Salin Artikel

Cerita PMI Asal Bali di Turki, Kerja 13 Jam hingga Main Kucing-kucingan dengan Petugas Imigrasi

Ia mengaku sempat bekerja 13 jam dalam sehari hingga main kucing-kucingan dengan petugas imigrasi Turki.

Septiana adalah salah satu dari 29 pekerja migran Indonesia (PMI) asal Bali yang terkatung-katung di Turki karena diduga menjadi korban penipuan agen penyalur tenaga kerja.

Awalnya, Septiana mendapat tawaran dari perekrut pekerja migran untuk bekerja di Turki dengan iming-iming gaji fantastis. Kebetulan pria asal Buleleng ini sedang mencari pekerjaan setelah menjadi korban PHK dari hotel karena pandemi Covid-19.

"Sebelumnya saya bekerja di hotel sebagai kitchen steward (tukang cuci piring), karena dampak dari Covid-19 saya nganggur dua tahun," katanya saat ditemui di Polda Bali, Minggu (10/4/2022) malam.

Septiana sempat mencoba mengirim lamaran ke beberapa agen resmi penyalur tenaga kerja ke luar negeri. Namun, hanya lolos di tahap wawancara.

Ia nekat menerima tawaran bekerja ke Turki dengan harapan bisa mengubah nasib sekaligus menambah pengalaman kerja. Sehingga, ia bisa bekerja di tempat yang lebih baik.

"Saya sempat melamar- lamar ke agen dan itu udah lulus interview. Sambil nunggu-nunggu itu dah, anggaplah berangkat ke Turki ini sebagai batu loncatan biar enggak nganggur," katanya.

Septiana bersama rekan-rekannya kemudian memenuhi persyaratan administrasi dan membayar uang masing-masing Rp 25 juta. Mereka diberangkatkan ke Turki dengan visa liburan pada 9 Desember 2021.

Masalah mulai muncul ketika mereka tiba di Turki. Mereka ditempatkan di sebuah losmen yang dihuni 29 PMI. Mereka tak diizinkan meninggalkan losmen selama berminggu-minggu sebelum mendapat pekerjaan.

Lalu, beberapa di antara mereka mendapat pekerjaan yang tak sesuai dengan keahlian. Mereka juga tak dibuatkan visa kerja, padahal agen menjanjikan pembuatan visa kerja sebelum berangkat ke Turki.

"Pertama saya di sana, nganggur sampai 19 hari, kerena kita terus push (meminta agen untuk memberi segera pekerjaan), kita dicariin pekerjaan di restoran sebagai public area (menjaga kebersihan dan kerapian di area umum restoran) padahal dari CV yang saya ajukan adalah kitchen steward," kata Septiana.

Selain pekerjaan itu bukan keahliannya, Septiana juga merasa dieksploitasi dan diperlakukan secara tidak manusiawi. Dia pun hanya mampu bertahan selama enam hari bekerja di restoran tersebut.

"Pekerjaannya berat, enggak dapat makan, kita merasa enggak kuat juga dengan perlakuan orang Turki, emang si SA (agen penampung di Turki) bilang bahwa orang Turki itu pegang kepala sampai nampar kepala itu udah biasa katanya, sampai nunjukin barang pakai kaki," kata Septiana.

"Itu enggak biasa bagi saya, itu yang membuat saya resign," katanya dengan mata berkaca-kaca.


Setelah itu, dia diperkerjakan di pabrik masker. Di sana Septiana hanya mampu bertahan selama satu hari karena waktu kerja yang cukup lama dan makin melenceng dari harapannya.

"Ternyata di sana makin parah. Kita bekerja di Turki sebagai batu loncatan dan untuk melengkapi working experience (pengalaman kerja) kita tapi kok di pabrik masker," katanya.

Senasib dengan rekannya, Ketut Susena Adiputra (28) juga merasakan hal yang sama. Selama berada di Turki, ia berapa kali pindah kerja karena ditempatkan di pekerjaan yang tidak sesuai keahliannya dan diupah tak wajar.

"Saya dua minggu kerja di restoran, dapat gaji cuma 290 TL (Turki Lira) kalau dirupiahkan jadi Rp 290.000. Lalu, sama dia (Septiana) kerja di pabrik masker dari jam delapan pagi sampai jam delapan malam, kerjanya berdiri terus, diupah harian 120 TL tapi enggak dikasi makan, kami enggak dikasi gaji karena langsung resign," katanya.

Setelah keluar dari dua tempat kerja itu, Susena pun berusaha sendiri mencari pekerjaan. Ia pun diterima sebagai tukang massage (pijat) di sebuah hotel.

Pekerjaan itu hanya bertahan dua minggu karena pihak hotel tidak mau mengambil risiko mempekerjakan tenaga kerja asing yang tidak memiliki visa izin tinggal maupun visa kerja.

"Karena saya nggak punya ikamet (izin tinggal) saya diberhentikan, saya diberi gaji mungkin karena dikasihani, pihak hotelnya dikasih uang lebih 1.900 TL," katanya.

Dengan gaji terakhir itu Susena menyambung hidup dalam perantauannya di Turki di tengah kondisi ketidakpastian dari perusahaan penyalur tenaga kerja yang merekrutnya.

"Selama itu (sejak bulan Januari 2022) sampai sekarang saya tidak bekerja. Selama empat bulan kami saling bantu (selama terkatung-katung di Turki), ada yang kasih sembako juga," katanya.

Selain nasib yang terkatung-katung, Susena dan 10 rekannya juga hidup dalam ketakutan karena tidak memiliki dokumen keimigrasian baik visa izin tinggal maupun visa kerja. Sedangkan, masa berlaku visa liburan mereka juga sudah habis.

"Makanya kalau kita bekerja kayak kucing-kucingan bahkan saat jalan-jalan juga kita kucing-kucingan dengan polisi," katanya.


Tidak ingin terus berada dalam ketakutan, 11 pekerja migran ini pun kompak mengadu ke Konsulat Jendral Republika Indonesia (KJRI) Istambul, Turki. Hingga akhirnya mereka dipulangkan ke Tanah Air pada Jumat (8/4/2022).

Sementara itu, setelah tiba di Bali pada Minggu (10/4/2022), 11 pekerja migran ini langsung mendatangi Polda Bali untuk menyerahkan beberapa alat bukti kasus penipuan yang mereka alami.

"Tadi itu hanya menyerahkan alat bukti. Berupa video, paspor, tiket, kwitansi yang mengakibatkan kerugian dan BAP," kata penasihat para PMI, I Putu Pastika Adnyana.

Berharap tak ada lagi penipuan agen penyalur tenaga kerja ilegal

Septiana berharap dengan adanya kejadian ini tidak ada lagi korban penipuan dari agen-agen penyalur tenaga kerja ilegal.

"Tujuan kita lapor ini biar nggak ada yang namanya agen-agen nakal lagi, biar nggak ada yang namanya teman-teman kita yang ketipu lagi kayak kita gitu," kata Septiana.

Septiana menyebutkan, keinginan awal para pekerja migran berangkat ke luar negeri adalah memperbaiki nasib. Apalagi, kehidupan mereka cukup susah di Bali.

"Udah susah di Bali, kita berangkat bukanya dapat keuntungan malah rugi, utang juga enggak bisa dibayar," katanya dengan suara terbata-bata.

Sebelumnya, sebanyak 29 PMI asal Bali terkatung-katung di Turki karena diduga ditipu agen peyalur tenaga kerja.

Sebanyak lima PMI telah pulang secara mandiri sebelumnya. Kemudian, 11 PMI memutuskan pulang setelah difasilitasi Kementerian Luar Negeri.

Tersisa delapan PMI yang masih bertahan karena sudah memiliki pekerjaan di Turki. Sisanya, lima orang memilih bertahan karena tak kuat menanggung malu pulang dengan tangan kosong.

https://denpasar.kompas.com/read/2022/04/11/065355078/cerita-pmi-asal-bali-di-turki-kerja-13-jam-hingga-main-kucing-kucingan

Terkini Lainnya

Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
 Jember Borong 5 Penghargaan dalam Sepekan
Jember Borong 5 Penghargaan dalam Sepekan
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com