Salin Artikel

Dituding Melanggar HAM terkait Kematian WN Peru Tahanan Kasus Narkoba, Ini Kata Polda Bali

Kasus ini kembali mencuat ke publik usai organisasi Transgender dan Hak Asasi Manusia (HAM) di Peru mengunggah sejumlah pernyataan melalui akun instagram Diversidades Trans Masculinas (DTM), @diversidadestm.

Dalam pernyataan itu, mereka menuduh Polda Bali melakukan tindakan sewenang-wenang karena menahan rekan korban berinisial SM, tanpa dasar hukum.

Padahal, SM datang ke Bali lebih awal dan hanya mendampingi VVRDP saat menjalani pemeriksaan di Polda Bali.

Selain itu, polisi disebut sempat berupaya melakukan pemerasan terhadap dua aktivis HAM di negara asalnya itu, senilai 100.000 dolar Amerika Serikat agar bebas dari jeratan hukum.

Berikutnya, polisi melakukan pelanggaran HAM karena tidak mengizinkan VVRDP dan SM, untuk mengakses kesehatan, didampingi pengacara, dan mendapatkan informasi.

Bahkan, setelah kematian VVRDP, polisi juga tidak mengizinkan otopsi sehingga tidak mengetahui pemicu kematian.

Kabid Humas Polda Bali Kombes Stefanus Satake Bayu Setianto membantah, seluruh tudingan tersebut.

Bayu menegaskan, pihaknya tidak pernah meminta uang kepada VVRDP dan SM agar bisa bebas dari jeratan hukum, baik saat penyerahan oleh pihak Bea dan Cukai maupun selama proses penyidikan di Kantor Ditresnarkoba Polda Bali.

"Terkait dengan adanya pernyataan di mana pihak polisi meminta uang untuk dapat bebas, semua itu tidak benar adanya," kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (26/8/2022).

Ia menuturkan, VVRDP ditahan usai ditangkap petugas Bea Cukai karena kedapatan membawa ganja di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Tuban, Badung, pada Sabtu (6/8/2022).

Sebelum digiring ke Mapolda Bali, VVRDP dibawa Rumah Sakit Bhayangkara Denpasar untuk menjalani tes kesehatan.

Selama menjalani pemeriksaan, VVRDP tidak ditahan di sel tahanan melainkan di ruang penyidik.

Sedangkan SM bukan ditahan, melainkan diizinkan mendampingi dan menenangkan VVRDP selama proses pemeriksaan.

"Selama berada di Kantor Ditresnarkoba Polda Bali, VVRDP diberikan kesempatan untuk berkomunikasi dengan pihak keluarga untuk dapat menunjuk sendiri penasehat hukum yang akan mendampinginya selama proses penyidikan yang akan dilakukan," kata dia.


Bayu juga membantah Polda Bali tidak mengizinkan otopsi. Sebab, usai VVRDP dinyatakan meninggal, pihak keluarga membuat surat permohonan untuk tidak melakukan otopsi.

Surat tersebut ditandatangani perwakilan keluarga bernama Ana Asuncion Ventosilla Villanueva, yang merupakan ibu kandung VVRDP.

Seperti diketahui, VVRDP diamankan pihak petugas Bea Cukai Ngurah Rai karena kedapatan membawa ganja dengan berat bersih 231,65 gram yang disimpan di dalam koper, Sabtu (6/8/2022) sekitar pukul 18.30 WITA.

Barang terlarang tersebut dikemas dalam dua butir pil kuning dengan tulisan contains thcyl, satu bungkus kemasan plastik merah dengan tulisan skittles berisi 19 permen jeli dan dua plastik bening berisi kue brownis.

Petugas Bea Cukai selanjutnya menyerahkan VVRDP ke Ditresnarkoba Polda Bali untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.

Pada Senin (8/8/222) sekitar pukul 23.00 Wita, VVRDP mengalami sakit perut dan muntah-muntah usai mengonsumsi obat untuk mencegah depresi.

Obat yang dikonsumsinya itu diketahui merupakan obat medis dan lengkap dengan surat keterangan dokter.

Petugas lalu melarikan korban ke Rumah Sakit Bhayangkara untuk mendapat perawatan medis.

Karena kondisinya tak kunjung stabil, korban dirujuk ke RS Prof Ngoerah Denpasar pada Selasa (9/8/2022) pukul 05.00 Wita.

Setelah tiga hari dirawat, korban dinyatakan meninggal pada Kamis (11/8/2022) pukul 15.15 Wita.

https://denpasar.kompas.com/read/2022/08/26/213734478/dituding-melanggar-ham-terkait-kematian-wn-peru-tahanan-kasus-narkoba-ini

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke