Salin Artikel

Mengenal Ida Dewa Agung Jambe, Pahlawan Nasional Asal Bali

KOMPAS.com - Ida Dewa Agung Jambe adalah seorang pahlawan nasional asal Provinsi Bali yang gelarnya ditetapkan jelang momen Hari Pahlawan 2023.

Penetapan Ida Dewa Agung Jambe sebagai pahlawan nasional dilakukan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 115-TK-TH-2023 tertanggal 6 November 2023.

Hal ini seperti disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, pada jumpa pers di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Polhukam, Jakarta, Rabu (8/11/2023).

Mahfud MD yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) RI, juga mengumumkan bahwa upacara penganugerahan gelar pahlawan akan dilakukan pada Hari Pahlawan, yang diperingati setiap 10 November 2023 mendatang.

Mengenal Sosok Ida Dewa Agung Jambe

Sosok Ida Dewa Agung Jambe atau Ida Dewa Agung Jambe II dikenal sebagai raja yang merupakan keturunan dari pendiri Kerajaan Klungkung, Ida Dewa Agung Jambe I.

Dilansir dari laman klungkungkab.go.id, Ida Dewa Agung Jambe I adalah sosok yang mendirikan Kerajaan Klungkung pada tahun 1686 dan merupakan penerus dinasti Kerajaan Gelgel.

Kerajaan Gelgel merupakan pusat kerajaan di Bali yang pernah mengalami masa keemasan pada masa kepemimpinan Dalem Watu Renggong.

Dilansir dari Kompas.com, sejarah Kerajaan Klungkung dapat ditelusuri dari peristiwa pemberontakan yang menimpa Kerajaan Gelgel pada 1651.

Saat itu, Gusti Agung Maruti yang merupakan patih di Kerajaan Gelgel memimpin pemberontakan yang membuatnya berhasil merebut takhta kerajaan.

Selama pemerintahan Gusti Agung Maruti, Ida Dewa Agung Jambe Iyang merupakan putra dari raja sebelumnya melarikan diri ke Semarapura di daerah Klungkung.

Namun di saat yang sama, wilayah bawahan Kerajaan Gelgel juga banyak yang melepaskan diri.

Wilayah-wilayah tersebut adalah Badung, Bangli, Buleleng, Gianyar, Jembrana, Karangasem, Mengwi, dan Tabanan, yang kemudian memiliki pemerintahan sendiri.

Pada 1686, Ida Dewa Agung Jambe I akhirnya berhasil merebut kembali kekuasaan leluhurnya dari Gusti Agung Maruti.

Di bawah kepemimpinannya, pusat pemerintahan kerajaan dipindahkan ke Istana Semarapura di Klungkung yang sempat menjadi tempat persembunyiannya.

Peristiwa ini menandai runtuhnya Kerajaan Gelgel dan dimulainya kekuasaan Kerajaan Klungkung.

Ida Dewa Agung Jambe I kemudian naik tahta sebagai raja Kerajaan Klungkung dan berkuasa sejak 1686 hingga 1722.

Kerajaan Klungkung kemudian mengalami pasang surut, terutama setelah pemerintah kolonial Belanda masuk ke wilayah Bali.

Dengan perlahan, pemerintah kolonial Belanda melakukan taktik yang semakin mengurangi kedaulatan Kerajaan Klungkung.

Kemunduran Kerajaan Klungkung semakin jelas setelah terjadinya Perang Kusamba pada 25 Mei 1849, yang mendatangkan kerugian besar bagi kedua belah pihak.

Dewa Agung Putra II saat itu dibujuk untuk menandatangani perjanjian damai dan mengakhiri perang, yang semakin merugikan posisi kerajaan

Hingga Dewa Agung Putra III (1851-1903) naik takhta menggantikan sang ayah Dewa Agung Putra II yang telah wafat.

Sosok Dewa Agung Putra III berambisi membangkitkan kembali kekuasaan leluhurnya dulu dengan melakukan penaklukan terhadap kekuasaan pemerintah kolonial.

Sayangnya, sebelum ambisi tersebut terpenuhi, Dewa Agung Putra III justru lebih dulu meninggal pada 1903.

