Salin Artikel

Mengenang Engline, Bocah 8 Tahun yang Dibunuh Sadis di Bali Tujuh Tahun Lalu

Dengan berjalannya waktu, Engeline ternyata dibunuh oleh ibu angkatnya, Margriet Christina Megawa. Pembantu rumah tangga di rumah Magriet, Agustinus Tay Hamdani juga ikut terseret kasus tersebut.

Sebelum kasus pembunuhan tersebut terungkap, Engeline dikabarkan hilang sejak 16 Mei 2015 oleh kakak angkatnya, Yvonne Mega W. 

Hampir sebulan hilang, mayat Engeline ditemukan terkubur di belakang rumahnya di Jalan Sedap Malam No 26, Sanur, Denpasar, Bali pada Rabu, 10 Juni 2015.

Tujuh tahun berlalu, cerita Engeline menjadi bagian kelam dari kekerasan dalam rumah tangga yang menewaskan seorang anak di rumah yang seharusnya memberikan rasa aman pada dirinya.

Hamidah dan suaminya kesulitan melunasi biaya persalinan. Seseorang pun mempertemukan mereka dengan Margriet yang menawarkan bantuan untuk melunasi biaya persalinan Hamidah.

Margriet juga berniat untuk mengadopsi bayi Hamidah.

Untuk keperluan persalinan Hamidah, Margriet mengeluarkan biaya sebesar Rp 1,8 juta, dengan rincian biaya persalinan Rp 800.000 dan biaya perawatan Hamidah Rp 1 juta.

Tiga hari setelah lahir, Engeline langsung dibawa oleh Margriet dan tidak pernah bertemu lagi dengan kedua orangtuanya.

Saat itu, bayi perempuan tersebut belum diberi nama oleh Hamidah. Nama "Engeline" diberikan oleh Margriet, mengikuti nama depan ibunya (nenek angkat Engeline).

Kala itu Hamidah bercerita jika ia tak berniat bayi tersebut kepada siapa pun.

"Saya tidak berniat sama sekali untuk memberikan Angeline kepada siapapun. Keadaan yang memaksa saya untuk merelakan dia diasuh oleh orang lain. Seandainya saat itu kami memiliki uang untuk membayar biaya kelahiran anak saya," kata Hamidah pada pada 15 Juni 2015.

Hamidah berasal dari Kecamatan Glenmore, Kabupaten Banyuwangi. Ia adalah anak ketujuh dari sembilan bersaudara.

Perempuan kelahiran 6 November 1987 itu pertama kali ke Bali tahun 2001 dan bekerja di sebuah warung milik kerabatnya.

Namun karena kondisi ekonomi yang belum stabil, Inna dititipkan di keluarganya di Banyuwangi.

Saat hamil kedua, Hamidah tak memberi tahu keluarganya di Banyuwangi karena tak ingin merepotkan keluarganya di Jawa.

"Saya sungkan merepotkan keluarga. Apalagi anak saya yang pertama ikut keluarga suami saya yang pertama," kata Hamidah.

Terkait Margriet, ia mengaku baru mengenalnya setelah dikenalkan oleh suaminya.

"Suami saya katanya kenal dari temannya. Ibu itu yang akan membayar biaya persalinan saya," kata dia.

Saat menyerahkan bayinya, Hamidah bercerita jika ia tak boleh menemui anak kandungnya hingga sang anak berusia 18 tahun.

"Selama 18 tahun saya sebagai ibu kandungnya selalu ingat sama dia. Jangankan tahu wajahnya saat dewasa. Namanya saja saya juga baru tahu setelah ia dikabarkan hilang," katanya sambil menghela nafas.

Setelah melahirkan bayi yang kelak diberi nama Engeline, Hamidah menjadi tenaga kerja wanita di Malaysia. Selama bekerja di Malaysia, ia beberapa kali mengirim uang untuk suami dan anak pertamanya,

Dua tahun di Malaysia, Hamidah pulang dan hamil anak ketiga. Namun setelah anak ketiganya lahir, Hamidah bercerai dengan sang Rosyidi.

