Salin Artikel

Alasan Sopir Taksi Palak WN Singapura di Bali, Terdesak karena Belum Dapat Penumpang

BADUNG, KOMPAS.com - KEP (40), sopir taksi yang memalak turis perempuan warga negara Singapura, berinisial CT (31), sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi.

Kepada polisi, pria asal Kintamani, Bangli, Bali, itu terpaksa melakukan aksinya karena terdesak akibat seharian belum mendapat penumpang.

"Spontanitas saja karena keadaan terdesak. (Seharian belum dapat penumpang) enggak dapat sama sekali," kata dia saat diinterogasi oleh Kepala Polisi Resor (Polres) Badung AKBP Teguh Priyo Wasono di depan wartawan pada Rabu (21/6/2023).

KEP mengaku sudah empat bulan bekerja sebagai sopir taksi konvensional dan baru pertama kali melakukan aksi pemalakan.

Atas kejadian ini, dia juga mengaku sangat menyesali perbuatannya dan meminta maaf, baik kepada pelaku pariwisata maupun sesama sopir transportasi umum.

"Saya sangat menyesal dan saya tidak akan mengulangi lagi dan mohon maaf apa yang sudah saya lakukan khususnya masyarakat Bali kepada pecinta pelaku pariwisata saya minta maaf dan menyesal kepada seluruh driver online dan offline saya minta maaf," kata dia.

Sebelumnya diberitakan, KEP ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pemerasan dan perbuatan tidak menyenangkan.

Dia dijerat dengan Pasal 368 KUHP dengan ancaman pidana maksimal 9 tahun penjara atau Pasal 335 KUHP dengan ancaman penjara paling lama 1 tahun penjara.

Kasus ini berawal ketika KEP didatangi salah satu staf vila yang memberitahukan ada tamu chek-out dan hendak berangkat menuju Bandara Ngurah Rai, Badung, Bali.

Selanjutnya, KEP menawarkan jasanya ke turis asing tersebut dengan biaya Rp 270.000. Akan tetapi ditolak oleh korban karena hanya ingin mengunakan taksi online.

Selang beberapa menit, taksi online datang menjemput turis tersebut. Pelaku lalu tidak mengizinkan sopir taksi online itu untuk jalan mengantar korban.

Dia beralasan di wilayah tersebut sudah memiliki ketentuan bahwa taksi online tidak diperkenankan untuk menjemput penumpang.

Dia kemudian meminta uang Rp 150.000 kepada korban apabila tetap ingin menggunakan taksi online tersebut.

Setelah tawar menawar, pelaku akhirnya menerima uang Rp 100.000 dari korban dan membiarkannya berangkat mengunakan taksi online.

https://denpasar.kompas.com/read/2023/06/21/170506578/alasan-sopir-taksi-palak-wn-singapura-di-bali-terdesak-karena-belum-dapat

Terkini Lainnya

Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
 Jember Borong 5 Penghargaan dalam Sepekan
Jember Borong 5 Penghargaan dalam Sepekan
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com