Salin Artikel

Danau Kalimutu: Lokasi dan Legenda 3 Warna

KOMPAS.com - Danau Kalimutu terletak di puncak Gunung Kalimutu, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Wilayah Danau Kalimutu berada di Pulau Flores.

Kalimutu berasal dari dua kata yakni keli yang artinya gunung dan mutu yang artinya mendidih, sehingga Gunung Kalimutu berarti gunung mendidih.

Danau Kalimutu terkenal dengan sebutan danau tiga warna. Pasalnya, air di Danau Kalimutu memiliki warna yang berbeda-beda, yaitu hijau, hijau, dan merah.

Masing-masing warna air memiliki penamaan yang berbeda-beda. Danau yang berwarna biru bernama Timu Ata Bupu yang artinya danau orangtua. Danau berwarna merah bernama Tiwu Ata Polo atau danau sihir. Sedangkan, danau berwarna hijau bernama Tiwu Nuwa Muwi Kou Fai yang artinya daun muda-mudi.

Menurut kepercayaan masyarakat setempat beberapa warna memiliki arti dan kekuatan alam tersendiri. Warna biru atau 'Tiwu Nuwa Muri Kou Fai' dipercaya menjadi tempat berkumpul arwah dari orang-orang yang meninggal pada usia muda.

Warna merah atau 'Tiwu Ata Polo' diyakini sebagai tempat berkumpul arwah dari orang-orang yang semasa hidupnya kerap berbuat jahat.

Legenda Danau Tiga Warna

Konon di antara rakyat Konde Ratu ada dua orang yang memiliki ilmu sihir. Mereka adalah Ata Bupu dan Ata Polo.

Keduanya bersahabat dan tunduk pada Konde Ratu, namun mereka memiliki kebiasaan yang berbeda.

Ata Bupu adalah orang yang baik dan suka melindungi orang lain, sedangkan Ata Polo dianggap penyihir jahat yang suka makan manusia.

Pada suatu hari datang sepasang Ana Kalo (anak yatim piatu) yang menemui Ata Bupu untuk meminta perlindungan setelah orang tuanya meninggal.

Ata Bupu setuju melindungi mereka. Tetapi ada syaratnya, yaitu mereka tidak boleh meninggalkan ladang milik Ata Bupu agar tidak dimangsa Ata Polo.

Pada suatu hari, Ata Polo mengetahui keberadaan Ana Kalo dan datang ke ladang milik sahabatnya. Ata Polo akan memangsa anak yatim itu, tetapi berhasil dicegah oleh Ata Bupu.

Lalu, Ata Bupu meminta Ata Polo menunggu sepasang anak itu menjadi dewasa jika akan memangsanya. Dengan berjalannya waktu, sepasang anak yatim piatu itu tumbuh dewasa.

Masing-masing diberi nama Koo Fai dan Nuwa Muri. Ata Polo pun datang untuk menagih janjinya memangsa kedua anak yatim itu.

Ata Bupu menolak dan melindungi kedua anak yatim piatu itu. Ia mengajak mereka berdua pergi ke perut bumi untuk menghindari Ata Polo.

Namun, Ata Polo terus mengejar mereka bertiga. Hingga akhirnya, Ata Polo dan Ata Bupu serta Koo Fai dan Nuwa Muri tertelan bumi. Mereka terkubur hidup-hidup.

Tidak terlalu lama dari kejadian itu, Di lokasi Ata Bupu muncul air berwarna biru. Sementara di tempat Ata Polo keluar air berwarna merah.

Sedangkan di tempat hilangnya Koo Fai dan Nuwa Muri keluar air berwarna hijau. Hingga akhirnya, lokasi itu dikenal dengan sebutan Danau Tiga Warna.

Danau Kalimutu Menjadi Obyek Wisata

Taman Nasional Kalimutu diresmikan sejak 26 Februari 1992. Pada 1886 Gunung Kalimutu pernah meletus dan meninggalkan tiga bentuk kawah danau dan danau tersebut dinamakan Danau Kalimutu. Danau Kalimutu terdapat di dalam Taman Wisata Kalimutu.

Danau Kalimutu memiliki keindahan yang lain, yaitu terdapat keanekaragaman hayati berupa flora dan fauna yang ada di kawasan Taman Nasional Kalimutu.

Kawasan ini sudah lama menjadi kawasan konservasi yang berizin sebagai upaya, kegiatan penelitian, kegiatan studi, dan lain-lain.

Untuk mencapai obyek wisata ini, wisatawan harus menempuh perjalanan sekitar 45 menit dari Ende atau 13 km dari Kampung Moni.

Perjalanan bisa dilanjutkan dengan berjalan kaki selama kurang lebih 30 menit dari kampung tersebut sebelum gerbang Taman Nasional Kalimutu.(Rachmawati)

Sumber: karya-ilmiah.um.ac.id, kompas.com, dan grid.id

https://denpasar.kompas.com/read/2022/01/12/191050078/danau-kalimutu-lokasi-dan-legenda-3-warna

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com