Salin Artikel

KPK Soroti Tambang Galian C Ilegal di Bali, Ada Indikasi Korupsi

DENPASAR, KOMPAS.com - Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti sejumlah tambang galian C ilegal di sejumlah titik di wilayah Bali. Keberadaan tambang galian C ilegal itu dinilai berpotensi menimbulkan korupsi.

Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Korsup Wilayah V KPK, Dian Patria mengaku terkejut dengan keberadaan tambang galian C ilegal yang tersebar di beberapa kabupaten di Bali.

Menurut dia, keberadaan tambang ilegal tersebut seolah-olah tidak bisa tersentuh karena diduga dimiliki oleh pengusaha besar yang memiliki pengaruh di wilayah setempat.

"Tambang ini bicara uang besar, effort-nya tidak besar, nyangkut-nyangkut dapat pak ya, bisa pinjaman bank. Biasanya ada potensi kolusi besar, potensi gratifikasi, mungkin di Bali ketidakpatuhan karena ada penguasaan oleh penguasa setempat, orang-orang besar, yang sulit ditertibkan," kata Dian kepada wartawan, Senin (27/6/2022).

Dian mengatakan, ada ketidaksinkronan data antara pemerintah pusat dan daerah terkait jumlah tambang galian C yang tersebar di Kabupaten Klungkung, Bangli, dan Karangasem.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (ESDM) mencatat ada 27 titik tambang di Bali, tetapi baru izinnya eksplorasi dan belum ada aktivitas pertambangan atau eksploitasi.

Sementara data dari Dinas Ketenagakerjaan dan ESDM Provinsi Bali menyebutkan ada 93 titik dan hanya 50 yang aktif. Sedangkan, dari temuannya di lapangan, justru mendapat data yang berbeda.

"Sekarang kami ke lapangan, Klungkung bilang kami ada 16 titik di sini, Karangasem bilang kami ada 48 di sini, sudah lebih dari 50 kan? Dan Karangasem bilang sebagian besar tidak berizin. Saya belum berbicara Bangli dan yang lain. Dapat diduga saya rasa di atas 50 tidak berizin," kata dia.

Masih dari hasil penelusurannya, Dian menyebut, terdapat galian yang berada di kawasan yang dianggap sakral oleh masyarakat setempat.


Selain itu, ada juga galian C di atas tanah pribadi, tapi masuk dalam kawasan yang tidak diperbolehkan melakukan kegiatan tambang.

Ia menuturkan, maraknya tambang-tambang ini karena ada permintaan dari luar Bali, khususnya dari Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB). Satu perusahaan biasanya bisa mengirim dua sampai tiga tongkang meterial galian C.

"Yang perlu juga kita antisipasi dengan adanya Tol Mengwi-Gilimanuk, pasti banyak kebutuhan, harus dikontrol galian C. Jangan sekadar mata duitan alam rusak begitu kira-kira," kata dia.

Ia mengatakan, keberadaan tambang-tambang ini sangat berpotensi menimbulkan KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme). Karena itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan instasi terkait untuk menertibkan tambang-tambang ilegal ini agar menimbulkan efek jera.

Pada kesempatan yang sama, Koordinator Perencanaan dan Pelaporan Sekretaris Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM Nelyanti Siregar mengatakan, ketidaksesuaian data ini karena ada perubahan regulasi.

Sebelumnya, semua perizinan tambang terpusat di Kementerian ESDM berdasarkan UU No 3 Tahun 2020.

Lalu, ada perubahan dengan munculnya Perpres nomor 5 Tahun 2020 tentang Perizinan Tambang Dikembalikan ke Pemerintahan Provinsi.

"Tadi kami dapat informasi ternyata ada 50 (galian C) yang aktif sampai Juni ini, Jadi intinya tadi ada perbedaan data. Sekarang mau menyamakan data," kata dia.

Ia memberi waktu dua minggu kepada Pemprov Bali untuk menuntaskan data tambang di seluruh Pulau Dewata.

Data tersebut direkam dalam aplikasi minerba one data Indonesia atau Modi sehingga dapat mendeteksi titik yang legal dan mana yang ilegal.

"Kami mengharapkan setiap provinsi, semua data perizinan, semua data terintegrasi di Modi, semua data di Modi yang kami anggap valid," katanya.

Diketahui, tambang galian C ilegal ini dibahas dalam rapat koordinasi lintas sektor tentang Koordinasi Sektor Pertambangan Wilayah Bali di Wiswa Sabha Kantor Gubernur Bali, Senin (27/6/2022).

Rapat tersebut dihadiri lintas sektor mulai dari KPK, ESDM, BKSDA, Dinas Lingkungan Hidup, para Sekda seluruh Bali, unsur perpajakan, Dinas Perizinan dan seluruh stakeholder terkait lainnya.

https://denpasar.kompas.com/read/2022/06/27/211851178/kpk-soroti-tambang-galian-c-ilegal-di-bali-ada-indikasi-korupsi

Terkini Lainnya

Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
 Jember Borong 5 Penghargaan dalam Sepekan
Jember Borong 5 Penghargaan dalam Sepekan
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com