Salin Artikel

Ogoh-ogoh Terbaik di Denpasar, Usung Tema Covid-19 dengan Bahan Masker hingga Arang

Salah satu ogoh-ogoh yang menjadi pusat perhatian warga Denpasar adalah ogoh-ogoh milik ST Tunas Muda, Banjar Dukuh Mertajati Sidakarya, Denpasar.

Ogoh-ogoh yang mengambil judul atau tema Gerubuk yang memiliki arti kekacauan dalam situasi Pandemi Covid-19 itu bahkan menjadi ogoh-ogoh terbaik di Denpasar.

"Kita dinobatkan sebagai yang terbaik, tentu senang dan memotivasi kami untuk membuat yang lebih baik tahun depan," kata arsitektur Ogoh-ogoh ST Tunas Muda Banjar Dukuh Mertajati, Pageh Wedhanta saat ditemui di Denpasar, Senin (28/2/2022).

Wedhanta mengatakan, sesuai dengan tema Gerubuk yang diangkat pada pembuatan ogoh-ogoh tersebut, pihaknya ingin menyampaikan keresahan yang dialami warga desa selama pandemi Covid-19.

Keresahan itu terkait dengan pandemi Covid-19 yang sudah terjadi sejak 2020. Bersama anak-anak muda di Banjar Dukuh Mertajati, ia kemudian mangaplikasikan keresahan itu dalam bentuk ogoh-ogoh.

Hal itu tergambar melalui empat tangan ogoh-ogoh dan mempresentasikan empat sektor yang lumpuh akibat pandemi Covid-19. Di antaranya, bidang kelautan, pertanian, pendidikan, dan kesehatan.

"Jadi empat sektor itu diwakilkan melalui tangan ogoh-ogoh yang empat itu. Tangan itu kan ada yang pegang alat pancing sebagai sektor laut, ada cangkul sebagai sektor pertanian, dan ada suntikan sebagai kesehatan dan ada lontar sebagai sektor pendidikan," tuturnya.

Di sisi yang lain, bentuk tampilan ogoh-ogoh yang dibuat oleh ST Tunas Muda, Banjar Dukuh Mertajati Sidakarya, Denpasar, itu juga dihiasi dengan rantai tergelantung di kakinya.

Hal itu, kata Wedhanta, sebagai wujud bahwa ia terbelenggu dan tak bisa beraktivitas dengan bebas di tengah pandemi Covid-19.

"Semua ini sebagai wujud yang kita alami selama pandemi Covid-19," kata dia.

Wedhanta menegaskan, seluruh proses pembuatan ogoh-ogoh tersebut dilakukan dengan menggunakan bahan dasar yang ramah lingkungan.

Rincian bahan dasar yang digunakan adalah ranting kayu, bambu, koran bekas, sekam, arang, dan masker. Warna hitam yang menjadi warna utama ogoh-ogoh juga 90 persen menggunakan arang.

Menurutnya, penggunaan arang dalam pembuatan ogoh-ogoh tersebut merepresentasikan situasi Bali yang bisa dikatakan hampir hangus akibat pandemi Covid-19, khususnya di sektor pariwisata dan ekonomi.

"Jadi kan ada nuansa gelap sebagai simbol duka," tuturnya.


Selain arang, masker juga dijadikan bahan dasar dalam proses pembuatan ogoh-ogoh tersebut. Wedhanta mengatakan, penggunaan masker sebagai bentuk edukasi kepada warga bahwa dengan menggunakan masker bisa terhindar dari Covid-19.

"Masker ini kami angkat sebagai edukasi bagaimana kita lihat kalau dari sisi positifnya masker ini pada saat ini bisa mencegah penularan virus itu sendiri," kata dia.

Proses pembuatan ogoh-ogoh tersebut dilakukan sejak Januari 2022. Total biaya yang dihabiskan sekitar Rp 20 juta.

Sehari sebelum Hari Raya Nyepi atau pada malam pengerupukan, ogoh-ogoh itu akan diarak di area banjar atau lingkungan desa masing-masing. Kegiatan itu dilakukan 20 orang dengan menaati protokol kesehatan.

Ia pun berharap, pandemi Covid-19 segera berakhir dan aktivitas warga khususnya sektor ekonomi dan pariwisata Bali bisa berangsur-angsur pulih.

"Harapanya cuma itu, pandemi segera berakhir dan kita bisa kembali melihat Bali bangkit," jelasnya.

https://denpasar.kompas.com/read/2022/03/01/170012078/ogoh-ogoh-terbaik-di-denpasar-usung-tema-covid-19-dengan-bahan-masker

Terkini Lainnya

Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
 Jember Borong 5 Penghargaan dalam Sepekan
Jember Borong 5 Penghargaan dalam Sepekan
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com