Penangkapan ikan pada saat Lewa juga tidak dilakukan dalam skala besar, karena nantinya hasil tangkapan hanya dikonsumsi sendiri atau ditukar dengan bahan pangan.
Di Lamalera memang terdapat pasar barter yang dibuka seminggu sekalii mana warga desa Lamalera bisa menukar hasil tangkapan dengan bahan pangan lain seperti jagung atau pisang.
Lebih lanjut, dikutip dari laman BPK Provinsi Nusa Tenggara Timur, peneliti dari APEX Environmental Program Cetacean Laut Asia-Pasific, Dr Benjamin Kahn menegaskan bahwa perburuan ikan paus yang dilakukan secara tradisional oleh nelayan Lamalera ini tidak berdampak buruk terhadap populasi ikan paus.
Lebih lanjut, menurut Peneliti dari Australia Ambrosius Oleona dan Pieter Tedu Bataona, asal-usul masyarakat Lamalera bukan dari penduduk asli Pulau Lembata.
Berdasar sejarah dan dan syair (folkolore) yang diwariskan secara turun temurun yang disebut Lia asa usu (syair asal-usul), nenek moyang suku-suku induk di Lamalera berasal dari tanah Luwuk hingga mencapai selatan Pulau Lembata dan kemudian menetap.
Sebelumnya nenek moyang masyarakat Lamalera lebih dulu mengikuti perjalanan armada Patih Gajah Mada menuju perairan Halmahera, dan sampai Irian Barat, kemudian mereka memutar haluan ke arah selatan yaitu Pulau Seram, Pulau Gorom, Ambon, Kepulauan Timor dan akhirnya mendarat di Pulau Lembata.
Kepindahan nenek moyang masyarakat Lamalera dari Sulawesi Selatan dilatarbelakangi oleh adanya serangan penaklukan kerajaan yang ada di Sulawesi oleh Majapahit pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dan Gajah Mada.
Kelompok yang pindah inilah yang menjadi cikal bakal komunitas lima suku-suku/marga di Lamalera yaitu suku Batona, Blikolollo, Lamanundek, Tanakrofa dan Lefotuka.
Setelah menetap di Pulau Lembata, mereka membangun sistem kekerabatan dan desa nelayan yang masih bertahan hingga saat ini.
Sumber:
kebudayaan.kemdikbud.go.id
kupang.tribunnews.com
ntt.bpk.go.id