Salin Artikel

Imigrasi Sebut Rekaman CCTV Dugaan WN Australia Dipalak di Bali Sudah Terhapus

Hal tersebut diketahui usai Imigrasi melakukan investigasi terkait pernyataan turis asing itu yang mengaku dipalak 1.500 dollar Australia atau sekitar Rp 15,5 juta karena paspornya rusak atau kotor.

Kelapa Divisi Keimigrasian Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali, Barron Ihsan, menjelaskan pihaknya sudah berupaya mencari rekaman CCTV waktu kejadian sesuai pengakuan turis asing itu yakni 5 Juni 2023.

Namun, pihak Airport Operation Center (AOC) Angkasa Pura Bandara Ngurah Rai menyebut rekaman CCTV tersebut sudah otomatis terhapus karena melewati batas waktu yakni 30 hari.

"CCTV yang kami cari itu sudah lewat dari 30 hari, karena kami baru mencari CCTV itu setelah kasus itu meledak di atas tanggal 9 Juli 2023. sudah lewat dari 30 hari sehingga Angkasa Pura mengeluarkan pernyataan ini bahwa itu tidak bisa lagi diambil rekaman CCTV-nya karena secara otomatis sudah hangus," kata dia kepada wartawan pada Rabu (12/7/2023).

Baron mengatakan, pihaknya mulai melakukan investigasi usai media di Australia memuat pengakuan Warga Negara Asing tersebut pada Minggu (9/7/2023).

Dari hasil pemeriksaan, WNA ini bersama ibunya bernama Theresa Yosefa Sutherland, tercatat mendarat di Bali mengunakan pesawat Batik Air OD178 dari Melbourne, Australia, pada 5 Juli 2023.

Mereka datang ke Indonesia mengunakan Visa on Arrival (VoA). Keduanya berlibur di Bali selama lima lima hari dan pulang ke negara asalnya pada 10 Juni 2023.

Sementara, kejadian dugaan pemalakan ini terjadi berawal ketika WNA tersebut menjalani pemeriksaan dokumen perjalanan keimigrasian di konter 7 Terminal Kedatangan Internasional Bandara Ngurah Rai.

Saat itu, petugas mendapati paspor dengan nomor PA2925325 milik WNA tersebut mengalami kerusakan pada lembar biodata karena terkena zat cairan. Dia lalu digiring ke ruang Imigrasi setempat untuk diperiksa secara mendalam.

"Jadi perlu saya luruskan ruang yang disampaikan Monique di media Australia itu adalah ruangan resmi Imigrasi. Ruangan yang memang diperuntukkan untuk melakukan pemeriksaaan mendalam terhadap penumpang yang bermasalah yang akan masuk ke Indonesia," kata Baron.

Baron mengatakan, ada tiga orang petugas Imigrasi yang melakukan pemeriksaan, sedangkan WNA tersebut didampingi oleh seorang petugas Ground Handling Batik Air atas nama Andreas.

Sebenarnya, kata Baron, pihak maskapai sudah mengingatkan WNA tersebut bahwa paspornya itu tidak layak untuk terbang. Namun, dia tetap ngotot lantaran sudah terlanjur reservasi hotel dan biaya liburannya ke Bali.

"Berdasarkan hasil BAP yang sudah kami lakukan, terhadap tiga orang petugas pendaratan pada saat itu. Mereka menyatakan apa yang disampaikan Monique itu tidak benar, meraka sama sekali tidak ada meminta uang atau menerima uang dari Monique sejumlah berapa pun," kata dia.

"Ini diperkuat oleh BAP dan surat pernyataan dari petugas Ground Handling Batik Air yang pada saat itu mendampingi petugas kami melakukan pendaratan terhadap Monique," sambungnya.

Baron mengatakan, pihaknya sudah berupaya menghubungi Monique melalui telepon, WhatsApp, dan e-mail, namun hingga kini belum ada respons.

Oleh sebab itu, pihaknya untuk sementara menyimpulkan bahwa kasus dugaan pemalakan terhadap WNA ini tidak dapat dipertanggungjawabkan.

"Kami Imigrasi Bali menyatakan bahwa statement yang diberikan yang bersangkutan di media Australia ini untuk saat ini sementara dinyatakan tidak bisa dipertanggungjawabkan," kata dia.

"Saya nggak bilang pernyataan ini salah dan saya tidak membantah pernyataannya dia namun karena yang bersangkutan belum bisa dihubungi," kata dia.

Baron menegaskan, pihaknya tidak menutup kemungkinan akan kembali melakukan investigasi apalagi WNA tersebut kooperatif dan bisa menunjukkan bukti atas tandingannya tersebut.

"Kami tetap terbuka apabila yang bersangkutan memang bersedia untuk berkorespondensi dengan kami atau berhubungan via telpon dengan kami dan melampirkan buktinya di kemudian hari bahwa memang peristiwa ini ada kami akan bukan lagi kasus ini," kata dia.

https://denpasar.kompas.com/read/2023/07/12/152912978/imigrasi-sebut-rekaman-cctv-dugaan-wn-australia-dipalak-di-bali-sudah

Terkini Lainnya

Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
 Jember Borong 5 Penghargaan dalam Sepekan
Jember Borong 5 Penghargaan dalam Sepekan
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com