Salin Artikel

Sejarah Perang Puputan Badung: Penyebab, Pemimpin, dan Waktu

KOMPAS.com - Perang Puputan Badung merupakan perang yang terjadi antara I Gusti Gde Ngurah Made Agung, Raja Badung, dengan pemerintah Belanda.

Perang Puputan Badung merupakan perang puputan pertama di Bali yang terjadi pada 1906.

Istilah 'Puputan' muncul dari kata/bahasa Bali "puput" yang berarti selesai, tamat, berakhir. Puputan berarti habis-habisan.

Maka, Perang Puputan adalah perang habis-habisan sampai mati membela kebenaran.

Penyebab Perang Puputan

Raja terakhir Badung ini membawa hubungan Badung dengan pemerintah Belanda menjadi krisis.

Karena, raja menilai pemerintah Belanda telah memanipulasi hubungan persahabatan menjadi kontrak politik yang merugikan pihak Badung.

Raja merasa hubungan baik yang dibuat 13 Juli 1849 tidak sesuai dengan hati nurani, mengecewakan pihak kerajaan.

Maka ketegangan semakin menjadi antara pihak Belanda dan pihak kerajaan Badung yang dipimpin Raja I Gusti Gde Ngurah Made Agung.

Pada 1904, ketegangan muncul di bawah kepemimpinan Gubernur Jenderal J.B. van heutz yang menekankan prinsip-prinsip Pax Neerlandica diterapkan juga di Bali.

Prinsip Pax Neelandica adalah upaya Belanda untuk menguasai seluruh Nusantara di bawah kekuasaannya.

Entah karena kebetulan atau bukan, pada 1904 terdampar pulau di Pantai Sanur, sebuah kapal (schoener) Sri Kumala milik saudagar Cina dari Banjarmasin.

Peristiwa terdamparnya kapal ini membawa bibit atau alasan terjadinya ketegangan dan kemudian perang antara Raja Badung dengan Belanda.

Awalnya, perahu yang terdampar ditolong rakyat beramai-ramai, seluruh penumpang selamat hanya barangnya yang hilang.

Atas laporan pemilik perahu, rakyat dikatakan telah merampas isi perahu. Tuduhan itu tidak diterima oleh rakyat Sanur.

Raja Badung membela rakyat, dia tidak mau membayar ganti rugi yang dituntut pemiliki kapal. Rupanya itu hanya gara-gara, agar terjadi pertengkaran.

Sikap raja itu dianggap membangkang, tidak menuruti perintah Belanda dan karena itu perlu ditindak.

Pada 1905, Belanda mulai melakukan blokade di pantai sanur, yang menimbulkan banyak kerugian di pihak Badung.

Karena tidak merasa bersalah, raja menuntut balik, menuntut kerugian kepada pemerintah Belanda.

Diplomasi antara raja dan Belanda gagal. Belanda menurunkan pasukan tempur di Bali.

Pada 15 September 1906, pasukan Belanda mulai bergerak menekan desa-desa Badung, seperti Sanur, Kesiman, Sanglah, dan lainnya di datangi pasukan dan ditakut-takuti.

Situasi semakin tegang, Belanda semakin memanas dan menghambur tembakan ke desa-desa yang dilewati.

Dalam keadaan kritis, Belanda menggunakan pula kesempatan untuk memecah belah.

Di Puri Kesiman, benteng terpenting Kerajaan Badung terjadi intrik, peristiwa chaos. Seorang Raja tua ( I Gusti Ngurah Gde Kesiman) terbunuh yang dipandang sebagai akibat penyusupan campur tangan Belanda.

Puputan di Puri Denpasar

Pada 19 Septemebr 1906, sehari sebelum puputan, di Puri Denpasar dilaksanakan pelabon atas layon (mayat) raja yang belum diaben.

Pelabon atas layon almarhum Raja I Gusti Ngurah Gde Denpasar, yang selama empat tahun disimpan di istana.

Di saat pelabon, keluarga Puri Denpasar juga melakukan upacara jaya-jaya untuk keselamatan raja dan rakyat.

Di sana, raja memberikan wejangan pada rakyat yang meminta rakyat dan keluarganya pulang. Karena yang dicari Belanda adalah raja.

Namun, rakyat menolak wejangan raja. Mereka akan ikut mati bersama raja.

Peristiwa puncak terjadinya Perang Puputan pada Kamis, 20 September 1906. Dengan pakaian putih-putih, seluruh rakyat turun ke jalan mengikuti raja ke luar puri.

Perang Puputan dilakukan secara membabi buta dan seisi kerajaan hancur.

Tokoh Perang Puputan

I Gusti Ngurah Made Agung, dia adalah raja terakhir Kerajaan Badung. Ia tidak mau mengganti rugi atas laporan saudara Cina tentang hartanya yang hilang saat kapalnya terdampar di pantai sanur.

Raja Badung membela rakyatnya yang dituduh mengambil harta saudagar Cina. Ia juga meminta rakyatnya tidak ikut dalam Perang Puputan, namun permintaan tersebut ditolak rakyatnya.

Sumber: Karya Ilmiah, Aktualisasi Nilai-nilai 'Puputan' dalam Pembangungan Karakter Bangsa oleh I Gde Parimartha

https://denpasar.kompas.com/read/2022/01/14/132558978/sejarah-perang-puputan-badung-penyebab-pemimpin-dan-waktu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke