Salin Artikel

Ratusan Ekor Babi yang Mati di Buleleng Disebut karena Virus Kolera

"Dokter hewan perusahaan sudah melakukan pemeriksaan dan penyebabnya karena Hog Cholera (HC), bukan African Swine Fever (ASF)," ujar Kepala Pelaksana PT ABS Made Suyasa, dikonfirmasi Kamis (4/5/2023).

Gejala penyakit kolera itu ditemukan pada ternak babi yang mati. Penyakit itu menyerang babi berusia muda atau anakan berusia sekitar dua bulan.

Ia menambahkan, ratusan babi yang mati terjangkit penyakit itu juga terdampak cuaca. Ternak tersebut tidak kuat dengan perubahan cuaca karena didatangkan dari luar daerah.

"Ada juga yang mati karena tidak kuat dengan cuaca. Karena bibitnya datang dari wilayah Kabupaten Gianyar dan Bangli," imbuhnya.

Kematian tersebut terjadi bukan seketika. Melainkan bertahap sejak pertengahan bulan Januari lalu.

"Babi ada yang mati mulai dari awal masuk kandang yakni pertengahan Januari, sampai akhir Maret. Matinya tidak seketika, tapi bertahap. Ada sekitar 400-an babi yang mati," ujarnya.

Sebanyak 250-an ekor babi mati sepanjang bulan Januari hingga Februari. Kemudian disusul 150-an ekor babi yang mati periode Maret.

Sisa babi yang masih hidup sebanyak sekitar 1.100-an ekor kemudian dijual oleh perusahaan, pada akhir bulan Maret 2023. Sebelum dijual babi terlebih dahulu diperiksa kesehatannya.

Menurutnya seluruh babi yang dijual dalam keadaan sehat, dan aman dari virus.

Babi yang mati, kata Suyasa, kemudian dikremasi. Hal itu sesuai dengan prosedur dari Dinas Peternakan. Tujuannya untuk mematikan virus yang ada di bangkai babi.

"Dari petunjuk dinas peternakan harus dibakar, untuk mematikan virus (di babi)," katanya.

Diberitakan sebelumnya, ratusan ekor babi di Desa Bila, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, mati mendadak diduga karena terjangkit virus.

Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng, Made Suparma mengatakan, ada sekitar 600-an ekor babi yang dilaporkan mati.

Penyebab kematian babi dalam jumlah besar ini sempat menjadi misteri Sebab pihak perusahaan tidak melaporkan kejadian ini ke Dinas Pertanian.

Untuk mengetahui penyebab kematian babi itu, pihaknya akan meminta Balai Besar Veteriner Denpasar melakukan pengecekan ke lokasi.

Dinas Pertanian Buleleng sendiri tidak bisa mengambil sampel babi yang mati karena bangkai babi sudah dikubur oleh perusahaan.

"Bangkai sudah dalam kondisi rusak karena dikubur. Kami tidak bisa mengambil sampelnya," kata dia.

https://denpasar.kompas.com/read/2023/05/04/183224378/ratusan-ekor-babi-yang-mati-di-buleleng-disebut-karena-virus-kolera

Terkini Lainnya

Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
 Jember Borong 5 Penghargaan dalam Sepekan
Jember Borong 5 Penghargaan dalam Sepekan
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com