerasan dalam rumah tangga yang menewaskan seorang anak di rumah yang seharusnya memberikan rasa aman pada dirinya.
Baca juga: Namanya Engeline, Bukan Angeline
Hamidah dan suaminya kesulitan melunasi biaya persalinan. Seseorang pun mempertemukan mereka dengan Margriet yang menawarkan bantuan untuk melunasi biaya persalinan Hamidah.
Margriet juga berniat untuk mengadopsi bayi Hamidah.
Untuk keperluan persalinan Hamidah, Margriet mengeluarkan biaya sebesar Rp 1,8 juta, dengan rincian biaya persalinan Rp 800.000 dan biaya perawatan Hamidah Rp 1 juta.
Tiga hari setelah lahir, Engeline langsung dibawa oleh Margriet dan tidak pernah bertemu lagi dengan kedua orangtuanya.
Baca juga: Margriet Pernah Bawa Angeline Berkunjung ke Balikpapan
Saat itu, bayi perempuan tersebut belum diberi nama oleh Hamidah. Nama "Engeline" diberikan oleh Margriet, mengikuti nama depan ibunya (nenek angkat Engeline).
Kala itu Hamidah bercerita jika ia tak berniat bayi tersebut kepada siapa pun.
"Saya tidak berniat sama sekali untuk memberikan Angeline kepada siapapun. Keadaan yang memaksa saya untuk merelakan dia diasuh oleh orang lain. Seandainya saat itu kami memiliki uang untuk membayar biaya kelahiran anak saya," kata Hamidah pada pada 15 Juni 2015.
Hamidah berasal dari Kecamatan Glenmore, Kabupaten Banyuwangi. Ia adalah anak ketujuh dari sembilan bersaudara.
Perempuan kelahiran 6 November 1987 itu pertama kali ke Bali tahun 2001 dan bekerja di sebuah warung milik kerabatnya.
Baca juga: Dua Kakak Angkat Angeline Segera Diperiksa
Namun karena kondisi ekonomi yang belum stabil, Inna dititipkan di keluarganya di Banyuwangi.
Saat hamil kedua, Hamidah tak memberi tahu keluarganya di Banyuwangi karena tak ingin merepotkan keluarganya di Jawa.
"Saya sungkan merepotkan keluarga. Apalagi anak saya yang pertama ikut keluarga suami saya yang pertama," kata Hamidah.
Terkait Margriet, ia mengaku baru mengenalnya setelah dikenalkan oleh suaminya.
"Suami saya katanya kenal dari temannya. Ibu itu yang akan membayar biaya persalinan saya," kata dia.
Baca juga: Ibu Angkat Angeline Berhentikan Pengacaranya
Saat menyerahkan bayinya, Hamidah bercerita jika ia tak boleh menemui anak kandungnya hingga sang anak berusia 18 tahun.
"Selama 18 tahun saya sebagai ibu kandungnya selalu ingat sama dia. Jangankan tahu wajahnya saat dewasa. Namanya saja saya juga baru tahu setelah ia dikabarkan hilang," katanya sambil menghela nafas.
Setelah melahirkan bayi yang kelak diberi nama Engeline, Hamidah menjadi tenaga kerja wanita di Malaysia. Selama bekerja di Malaysia, ia beberapa kali mengirim uang untuk suami dan anak pertamanya,
Dua tahun di Malaysia, Hamidah pulang dan hamil anak ketiga. Namun setelah anak ketiganya lahir, Hamidah bercerai dengan sang Rosyidi.
Ia pun tak mengetahui kabar anak keduanya. Hingga polisi mendatangi keluarganya dan mengatakan Engeline hilang hingga ditemukan tewas di rumah ibu angkatnya.
Baca juga: Usai Disambut Mensos, Jenazah Angeline Diarak Ribuan Warga ke Pemakaman
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.