Salin Artikel

Logu Senhor, Tradisi Portugis dalam Perayaan Jumat Agung di Desa Sikka

KOMPAS.com - Logu Senhor menjadi salah satu perayaan Hari Jumat Agung, atau dalam bahasa Sikka Krowe disebut Sexta Vera.

Tradisi Logu Senhor dilakukan oleh umat Katolik Keuskupan Maumere di Kampung Sikka, Kecamatan Lela, Kabupaten Sikka, Pulau Flores, Provinsi NTT.

Tradisi ini merupakan tradisi tua yang mendapat dibawa seorang pastor Portugis ke desa Sikka.

Adapun perayaan Logu Senhor pada perayaan Hari Jumat Agung sudah dilakukan sejak tahun 1960.

Apa itu Logu Senhor?

Logu Senhor memiliki arti berjalan di bawah usungan usungan Salib Senhor sambil membawa lilin yang bernyala di tangan sembari membuat permohonan atau berdoa dalam hati.

Dilansir dari laman flores.tribunnews.com, Salib Yesus yang digunakan dalam prosesi Logu Senhor menyimpan nilai sejarah.

Salib Yesus tersebut dibawa dari Portugis oleh Raja Sikka,Don Alexius Ximenes da Silva yang lebih akrab dipanggil Don Alesu pada tahun 1600.

Salib sepanjang 75 centimeter itu semula disimpan di sakristi. Namun sekarang saib tersebut disimpan di Kapela Senhor yang letaknya sebelah kiri Gereja Sikka.

Salib Yesus tersebut yang kemudian diletakkan di atas sebuah tandu akan diusung empat petugas pengusung pada saat Logu Senhor dihelat.

Prosesi Logu Senhor

Dikutip dari laman kupang.antaranews.com prosesi Logu Senhor dilakukan dengan mengikuti tiga Irmida.

Pertama adalah Irmida I Yesus Dihukum Mati yang berlokasi di halaman depan Kantor Desa Sikka, kemudian Irmida II Simon dari Kirene Dipaksa Memikul Salib Yesus yang berlokasi di halaman Lepo Gete, dan Irmida III Yesus Wafat di Salib yang berlokasi di halaman depan Pastoran Paroki Sikka.

Dalam tradisi tersebut, biasanya para peserta akan mengenakan pakaian serba hitam sebagai simbol berkabung akan Tuhan Yesus yang telah wafat.

Sejarah tradisi Logu Senhor

Dikutip dari pemberitaan Kompas.com (23/04/2019), budayawan Desa Sikka, Orestis Parera menuturkan sejarah tradisi Logu Senhor.

Parera menceritakan bahwa sejarah tradisi Logu Senhor dimulai dari abad ke-15 sampai awal abad ke-16.

Saat itu wilayah Sikka dipimpin seorang bernama Moang Baga Ngang yang mempunyai 3 orang putra yaitu Moang Lesu, Moang Korung, dan Moang Keu.

Dari ketiga putra Moang Baga Ngang, Moang Lesu lebih menonjol, dalam hal wawasan dan kehidupan masyarakat Sikka mulai dari kelahiran, kehidupan, dan penyakit.

Hal ini tersirat dalam syair bahasa Sikka yang berbunyi, "Niang ei Beta Mate Tanah ei Herong Potat Mate Due Rate Rua Potat Due Leda Telu. Blutuk Niu Nurak di Mate Blupur Odo Korak di Potat Teri di Mate Era di Potat".

Syair tersebut mengungkap bahwa dunia ini tidak kekal abadi. Setiap ada kehidupan pasti ada kematian. Kematian tidak dibatasi umur. Yang bayi pun mati, yang tua renta pun mati. Kapan saja kematian itu pasti ada.

Moang Lesu kemudian memikirkan dan mencari kemungkinan di dunia ini ada tempat, kampung, dan pulau yang tidak ada penderitaan dan kematian.

Dengan pemikiran tersebut, Moang Lesu kemudian mengembara mencari tanah tersebut yang dalam bahasa Sikka disebut sebagai "Tanah Moret".

Moang Lesu pergi keluar dari Sikka menuju wilayah utara tepatnya di Pelabuhan Waidoko Maumere yang menjadi tempat persinggahan atau berlabuhnya kapal-kapal dagang dari Bugis, Buton, Makassar, Bonerate, dan Portugis dari tanah Malaka.

Di pelabuhan Waidoko, Moang Lesu bertemu dengan seorang anak buah kapal dagang Portugis yang bernama Dzogo Worilla.

Kepada Dzogo Worila ia bertanya, apakah di tanah mereka tidak ada kematian, yang dijawab Worila bahwa di dunia ini manusia yang lahir, hidup dan pasti berakhir dengan kematian.

Namun untuk mendapat kepastian akan jawaban itu, Moang Lesu diajak untuk bersama-sama berlayar menuju tanah Malaka bersama Dzogo Worila.

Ketika Moang Lesu sampai di Malaka, ia bertemu dengan Gubernur Malaka dan menyampaikan maksud kedatangannya yaitu mencari "Tanah Moret".

Gubernur Malaka pun menanggapi penyampaian Moang Lesu bahwa ada kehidupan yang bahagia dan kekal setelah kematian di dunia ini.

Untuk mendapatkannya, Moang Lesu harus mengikuti persyaratan-persyaratan yakni membangun gereja dan mengikuti ajaran-ajaran gereja.

Moang Lesu pun menyetujui persyaratan-pesyaratan tersebut dan mengikuti pelajaran Agama Katolik, pelajaran ilmu politik, dan pemerintahan selama 3 tahun.

Moang Lesu kemudian dibaptis dengan nama Don Alexius Ximenes da Silva dan dilantik menjadi Raja Sikka oleh Gubernur Tanah Malaka.

Setelah 3 tahun ia di Malaka, Moang Lesu kemudian memutuskan untuk kembali ke Sikka.

Sebelum pulang, Moang Lesu menghadiahkan Gubernur Malaka sejumlah emas dan wewangian yang dalam bahasa Sikka disebut "ambar menik" (muntahan ikan paus).

Sebaliknya, Gubernur Malaka menghadiahkan Moang Lesu sebuah Salib Senhor, Patung Meninung (Patung Kanak-kanak Yesus sebagai Raja), Tugur Griang (panji yang bergambar orang kudus), Regalia kerajaan, dan sejumlah batang gading berukuran besar dan sedang. S

Sekitar tahun 1960, Moang Lesu pun pulang ke Sikka dan didampingi seorang guru agama berkebangsaan Portugis bernama Agustino Morenho.

Setibanya di Sikka, Agustino Morenho kemudian menyelenggarakan upacara pengukuhan kembali Moyang Lesu menjadi Raja Sikka. Agustino Morenho juga mulai mengajar iman Katolik kepada keluarga Raja Sikka.

Ia memimpin upacara Liturgi Gereja yaitu Liturgi Logu Senhor pada hari raya Jumat Agung yang dalam bahasa Sikka disebut "Sexta Vera".

Agustino Morenho menerangkan bahwa Logu Senhor berarti berjalan di bawah usungan Salib Senhor sambil membawa lilin yang bernyala seraya menyampaikan doa dan keinginan dalam hati yang semoga dikabulkan oleh Tuhan Yesus yang menderita dan wafat di salib hari itu.

Para peserta Logu Senhor memberikan kesaksian iman bahwa dengan mengikuti upacara ini, Tuhan mengabulkan doa dan permohonan mereka.

Sejak saat itulah upacara Logu Senhor dilaksanakan pada perayaan Jumat Agung setiap tahunnya.

Parera juga menuturkan bahwa pada trdisi Logu Senhor sempat ditiadakan oleh para Imam Jesuit yang menjadi pastor paroki Sikka.

Namun, berdasarkan kesepakatan umat dan persetujuan pastor paroki maka Logu Senhor kembali dilaksanakan seperti biasa dan bertahan sampai saat ini.

Sumber:
ntt.kemenag.go.id  
kikomunal-indonesia.dgip.go.id  
kupang.antaranews.com  
flores.tribunnews.com 
travel.kompas.com  (Kontributor Maumere, Nansianus Taris, I Made Asdhiana)

https://denpasar.kompas.com/read/2022/12/15/153711478/logu-senhor-tradisi-portugis-dalam-perayaan-jumat-agung-di-desa-sikka

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke