Salin Artikel

Makna Hari Raya Galungan dan Kuningan serta Rangkaian Perayaannya

KOMPAS.com - Hari Raya Galungan dan Hari Raya Kuningan adalah hari besar yang dirayakan oleh umat Hindu.

Penentuan waktu jatuhnya Hari Raya Galungan dan Kuningan mengacu pada hitungan Kalender Saka Bali.

Kedua hari raya ini memiliki makna yang berbeda, dan memiliki rangkaian perayaan tersendiri.

Lantas, apa makna Hari Raya Galungan dan Kuningan serta bagaimana rangkaian perayaannya?

Hari Raya Galungan

Dikutip dari laman Desa Sangeh Kabupaten Badung, kata Galungan diambil dari bahasa Jawa Kuna yang berarti bertarung. Galungan juga disebut juga “dungulan” yang artinya menang.

Hari Raya Galungan dalam Kalender Saka Bali jatuh setiap Buda Kliwon wuku Dungulan dan di Jawa wuku yang kesebelas dikenal dengan sebutan wuku Galungan.

Dilansir dari laman Disperkimta Kabupaten Buleleng, perayaan Galungan bermakna dari sebagai hari perayaan kemenangan Dharma (kebenaran) melawan Adharma (kejahatan).

Pada perayaan Galungan, umat Hindu mengikuti persembahyangan untuk menghaturkan rasa syukur kepada Sanghyang Widhi Wasa atas terciptanya dunia serta segala isinya.

Hari Raya Kuningan

Hari Raya Kuningan atau sering disebut juga Tumpek Kuningan jatuh 10 hari setelah perayaan Galungan.

Pada Hari Raya Kuningan umat Hindu akan melakukan pemujaan kepada para Dewa, Pitara untuk memohon keselamatan, kedirgayusan, perlindungan dan tuntunan lahir batin.

Diyakini para Dewa, Bhatara, diiringi oleh para Pitara turun ke bumi pada hari ini hanya sampai tengah hari saja.

Oleh karenanya pelaksanaan upacara dan persembahyangan pada Hari Raya Kuningan dilakukan hingga tengah hari saja.

Rangkaian Hari Raya Galungan dan Kuningan

Dilansir dari laman tribunnews.com, berikut adalah rangkaian perayaan Hari Raya Galungan dan Kuningan

1. Tumpek Wariga

Tumpek Wariga jatuh 25 hari sebelum Galungan pada Saniscara Kliwon wuku Wariga.

Pada hari Tumpek Wariga dilakukan pemujaan pada Sang Hyang Sangkara sebagai Dewa Kemakmuran dan Keselamatan Tumbuh-tumbuhan dengan menghaturkan banten (sesaji) yang berupa bubuh (bubur) sumsum berwarna.

2. Sugihan Jawa

Sugihan Jawa jatuh pada hari Kamis Wage wuku Sungsang.

Sugihan Jawa berasal dari 2 kata, yaitu Sugi (bersih, suci) dan Jawa (luar) yang bermakna sebagai hari pembersihan atau penyucian segala sesuatu yang berada di luar diri (Bhuana Agung).

Pada hari ini, umat Hindu melakukan upacara Mererebu atau Mererebon untuk menetralisir segala sesuatu yang negatif di luar diri manusia yang disimbolkan dengan pembersihan Merajan dan rumah.

3. Sugihan Bali

Sugihan Bali jatuh pada hari Jumat Kliwon wuku Sungsang.

Sugihan Bali adalah penyucian atau pembersihan di dalam diri sendiri (Bhuana Alit).

Pada hari ini, umat Hindu melakukan pembersihan secara fisik dengan cara mandi.

Selain itu, mereka juga akan memohon Tirta Gocara kepada Sulinggih sebagai simbol penyucian jiwa raga untuk menyambut Galungan yang sudah semakin dekat.

4. Hari Penyekeban

Hari Penyekeban jatuh pada hari Minggu Pahing wuku Dungulan.

Hari Penyekeban bertujuan untuk “nyekeb indriya”, yang berarti mengekang diri agar tidak melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan oleh agama.

5. Hari Penyajan

Hari Penyajan jatuh pada hari Senin Pon wuku Dungulan.

Penyajan berasal dari kata dalam bahasa Bali yaitu Saja yang artinya benar atau serius.

Menurut kepercayaan, pada hari ini umat Hindu akan digoda oleh Sang Bhuta Dungulan sebagai ujian tingkat pengendalian untuk melangkah lebih dekat menuju Galungan.

6. Hari Penampahan

Hari Penampahan jatuh sehari sebelum Galungan, tepatnya pada hari Selasa Wage wuku Dungulan.

Umat Hindu akan disibukkan dengan pembuatan penjor dan menyembelih babi yang dagingnya akan digunakan sebagai pelengkap upacara Galungan.

Pada Hari Penampahan ini masyarakat Hindu di Bali pada umumnya percaya bahwa para leluhur akan mendatangi sanak keturunannya yang ada di dunia.

Sehingga mereka akan membuat suguhan khusus yang ditujukkan kepada leluhur yang “menyinggahi” mereka di rumahnya masing-masing.

7. Hari Raya Galungan

Upacara Galungan dimulai dari melakukan persembahyangan di rumah masing-masing hingga ke Pura yang ada di lingkungannya.

Bagi umat Hindu yang memiliki anggota keluarga yang masih berstatus Makingsan di Pertiwi (mapendem/dikubur), maka mereka wajib membawakan banten ke kuburan yang dikenal dengan Mamunjung ka Setra Kuburan.

8. Hari Umanis Galungan

Umanis Galungan jatuh pada hari Kamis Umanis wuku Dungulan.

Pada umanis Galungan, umat Hindu akan melaksanakan persembahyangan, yang dilanjutkan dengan Dharma Santi dan saling mengunjungi sanak saudara.

Anak-anak juga akan melakukan tradisi Ngelawang dengan menarikan barong disertai gambelan dari pintu rumah penduduk satu ke yang lainnya.

Kemudian penduduk yang mempunyai rumah tersebut akan keluar sambil membawa canang dan sesari/uang.

Tarian barong ini dipercaya masyarakat setempat dapat mengusir aura negatif dan mendatangkan aura positif.

9. Hari Pemaridan Guru

Pemaridan Guru jatuh pada hari Sabtu Pon wuku Galungan.

Pemaridan Guru berasal dari kata Marid atau Memarid yang artinya ngelungsur/nyurud (memohon) dan Guru adalah Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

10. Ulihan

Ulihan jatuh pada hari Minggu Wage wuku Kuningan.

Kata Ulihan artinya pulang atau kembali yang bermakna hari kembalinya para dewata-dewati dan leluhur ke kahyangan dengan meninggalkan berkat dan anugerah panjang umur.

11. Hari Pemacekan Agung

Hari Pemacekan Agung jatuh pada hari Senin Kliwon wuku Kuningan.

Pemacekan berasal dari kata pacek yang artinya tekek atau tegar, dalam bahasa Bali.

Makna Pemacekan Agung adalah sebagai simbol keteguhan iman umat manusia atas segala godaan selama perayaan hari Galungan.

12. Hari Kuningan

Hari Suci Kuningan identik dengan penggunaan warna kuning dan persembahyangan yang harus sudah selesai sebelum jam 12 siang.

Menurut kepercayaan Hindu, persembahan dan persembahyangan setelah jam 12 siang hanya akan diterima Bhuta dan Kala, karena para Dewata semuanya telah kembali ke Kahyangan.

13. Hari Pegat Wakan

Pegat Wakan jatuh pada hari Rabu Kliwon wuku Pahang, atau sebulan setelah Galungan.

Hari Pegat Wakan menjadi rangkaian terakhir dari perayaan Galungan dan Kuningan.

Pegat Wakan dilaksanakan dengan cara melakukan persembahyangan dan mencabut penjor yang akan dibakar dan abunya ditanam di pekarangan rumah.

Sumber:
tribunnews.com  
disperkimta.bulelengkab.go.id  
desasangeh.badungkab.go.id  
desamengwi.badungkab.go.id

https://denpasar.kompas.com/read/2023/01/04/074700578/makna-hari-raya-galungan-dan-kuningan-serta-rangkaian-perayaannya

Terkini Lainnya

Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com