Ia pun tak mengetahui kabar anak keduanya. Hingga polisi mendatangi keluarganya dan mengatakan Engeline hilang hingga ditemukan tewas di rumah ibu angkatnya.

Setelah engeline hilang, kakak angkat Angeline, Yvonne, membuat fan page di Facebook bernama "Find Engeline-Bali's Missing Child". Selain itu, keluarga juga melapor ke polisi.

Pada 19 Me 2015, tim pencari Engline memcari keberadaan bocah 8 tahun itu ke rumah keluarga kandungnya di Banyuwangi.

Polisi juga mengerahkan anjing pelacak untuk mengetahui arah perjalanan Engeline keluar rumah. Namun, anjing pelacak hanya berputar-putar di sekitar rumah.

Hilangnya Engeline menjadi perhatian banyak pihak.

Pada 5 Juni 2015, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Yuddy Chrisnandi berkunjung ke rumah Engeline.

Namun, kedatangan Yuddy tidak disambut baik oleh keluarga Engeline. Dia justru dilarang masuk oleh satpam sewaan yang bertugas menjaga rumah Angeline.

Pada 6 Juni 2015 Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohanna Yambise juga mengunjungi rumah Engeline. Namun, lagi-lagi Margriet menolak untuk menemuinya.

Hingga akhirnya Engline ditemukan tewas di terkubur di halaman rumahnya di Jalan Sedap Malam pada Rabu (10/6/2022).

Mayat Engeline dikubur di kedalaman 1,5 meter di bawah pohon pisan dan ditutupi sampah. Saat digali, polisi menemukan mayat Engeline dalam kondisi membusuk dengan sebuah boneka.

Pelaku pembunuhan itu pun mengarah ke ibu angkatnya, Margriet dibantun pembantunya, Agus Tay.

Sebelum hilang, Engline sempat mengaku pusing karena belum makan.

“Angeline pendiam, pemurung, wajahnya sendu. Saya hampir setiap hari mengorek keterangannya, susah dia bicara, susah ngaku, tertutup. Terakhir sebelum hilang pernah mengeluh pusing karena belum makan, dan saya ajak pulang untuk makan di rumah (wali kelas),” kata Wijayanti, Rabu (3/6/2015).

Menurut Wijayanti, Engeline yang masuk sekolah siang hari sering terlambat. Selain itu badannya lusuh dan bau kotoran. Engelin pernah menangis dan mengaku harus memberi puluhan ayam, anjing dan kucing milik ibu angkatnya.

Engeline juga sering dimandikan dan rambutnya dicuci oleh gurunya karena tubuhnya kotor.

Dibunuh 3 hari sebelum ulang tahunnya

Engeline dibunuh pada 16 Mei 2015. Hal tersebut terungkap dari persidangan. Di hari kejadian, Margriet memukuli Engeline berkali-kali di bagian wajah dengan tangan kosong.

Akibatnya pukulan tersebut hidung dan telingan Engeline mengeluarkan darah.

Setelah itu Margriet menyuruh pembantunya, Agus Tay untuk menguburkan mayat Engeline dengan iming-iming uang Rp 200 juta.

Margriet pun menyuruh Agus untuk menyalakan rokok dan menyudutkannya ke tubuh Engeline.

Setelah dipastikan tewas, mayat Engeline dikubur ke lubang di dekat kandang ayam.

Atas kasus tersebut, Agus Tay divonis 12 tahun penjara dengan denda Rp 1 miliar (subsider 6 bulan penjara) pada Selasa, 2 Februari 2016.

Dua hari kemudian, Margriet dituntut dengan penjara seumur hidup.

https://denpasar.kompas.com/read/2022/06/16/060600878/mengenang-engline-bocah-8-tahun-yang-dibunuh-sadis-di-bali-tujuh-tahun-lalu

Terkini Lainnya

Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
 Jember Borong 5 Penghargaan dalam Sepekan
Jember Borong 5 Penghargaan dalam Sepekan
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com