Salin Artikel

Makna Penjor hingga Potong Babi Saat Perayaan Galungan di Bali

DENPASAR, KOMPAS.com - Perayaan hari suci Galungan bagi umat Hindu dilakukan tepat pada hari Budha Kliwon Dungulan atau Rabu Kliwon wuku Dungulan dalam kalender Bali yang tahun ini jatuh pada 8 Juni.

Perayaan ini identik dengan Penjor yang dipasang di depan pagar rumah hingga pemotongan babi.

Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali I Nyoman Kenak, mengatakan, ada beberapa rangkaian upacara sebelum perayaan Galungan.

Salah satu upacara itu adalah penampahan Galungan yang datang setiap Anggara Wage Dunggulan atau hari Selasa, sehari sebelum hari raya Galungan.

Sembelih babi dan pembuatan penjor

Pada hari Penampahan itu, umat Hindu Bali biasanya disibukkan dengan memotong babi.

Kenak mengatakan, pemotongan babi ini memiliki makna tersendiri. Salah satunya adalah sebagai simbol untuk membersihkan individu dari kebodohan.

"Babi kan simbol kebodohan, kebodohan itulah yang kita musnahkan. Bukan sekadar menyantap daging itu, enggak. Kebodohan itu yang harus kita musnahkan," kata Kenak saat dihubungi Kompas.com pada Selasa (7/6/2022).

Selain menyembelih babi, lanjut Kenak, pada hari Penampahan, umat Hindu juga disibukkan dengan pembuatan Penjor sebagai ungkapan syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah yang diterima selama ini.

Penjor terbuat dari tiang bambu tinggi melengkung yang merupakan simbol gunung yang dianggap suci.

Dilengkapi dengan hasil-hasil bumi, kue, serta kain putih atau kuning yang dihiasi sedemikian rupa.

"Penjor itu arti dari isi dunia ini. Gunung dan seisi dunia harus ada, lambang-lambang kehidupan, simbol dari alam yang memberikan anugerah kepada kita. Bukan sekedar hiasan," kata dia.

Rangkaian hari raya Galungan

Sebelum hari Penampahan Galungan, umat Hindu Bali juga melaksanakan beberapa kegiatan dalam rangkaian hari raya Galungan.

Dimulai pada tujuh hari sebelum Galungan disebut hari Buda Pon Sungsang sebagai penanda dimulainya Nguncal Balung.

Pada masa Nguncal Balung yang berlangsung selama 37 hari ke depan ini, umat Hindu tidak boleh melaksanakan kegiatan yang direncanakan, salah satunya upacara pernikahan.

"Uguncal Balung itu adalah hari yang enggak bagus untuk pelaksanaan upacara yang direncanakan, salah satunya adalah pernikahan," kata Kenak.

Pada hari itu, umat melaksanakan upacara Mererebon dengan tujuan untuk nyomia atau menetralisir segala sesuatu yang negatif pada Bhuana Agung disimbolkan dengan pembersihan Merajan dan rumah.

Keesokan harinya, umat Hindu akan melaksanakan Sugihan Bali yang memiliki makna penyucian atau pembersihan diri sendiri yang digelar setiap hari Jumat Kliwon wuku Sungsang.

Kemudian, upacara Hari Penyekeban yang dilaksanakan setiap Minggu Pahing wuku Dungulan.

Pada upacara ini, umat Hindu mengekang diri agar tidak melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan oleh agama.

Berikutnya, hari Penyajan yang jatuh setiap Senin Pon wuku Dungulan atau dua hari sebelum hari Raya Galungan.

Menurut Kenak, pada pada hari tersebut umat akan digoda oleh Sang Bhuta Dungulan untuk menguji sejauh mana tingkat pengendalian diri umat Hindu untuk melangkah lebih dekat lagi menuju Galungan.

"Menggoda itu artinya Sang Bhuta Dungulan bisikin kita yang enggak-enggak, ya pencurianlah, perjudianlah, selingkuhlah dan semuanya. Bagaimana kita menaklukkan yang disebut Sang Bhuta Dungulan itu sendiri," kata dia.

Selanjutnya, umat Hindu memasuki Hari Penampahan yang kemudian dilanjutkan pada keesokan harinya dengan hari raya Galungan.

Kenak mengatakan, hari raya Galungan merupakan momen menyatukan kekuatan rohani agar mendapat pikiran dan pendirian yang terang.

Bersatunya rohani dan pikiran yang terang inilah wujud dharma dalam diri. Sementara, segala kekacauan pikiran yang menghampiri umat adalah adalah wujud adharma.

Menurut dia, kemenangan dharma ini dapat diimplementasikan dalam bentuk Tri Hitam Karana, yakni menjaga hubungan harmonis dengan Tuhan Yang Maha Esa, alam, dan sesama manusia.

"Kita harus memelihara lingkungan dan juga hubungan harmonis antara sesama, jangan sampai melakukan hal hal negatif sampai memojokkan seseorang dan membuat narasi yang provokatif," kata dia.

Setelah hari Raya Galungan, umat melaksanakan upacara Umanis Galungan dengan mengelar persembahyangan dan dilanjutkan dengan bersilaturahmi ke sanak saudara.

"Hari Umanis Galungan kita melaksanakan Dharma Santi untuk saling memaafkan antara sesama," imbuh Kenak.

https://denpasar.kompas.com/read/2022/06/08/055600378/makna-penjor-hingga-potong-babi-saat-perayaan-galungan-di-bali

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke