Salin Artikel

Biografi I Gusti Ketut Jelantik, Pahlawan Nasional Asal Bali yang Tiga Kali Berperang Melawan Belanda

Semasa hidupnya, I Gusti Ketut Jelantik memimpin masyarakat Bali dalam melakukan perlawanan terhadap Belanda.

Tidak cuma sekali, perlawanan yang dilakukan I Gusti Ketut Jelantik sampai tiga kali.

Ketiga perlawanan itu adalah Perang Bali I, Perang Jagaraga, dan Perang Bali III.

Perang-perang tersebut terjadi dalam kurun waktu antara tahun 1846-1849.

Profil I Gusti Ketut Jelantik

I Gusti Ketut Jelantik lahir pada tahun 1800 di Tukadmungga, Buleleng, Bali

Tidak banyak catatan mengenai masa muda I Gusti Ketut Jelantik ini.

Namun dalam satu keterangan disebutkan I Gusti Ketut Jelantik saat muda sering berkunjung ke Desa Kalibukbuk.

Di desa itu terdapat sebuah kerajaan kecil dengan aktivitas utama masyarakatnya yaitu bertani.

I Gusti Ketut Jelantik bersama keluarga kecilnya tinggal di sana dan bekerja sebagai petani.

Produktivitas pertanian I Gusti Ketut Jelantik cukup tinggi, sehingga dia mampu membangun pura yang bernama Pura Bukit Sari.

Lambat laun ketokohan I Gusti Ketut Jelantik semakin dikenal oleh masyarakat luas.

Hingga pada tahun 1828, I Gusti Ketut Jelantik diangkat menjadi Patih Agung Kerajaan Buleleng Bali.

Perang Bali I

Memasuki tahun 1841, terjadi kesepakatan antara pemerintah Hindia Belanda dengan kerajaan lokal di Bali.

Namun kesepakatan itu ditentang oleh mayoritas masyarakat Bali, termasuk dari Kerajaan Buleleng.

Belanda akhirnya mendapat celah untuk menyerang Bali yaitu dengan mempermasalahkan hukum adat Tawan Karang.

Tawan Karang adalah hukum Bali untuk menguasai seluruh kapal yang karam di pesisir Bali.

Pertempuran antara masyarakat Bali dengan Belanda baru terjadi pada tahun 1846.

Peristiwa itu dikenal dengan nama Perang Bali I yang melibatkan puluhan ribu prajurit.

Di pihak Belanda, total ada 1.280 prajurit yang diangkut dengan 23 kapal perang.

Sedangkan dari pihak Bali yaitu Kerajaan Buleleng dan Kerajaan Karangasem ada lebih dari 10.000 prajurit.

Dalam perang ini Belanda dapat menaklukkan ibu kota Singaraja, yang disusul penawaran damai dari pihak Karangasem dan Buleleng.

Dalam perjanjian itu masyarakat Bali harus segera menyelesaikan segala kewajiban terhadap Hindia Belanda.

Hanya saja, umur perjanjian ini tidak lama. Perang kembali meletus yang dikenal dengan Perang Jagaraga atau Perang Bali II.

Disebut Perang Jagaraga lantaran I Gusti Ketut Jelantik bersama memusatkan benteng pertahanan di Jagaraga.

Perang Jagaraga terjadi pada tahun 1848. I Gusti Ketut Jelantik saat itu memimpin 16.000 prajurit Bali, termasuk 1.500 orang bersenjata senapan api.

Sementara dari pihak Belanda berjumlah 2.400 prajurit yang berasal dari berbagai daerah termasuk koloni Belanda di luar negeri.

Dalam pertempuran ini masyarakat Bali mampu memukul mundur pihak Belanda.

Tercatat sebanyak 200 orang prajurit Belanda tewas dan sisanya melarikan diri dengan kapal.

Perang Bali III

Kekalahan pada Perang Jagaraga membuat pemimpin militer Belanda mengundurkan diri dari jabatannya.

Namun, Belanda kembali menyusun pasukan untuk menyerang Bali agar tidak kehilangan reputasi.

Perang Bali III terjadi pada tahun 1849. Belanda terdiri dari 5.000 prajurit terlatih, 3.000 pelaut, dan 100 kapal.

Sementara masyarakat Bali berjumlah 33.000 prajurit yang dipimpin oleh I Gusti Ketut Jelantik dan Gusti Ngurah Made Karangasem.

Belanda yang sudah belajar dalam dua perang sebelumnya menyusun siasat yang berbeda.

Mereka memilih memusatkan serangan di Bali Selatan dengan mendarat di Dusun Padang dan menyerang Klungkung.

Selain itu, Belanda juga menjalin koalisi dengan Kerajaan Lombok yang dikenal bermusuhan dengan Buleleng.

Dalam Perang Bali III inilah I Gusti Ketut Jelantik dan Raja Buleleng gugur dalam pertempuran.

Sementara Penguasa Karangasem memilih untuk melakukan ritual bunuh diri.

I Gusti Ketut Jelantik meninggal dunia pada tahun 1849 di Perbukitan Bale Pundak, Gunung Batur, Kintamani, Bali.

Jasa-jasanya melawan Belanda membuatnya ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada 14 September 1993.

Sumber:
Tribunnewswiki.com
Kemsos.go.id
IKNPI.or.id

https://denpasar.kompas.com/read/2022/03/10/142410178/biografi-i-gusti-ketut-jelantik-pahlawan-nasional-asal-bali-yang-tiga-kali

Terkini Lainnya

Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
 Jember Borong 5 Penghargaan dalam Sepekan
Jember Borong 5 Penghargaan dalam Sepekan
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com