Salin Artikel

Sejarah Kawasan Ubud di Gianyar Bali

Peristiwa tersebut terjadi di salah satu resor yang berada di Banjar Kedewatan Let, Desa Kedewatan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali,

Lift yang jatuh itu biasanya digunakan tamu dan karyawan untuk akses ke kamar dan kolam renang yang berada di bagian paling bawah.

Setelah kejadian tersebut, resort masih beroperasi seperti biasa.

Namun petugas melarang aktivitas di sekitar TKP dan aktivitas resor hanya boleh menggunakan tangga manual.

Mengenal kawasan Ubud

Ubud ada di Kabupaten Gianyar, Bali yang masuk dalam penghargaan 25 Kota Terbaik di Dunia dalam penghargaan World’s Best Awards 2020 versi Travel+Leisure, majalah wisata berbasis di Amerika Serikat (AS).

Di Ubud, lokasi yang paling terkenal dan menarik banyak wisatawan adalah sawah terasering yang ada di Desa Tegallalang.

Ubud juga memiliki Mandala Wisata Wenara Wana, kompleks pura sekaligus cagar alam yang ditinggali oleh ratusan ekor monyet. Saking banyaknya monyet yang ada di sana, kawasan ini juga dikenal sebagai Monkey Forest.

Selain itu di Ubud ada hotel Capella Ubud yang dibangun di tengah-tengah hutan hijau yang dinobatkan menjadi Hotel Terbaik di Dunia 2020 versi Travel+Leisure.

Di desa wisata tersebut ada Puri Ubud yang menjadi tempat tinggal keluarga Raja Ubud dan menjadi salah satu destinasi wisata di Pulau Bali.

Dikutip dari gianyarkab.go.id, Puri Agung Gianyar ada sejak 19 April 1771 dan dibangun oleh Raja Ida Anak Agung Gianyar I, Ida Dewata Manggis Sakti.

Di wilayah Gianyar ditemukan banyak artefak hinggga relief yang diperkirakan ada sejak 2.000 tahun llau.

Sejak berdirinya Puri Agung Gianyar 19 April 1771, Ubud menjadi ibu kota pusat pemerintah dan menjadi kerajaan yang berdaulat.

Ada sembilan kerajaan di Bali, yakni Klungkung, Karangasem, Buleleng, Mengwi, Bangli, Payangan, Badung, Tabanan, dan Gianyar.

Di bawah kepemimpinan Tjokorde Gede Raka Sukawati, Ubud kemudian dikenal sebagai sub-kabupaten dan kemudian pada tahun 1981 menjadi sebuah kecamatan yang mengambil alih administrasi 13 lingkungan dan 7 desa tradisional.

Tjokorde Gede Raka Sukawati mahir berbahasa Inggris dan Belanda. Sementara kakak laki-lakinya mengambil inisiatif untuk menyambut komposer artis terkenal Walter Spies ke Ubud untuk tinggal dan bekerja.

Tak lama kemudian Ubud menjadi tujuan para seniman. Sebut saja Rudolf Bonnet dan Willem Hofker yang datang untuk menghadirkan seni lukis modern.

Ketika kabar tentang Ubud dan keindahannya yang memesona menyebar, desa kemudian menjadi tuan rumah bagi lingkaran wajah-wajah terkenal, seperti Noël Coward, Charlie Chaplin, HG Wells, dan antropolog terkenal Margaret Mead.

Hal tersebut juga diceritakan oleh Tjokorda Gde Putra AA Sukawati, keturunan keenam Raja Ubud Bali, kepada Kompas.com, Minggu (5/3/2017).

Ia mengatakan, Desa Ubud mulai membuka diri dengan perkembangan dunia luar dan banyak menerima kunjungan tamu dari luar negeri sejak tahun 1927.

Tjokorda bercerita, saat itu Bali hanya digunakan transit dan satu-satunya hotel adalah Bali Hotel di sekitar Denpasar.

"Raja Ubud waktu itu Tjokorda Gde Agung Sukawati, ayah saya yang memulai perubahan dan menjadikan Desa Ubud sebagai desa wisata. Dia pula yang menggagas perkumpulan seniman-seniman yang diberi nama Pita Maha. Saat itu sudah mulai dikenal karya seni modern, tapi tetap dengan tidak meninggalkan jati diri Bali," sebutnya.

Sang ayah, menurut dia, memberikan kesempatan kepada seniman besar kala itu, seperti Walter Spies, Rudolf Bonnet, Arie Smit, dan Blanco untuk berkarya di Ubud.

Hal tersebut membuat seni di Desa Ubud berkembang dengan pesat. Ubud juga melahirkan seniman besar, yaitu I Gusti Nyoman Lempad.

"Pada masa itu adalah masa penjajahan, tapi Raja Ubud tetap menerima kedatangan orang asing untuk tinggal disini. Berinteraksi dengan orang-orang asli sini menghasilkan karya seni berupa lukisan, pahatan, ukir, patung."

"Bahkan kediaman raja boleh digunakan untuk menginap bagi wisatawan. Ubud itu semacam vas bunga yang diletakkan di meja dan siapa saja boleh menikmatinya," ucapnya.

Namun untuk masuk ke dalam tempat tinggal, tamu harus izin lebuh dulu.

"Ini semacam membawa seluruh rumah dan isinya ke Perancis dan dampaknya sangat luar biasa bagi perkembangan Ubud. Banyak yang semakin mengenal Bali, khususnya Ubud," jelasnya.

Sementara itu, data Museum Puri Lukisan, salah satu museum tertua yang ada di Bali, menyebutkan, beberapa tokoh sempat berkunjung ke Puri Ubud.

Seperti tahun 1962, Robert F Kennedy, Jaksa Agung Amerika Serikat bersama istri. Saat itu Tjokorda Gde Agung Sukawati menghadiahi lukisan dari Ida Bagus Made Poleng yang berjudul Arjuna Wiwaha.

Kemudian, Ratu Juliana dari Belanda juga berkunjung ke Ubud pada September tahun 1972.

"Saat itu ayah saya menawarkan segelas minuman air kelapa dan crorot jajan tradisional Bali kepada Ratu Juliana. Ada fotonya di museum Puri Lukisan," sebutnya.

Pada tahun 1970-an, sang ayah menginisiasi pembuatan museum. Hal itu agar karya-karya seniman Bali tidak semuanya terbang ke luar negeri.

Saat ini tercatat ada 6 museum di wilayah Ubud, yaitu Museum Puri Lukisan, Museum Blanco, Museum Neka, Museum Pendet, Museum Rudana, dan Museum Arma.

"Selain enam museum itu masih banyak museum-museum kecil lainnya. Bisa dilihat bagaimana perkembangan seni di Ubud di museum-museum tersebut," katanya.

Raja Arab Saudi Salman Bin Abdulaziz Al-Saud juga sempat dijadwalkan datang ke Ubud saat berkunjung ke Bali pada Maret 2017.

"Dalam sejarah Ubud, kami selalu membuka tangan untuk para tamu asing, apalagi Raja Salman adalah tamu kenegaraan. Tentu saja akan kami sambut dengan senang hati saat datang ke puri," katanya.

https://denpasar.kompas.com/read/2023/09/05/090900378/sejarah-kawasan-ubud-di-gianyar-bali

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke