Namun, beberapa turis yang datang, melanggar aturan dan melakukan hal tak seharusnya.
Keberadaan 'turis nakal' di Bali bahkan menjadi perhatian pemerintah pusat dan daerah.
Ulah para Warga Negara Asing (WNA) nakal ini pun beragam. Mulai dari melanggar tata tertib berlalu lintas, menodai tempat suci atau sakral, melakukan tindak pidana, ada pula yang bekerja secara ilegal.
Data deportasi
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwil) Kemenkumham Bali mencatat ada 176 orang WNA yang sudah dideportasi terhitung sejak Januari hingga 10 Juli 2023.
Tiga negara dengan jumlah WNA yang paling banyak dideportasi yakni Rusia sebanyak 47 orang, Britania Raya dan Amerika Serikat masing-masing 12 orang.
"Pelanggaran didominasi melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan tujuan kedatangannya ke Indonesia atau bekerja ilegal, overstay dan pelanggaran hukum lainnya," kata Kepala Kanwil Kemenkumham Bali Anggiat Napitupulu, Jumat (14/7/2023).
"Contohnya ada kemarin investor tapi dia melakukan pekerjaan sebagai DJ (disjoki), ada juga investor melakukan kegiatan sebagai event organizer untuk event organizer privat party ada juga investor tapi dia melakukan pelatihan tenis, ada melakukan kegiatan melatih naik sepeda motor," lanjutnya.
Anggiat mengungkapkan, para WNA yang dideportasi ini mayoritas karena ketidaktahuan mereka terkait hukum dan norma yang berlaku di Indonesia, khususnya Bali.
Ia mencontohkan, siasat beberapa WNA yang bekerja sebagai instruktur mengendarai sepeda motor kepada sesama rekan senegaranya di Bali.
Mereka menangkap peluang bisnis tersebut setelah merasakan kemudahan dan murahnya bertamasya dengan mengendarai sepeda motor di Bali.
Melihat kondisi itu, WNA tersebut kemudian menyewa sepeda motor di rental kendaraan milik orang lokal selama satu bulan.
Sepeda motor tersebut lalu digunakan untuk melatih rekan sesama negaranya sekaligus disewakan dengan biaya lebih mahal.
"Jadi dia nyewa motor satu bulan disewakan lagi ke temannya satu minggu. Yang tiga minggu lalu memang dia yang bawa dan berurusan dengan pemilik sepeda motor. Tapi dia sudah mengambil keuntungan seminggu yang tadi, itu contoh peluang-peluang yang ada," kata dia.
Terangkatnya kasus WNA nakal
Ia mengatakan, fenomena keberadaan sejumlah oknum WNA nakal di Bali ini bukanlah sesuatu yang baru. Ada beberapa faktor yang membuat fenomena WNA nakal ini ramai dibahas di media sosial akhir-akhir ini.
Salah satunya, peningkatan penggunaan media sosial di kalangan warga Bali untuk mencari berbagai informasi.
Warganet juga disebut memiliki kepedulian untuk mengontrol keberadaan WNA di Bali melalui berbagai platform media sosial miliknya lantaran mulai menimbulkan keresahan.
"Fenomena informasinya itu belakangan marak karena kita semakin peduli, masyarakat semakin peduli dan masyarakat sudah tahu menggunakan teknologi informasi sehingga gampang memberitakan, sementara fenomena pelanggaran WNA sendiri karena WNA itu melihat ada potensi di sini sehingga mereka coba-coba," kata dia.
Berikutnya, fenomena WNA yang bekerja secara ilegal dan berulah di Bali ini tak terlepas dari situasi perang antara Rusia-Ukraina dan krisis ekonomi yang terjadi di beberapa negara.
Mereka lalu datang ke Indonesia, khususnya Bali karena merasa sebagai tempat yang aman dan nyaman untuk ditinggali sementara. Apalagi, kondisi ekonomi Indonesia disebut stabil selama pandemi Covid-19.
"Ini faktornya sehingga kenapa fenomena itu sepertinya naik lagi ya baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri," kata Anggiat.
Beberapa waktu lalu, Gubernur Bali I Wayan Koster menyebutkan banyak turis asing nakal di Bali merupakan konsekuensi dari kelonggaran penerapan Visa On Arrival (VoA) atau Visa Kunjungan Saat Kedatangan.
Berdasarkan penilaian Koster kebijakan VoA ini bak pisau bermata dua. Satu sisi, bisa menjaring lebih banyak wisatawan mancanegara, di sisi lain munculnya berbagai persoalan yang terjadi beberapa waktu belakangan.
"Kami akan segera melakukan rapat dengan pemerintah pusat untuk menyikapi dan mengevaluasi secara bersama-sama kebijakan VoA ini agar penerapannya tidak membuat kepariwisataan Bali ini terkesan pariwisata yang murahan yang merugikan nama dan citra pariwisata Bali," kata Koster pada 28 Mei 2023.
Menyikapi hal itu, Anggiat mengatakan perlu ada kajian yang mendalam untuk menemukan korelasi antara fenomena WNA nakal dan kebijakan pelonggaran masuk Indonesia.
Dalam catatannya, sebanyak 92 negara sudah menjadi subjek VoA dan ada 1,2 juta turis asing pengguna fasilitas tersebut ke Bali.
Adapun fasilitas VoA yang sedang menjadi primadona di kalangan turis asing ini dikenakan tarif sebesar Rp 500.000 yang berlaku selama 30 hari dan dapat diperpanjang.
"Kalau kita kalikan Rp 500.000 ya sudah berapa triliunan, saya enggak bisa detail angkanya karena enggak masuk ke kas saya tapi masuk ke kas negara langsung ke Kementerian Keuangan," kata dia.
"Jadi kontribusinya sangat besar, itu baru yang kita terima di awal belum lagi dampaknya mereka selama di bali, 30 hari bahkan ada yang melakukan perpanjangan. Jadi sangat signifikan," sambungnya.
Anggiat mengatakan, Kementerian Hukum dan HAM telah resmi menghentikan sementara Bebas Visa Kunjungan (BVK) bagi 159 negara untuk masuk ke Indonesia.
Kebijakan tersebut merupakan salah satu langkah dari pemerintah untuk mencegah kedatangan turis asing yang berpotensi bertingkah laku seenaknya di Bali.
"Melalui mekanisme ini kita menunjukkan ke masyarakat internasional kedaulatan negara kita kita tempatkan lebih dulu, itu dari segi regulasi," kata dia.
Anggiat menambahkan, Kemenkum HAM juga semakin intens melakukan pengawasan terhadap WNA khususnya di objek wisata.
Seiring dengan itu, pihaknya juga memampang informasi di sejumlah titik dan membagikan selebaran terkait aturan berperilaku bagi turis asing yang tengah berkunjung ke Bali.
Selebaran ini berisi kewajiban dan larangan (do and don't) sesuai Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 4 Tahun 2023 tentang Tatanan Baru bagi Wisatawan Mancanegara Selama Berada di Bali.
https://denpasar.kompas.com/read/2023/07/15/060000278/menguak-fenomena-turis-asing-nakal-di-bali