Salin Artikel

Kenapa Nyepi Disebut Tahun Baru Saka dan Alasan Tak Boleh Keluar Rumah

Pergantian tahun ini terjadi pada hitungan Tilem Kesanga (IX) oleh masyarakat Hindu Bali.

Hari tersebut diyakini sebagai hari penyucian dewa-dewa yang berada di pusat samudera dengan membawa intisari amerta air hidup.

Pada tahun 2022 ini, Hari Raya Nyepi jatuh pada hari Kamis, 3 Maret.

Sejarah Nyepi

Secara bahasa, Nyepi berasal dari kata sepi yang bermakna sunyi dan senyap.

Dengan demikian, pada saat Nyepi ini masyarakat akan berdiam diri di rumah dan tidak melakukan aktivitas seperti biasa.

Tujuan Nyepi ini sendiri agar masyarakat Hindu Bali bisa leluasa untuk introspeksi diir.

Mereka akan memohon kepada Tuhan untuk melakukan penyucian terhadap Buana Alit (manusia) dan Buana Agung (alam semesta).

Adapun sejarah Nyepi sendiri erat kaitannya dengan sejarah Tahun Baru Saka.

Tahun baru ini konon sudah sudah dimulai sejak tahun 78 Masehi.

Tahun Saka dianggap sebagai tonggal awal yang bersejarah bagi suku bangsa di India yang selama ini selalu bermusuhan.

Dengan lahirnya Tahun Saka, suku di India yang selalu bermusuhan itu akhirnya berdamai.

Sedangkan perayaan Tahun Baur Saka dengan Nyepi di Bali dilakukan berdasarkan petunjuk Lontar Sundarigama dan Sanghyang Aji Swamandala.

Sejarah Tahun Baru Saka

Permusuhan antarsuku yang terjadi di India sudah sangat berkepanjangan.

Suku-suku itu antara lain Pahlawa, Yuehchi, Yuwana, Malawa dan Saka. Mereka saling menguasai satu sama lain secara bergantian.

Dalam pertikaian yang panjang itu, Suku Saka berhasil keluar sebagai pemenang di bawah Raja Kanishkha I.

Rupanya, perjuangan Suku Saka setelah menang tidak berorientasi sebagai penguasa.

Mereka justru merangkul suku-suku lain dengan mengambil puncak kebudayaan suku lain untuk dijadikan kebudayaan kerajaan.

Hingga pada tahun 78 Masehi, Raja Kanishkha I menetapkan sistem kalender Saka sebagai kalender resmi kerajaan.

Peristiwa itu terjadi pada tanggal 1 (satu hari sesudah Tilem) bulan 1 (caitramasa) tahun 01 Saka.

Tanggal tersebut bertepatan dengan bulan Maret Tahun 78 Masehi.

Sejak penetapan Tahun Saka itu, suku bangsa di India saling menguatkan dalam toleransi.

Mereka bersatu-padu dalam membangun masyarakat sejahtera atau Dharma Siddi Yatra.

Akibat dari persatuan itu, ajaran Hindu pun dapat disebarluaskan ke seluruh dunia, hingga mencapai wilayah Nusantara di abad ke-4 Masehi.

Dalam catatan sejarah, sistem kalender Saka di Nusantara dibawa oleh seorang pendeta bernama Aji Skaa.

Pendeta Aji saka ini merupakan keturunan bangsa Saka dari Kshtrapa Gujarat.

Aji Saka tiba di Pulau Jawa dan mendarat di Desa Waru, rembang pada tahun 456 Masehi.

Sejak saat itu, penggunaan kalender Saka terus mengalami perkembangan di Nusantara.

Pada masa Kerajaan Majapahit, peringatan Tahun Baru Saka dilakukan besar-besaran, dengan melibatkan sleuruh unsur kerajaan.

Seluruh kepala desa, prajurit, cendekiawan, Pendeta Siwa, Budha, dan Raja tampak hadir dalam peringatan tahun baru ini di alun-alun Majapahit.

Meski Islam menyebar dan menguasai Tanah Jawa, namun penggunaan kalender Saka tidak benar-benar dihapus.

Sultan Agung Hanyakrakusuma dari Mataram Islam memodifikasi sistem ini dari perhitungan matahari menjadi perhitungan bulan.

Perubahan perhitungan bertujuan agar sesuai dengan peringatan hari-hari besar Islam.

Sementara secara angka tahun, Sultan Agung melanjutkan dan tidak memulai baru.

Alasan Nyepi Tidak Boleh Keluar Rumah

Di Bali, Tahun Baru Saka dirayakan dengan Nyepi yang dilakukan pada Sasih Kesanga setiap tahun.

Perayaan Nyepi ini dilakukan dengan sejumlah upacara sebelumnya, seperti upacara Melasti dan Tawur.

Saat puncak Nyepi, masyarakat Hindu Bali akan berdiam di rumah dan tidak melakukan kegiatan seperti biasa.

Semua aktivitas publik akan dihentikan kecuali pelayanan kesehatan.

Dalam kondisi Nyepi ini, masyarakat Hindu Bali akan melakukan catur brata penyepian selama 24 jam.

Dijelaskan, dalam Nyepi ini manusia diminta untuk mengevaluasi diri terkait yang sudah dilakukan.

Catur brata sendiri dilakukan dengan amati geni atau mematikan api, amati karya atau tidak bekerja, amati lelungan atau tidak bepergian, dan amati lelanguan atau tidak bersenang-senang.

Dengan demikian, alasan masyarakat tidak boleh keluar rumah saat Nyepi adalah untuk instrospeksi diri.

Diharapkan, dengan instrospeksi itu akan menyucikan jiwa dan alam semesta dari aspek negatif.

Sumber:
Kompas.com
Tribunnews.com
https://gerokgak.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/31-sejarah-tahun-saka

https://denpasar.kompas.com/read/2022/03/01/112532378/kenapa-nyepi-disebut-tahun-baru-saka-dan-alasan-tak-boleh-keluar-rumah

Terkini Lainnya

Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
 Jember Borong 5 Penghargaan dalam Sepekan
Jember Borong 5 Penghargaan dalam Sepekan
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com