Setelah itu takhta kerajaan jatuh ke tangan putranya yang bergelar Dewa Agung Jambe II (1903-1908) dikenal lunak dan lebih memilih menghindarkan diri dari konfrontasi dengan Belanda.

Namun hal tersebut berubah pasca Puputan Badung pada 1906, di mana Belanda menghendaki raja Klungkung, Dewa Agung Jambe II agar menandatangani perjanjian baru.

Perjanjian baru yang ditandatangani membuat kerusuhan merebak di Klungkung, hingga mengundang invasi militer Belanda.

Akhirnya, terjadilah Puputan Klungkung pada 28 April 1908, yang menewaskan sang raja beserta para pengikutnya.

Kisah Ida Dewa Agung Jambe di Perang Puputan Klungkung

Dilansir dari Kompas.com, pecahnya Puputan Klungkung disebabkan oleh patroli yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda di wilayah kerajaan sejak pertengahan April 1908.

Hal tersebut dianggap telah melanggar kedaulatan kerajaan, yang membuat marah segenap warga dan para pembesar Kerajaan Klungkung.

Tak pelak terjadilah penyerangan terhadap pasukan patroli Belanda yang membuat 10 serdadu kolonial mati, termasuk pemimpinnya yang bernama Letnan Haremaker.

Pihak kolonial Belanda murka dan menuduh Kerajaan Klungkung melakukan pemberontakan.

Belanda mengeluarkan ultimatum kepada Raja Klungkung saat itu, Raja Dewa Agung Jambe II untuk menyerah dengan batas waktu sampai 22 April 1908.

Akan tetapi, ultimatum tersebut dihiraukan oleh raja dan rakyat Klungkung karena semangat menjaga kedaulatan.

Karena ultimatumnya dihiraukan, pihak Belanda bersiap untuk menyerang Klungkung dengan modal beberapa meriam.

Bahkan pada 20 April 1908, pemerintah kolonial Belanda di Batavia mengirimkan pasukan tambahan untuk menyerang Kerajaan Klungkung.

Sedangkan pada saat itu rakyat Klungkung maju berperang hanya bermodalkan semangat gagah berani dengan senjata tombak dan keris.

Pada 21 April 1908, pasukan dari Klungkung berhasil dikalahkan dengan mudah oleh pasukan Belanda.

Namun semangat memperjuangkan kedaulatan membuat rakyat Klungkung tetap menolak untuk menyerah.

Setelah membombardir selama 6 hari, pasukan tambahan Belanda kembali didatangkan dari Batavia ke Desa Kusamba dan Jumpai.

Pasukan tambahan itu langsung melakukan perlawanan terhadap rakyat Klungkung dan berhasil mengepung Istana Semarapura pada 27 April 1908.

Sampai dengan tanggal tersebut, tercatat beberapa tokoh pembesar Kerajaan Klungkung sudah gugur, seperti Cokorda Gelgel, Dewa Agung Gede Semarabawa, Dewa Agung Muter, dan putra mahkota kerajaan.

Keadaan yang semakin genting justru membuat Raja Dewa Agung Jambe II bersama dengan sekitar 3.000 laskarnya terus maju menyerang Belanda.

Saat Perang Puputan Klungkung yang terjadi pada 28 April 1908 tersebut, Ida Dewa Agung Jambe gugur bersama para pengikutnya saat bertempur melawan penjajah Belanda.

Gugurnya Raja Dewa Agung Jambe II, juga menandai jatuhnya Kerajaan Klungkung ke pemerintah kolonial Belanda.

Setelah itu, Belanda juga membakar istana Klungkung dan membwa pusaka berupa tombak dan keris.

Selanjutnya pada Oktober 1908, istana tersebut dibangun kembali dan Klungkung dijadikan daerah swapraja, seperti Gianyar dan Karangasem.

Sumber:
klungkungkab.go.id  
kompas.com (Widya Lestari Ningsih, Nibras Nada Nailufar, Verelladevanka Adryamarthanino ,Tri Indriawati, Lukman Hadi Subroto)

https://denpasar.kompas.com/read/2023/11/08/213128378/mengenal-ida-dewa-agung-jambe-pahlawan-nasional-asal-bali

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke