Salin Artikel

Kisah Pria di Bali, Pernah Tinggalkan Anak demi Jadi PMI, Kini Mengasuh Bayi-bayi Telantar

Sepenggal lirik lagu yang dipopulerkan Maywood ini lirih disenandungkan oleh AP (8), ketika Kompas.com masuk ke rumah Yayasan Sayangi Bali (YSB) di Jalan Subak Dalem, Gatsu Tengah, Denpasar.

AP adalah salah satu anak telantar yang diasuh oleh yayasan tersebut. Anak perempuan berusia 8 tahun ini ditinggal pergi oleh ibunya sejak terlahir ke dunia.

Perjuangan AP untuk hidup dimulai sejak dari dalam kandungan. Diduga, sang ibu yang tidak ingin buah hatinya itu lahir ke dunia melakukan segala upaya untuk menggugurkan kandungnya.

Jalan hidup berkata lain, AP lahir secara cesar di RSUD Wangaya, Denpasar pada tahun 2014 silam dalam kondisi cacat. Kaki dan tangannya mengalami kelumpuhan.

"Dulu mungkin dia (ibu AP) karena dalam keadaan panik, konsultasi pada orang yang salah (untuk mengugurkan kandungan), disuruh kamu harus minum jamu ini obat itu akhirnya pertumbuhan (bayi dalam kandungan) enggak sempurna," kata Dewa Putu Wirata selaku Ketua YSB, Jumat (1/3/2022).

Wirata mengatakan, AP lahir dalam keadaan kedua kaki dan tangan bengkok, serta pinggul bergeser. Dia sudah menjalani operasi sejak berusia 5 bulan. Tapi kaki dan tangannya masih belum bisa bergerak.

"Dia sampai sekarang masih seratus persen bergantung pada perawat. Ini pun sudah operasi sampai ke Singapura tapi masih belum bisa," kata Wirata.

Dari jumlah itu, ada 45 bayi yang sudah diadopsi oleh orangtua angkat.

Kini, YBS hanya mengasuh 9 bayi dan 3 anak telantar. Selain AP, ada dua anak lainnya yang juga mengalami cacat, yakni B berusia 7 tahun dan MC berusia 1 tahun lebih.

Di rumah dua lantai ini, Wirata memperkerjakan 9 orang lulusan perawat untuk membantu mengasuh bayi dan anak-anak telantar tersebut.

Pernah menjadi PMI, jauh dari anak

Tak pernah terbayang oleh Wirata sebelumnya, jika dia bisa sejauh ini mengasuh bayi-bayi yang ditelantarkan orangtuanya.

Dahulu, Wirata mengaku tidak terlibat penuh dalam mengasuh tiga anak kandungnya karena memilih menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Jepang dan Korea.

"Saya punya anak tiga. Justru saya saya tidak pernah ikut merawat. Karena begitu anak pertama lahir, saya tinggal ke Jepang. Pulang, lahir anak kedua saya ke Jepang lagi. Pulang, lahir anak ke tiga saya ke Korea Selatan, jadi sejak kecil mereka lebih banyak istri yang menangani," katanya.

Pulang ke Bali

Pada tahun 2005, Wirata memutuskan untuk pulang ke Bali dan mulai bekerja sebagai pemandu wisata.

Saat memandu para turis keliling di Bali, dia menemukan sisi lain kehidupan sosial di balik gemerlap pariwisata di Bali. Banyak anak-anak yang menderita penyakit tapi tidak mendapat perawatan medis.

Dia kemudian memanfaatkan jaringannya untuk mengumpulkan dana untuk membantu anak-anak tersebut. Hingga pada tahun 2012, dia percaya oleh Dinas Sosial Bali untuk mengasuh seorang bayi telantar.

Dia bersama anak dan istrinya merawat bayi tersebut di rumahnya.


Berselang beberapa bulan kemudian, terjadi tiga kasus pembuangan bayi di Denpasar.

Dinsos Bali kembali meminta Wirata untuk mengasuh bayi-bayi tersebut, karena saat itu belum ada lembaga atau yayasan untuk menampung bayi telantar di Denpasar.

"Mau tidak mau karena sudah kandung janji dalam hati. Tiga bayi itu kita terima untuk diasuh di rumah. Karena merawat empat bayi cukup susah, kami akhirnya merekrut seorang perawat," katanya.

Agar jiwa sosialnya tidak melanggar hukum, dia bersama saudaranya kemudian membentuk YBS sebagai tempat mengasuk bayi-bayi telantar. Hingga saat ini YBS masih bersandar pada bantuan donatur untuk membiayai perawatan dan membayar gaji para perawat.

Wirata memastikan bayi dan anak tersebut dirawat dengan baik. Dari uang yang didonasikan, ia membeli seluruh kebutuhan anak dan bayi dengan kualitas tinggi.

Ia juga memasang CCTV di setiap ruang perawatan bayi mencegah hal yang tak diinginkan terjadi.

"Kita berharap para orangtua tidak menelantarkan anak mereka, saya yakin ada cara untuk merawat anak. Kita sangat berharap jangan ada bayi yang dititipkan lagi karena merawat 9 bayi ini tidak mudah," katanya.

Ia menambahkan, orangtua atau keluarga bisa mengambil bayinya asalkan proses hukumnya sudah inkrah dan mampu secara ekonomi maupun matang secara psikologi.

Selain itu bayi dan anak bisa juga diadopsi orangtua angkat apabila memenuhi beberapa syarat, yakni calon orangtua belum memiliki anak, usia pernikahan minimal lima tahun, dan mampu secara ekonomi.

"Untuk mengadopsi anak telantar prosesnya panjang. Karena polisi menyelidiki dulu keberadaan orangtuanya, buang bayi ini kan pidana, kasus hukumnya pun berlaku surut. Kalau polisi benar-benar sudah memastikan bayi itu tidak ditemukan orangtuanya baru dikeluarkan surat (rekomendasi ke Dinsos)," katanya.

https://denpasar.kompas.com/read/2022/04/02/053000678/kisah-pria-di-bali-pernah-tinggalkan-anak-demi-jadi-pmi-kini-mengasuh-bayi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke