Salin Artikel

Penyalahgunaan "Fast Track" Bandara, dari TPPO Jual Beli Ginjal, Kini Pungli Pejabat Imigrasi

Seorang pejabat Imigrasi bernama Hariyo Seno ditetapkan sebagai tersangka.

Dia diduga "menjual" jalur fast track. Dalam satu bulan, hasil pungli yang didapat diduga mencapai Rp 200 juta.

Rupanya kasus di jalur prioritas Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali bukan kali pertama terjadi.

Sebelumnya pada Juli 2023, Polda Metro Jaya juga mengungkap kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) sindikat jual beli ginjal jaringan internasional, dengan menggunakan jalur fast track.

Empat oknum petugas imigrasi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Berikut kilas balik kasus penyalahgunaan layanan fast track:

Untuk diketahui, Kejaksaan Tinggi Bali menetapkan pejabat Imigrasi Bandara Bali Hariyo Seno sebagai tersangka dugaan pungli, setelah dia dan empat pegawai imigrasi lainnya ditangkap pada Selasa (14/11/2023) malam.

Hariyo Seno menjabat sebagai Kepala Seksi Pemeriksaan I Kantor Imigrasi Bandara Ngurah Rai.

Kasi Penerangan Hukum Kejati Bali Putu Agus Eka Sabana Putra mengungkapkan, Hariyo diduga memerintahkan bawahannya untuk memungut uang melalui jalur fast track Terminal Internasional Bandara Ngurah Rai Bali.

Jalur itu sejatinya digunakan untuk penumpang prioritas seperti difabel, ibu hamil, ibu dengan bayi, lansia, dan pejabat perwakilan negara asing.

Oknum petugas imigrasi diduga menyalahgunakan jalur itu dan memungut uang dari penumpang.

"Yang disalahgunakan ini adalah warga negara asing yang menggunakan kelas ekonomi dan antre bersama penumpang lain, disalahgunakan dialihkan ke gate khusus ini," katanya saat dikonfirmasi oleh Kompas.com, Kamis (16/11/2023).

Nilai pungutan diduga Rp 250.000 per orang. Uang pungutan tersebut lalu disetorkan ke Hariyo.

Menurut Agus, ada uang yang digunakan Hariyo dan ada pula yang diberikan pada staf. Kejati Bali menyita uang Rp 100 juta diduga hasil pungli.

"Ini masih didalami penyidik jumlahnya, tapi dari alat bukti keterangan saksi, didapatkan per bulan sekitar Rp 100 juta hingga Rp 200 juta," katanya.

Sementara, pada Juli 2023, Polda Metro Jaya menetapkan empat oknum petugas Imgrasi sebagai tersangka kasus TPPO penjualan ginjal jaringan internasional Bekasi-Kamboja.

"Modusnya adalah dengan menggunakan fast lane atau fast track sehingga ini lancar," kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Hengky Haryadi, Sabtu (29/7/2023), seperti dikutip dari pemberitaan Kompas.com.

Salah satu tersangkanya adalah HA yang berperan meloloskan para donor saat melakukan pemeriksaan di Bandara Ngurah Rai Bali.

Dia diduga menerima uang Rp 3,2 juta sampai Rp 3,5 juta untuk setiap korban yang berangkat ke Kamboja.

Pencegahan dengan mesin

Sementara itu Kepala Divisi Imigrasi Kantor Wilayah Hukum dn HAM Bali Barron Ichsan mengungkapkan, pihak Imigrasi telah berupaya mencegah terjadinya penyalahgunaan seperti pungli.

Salah satunya adalah memasang mesin pintu otomatis di konter Imigrasi bandara.

"Kami sudah menyiapkan mesin autogate. Sedangkan proses pemasangan itu ada sekitar 30 unit. Akan datang lagi sekitar 50 unit," ungkapnya, Kamis (16/11/2023).

"Ini untuk meminimalkan kontak antara petugas dan penumpang," lanjut dia.

Dia juga menjelaskan, pejabat tersangka pungli telah dinonaktifkan dari jabatannya.

"Sementara nonaktif. Kami asas praduga tak bersalah. Nanti kan biar hakim yang menentukan," katanya.

Kasus-kasus pelanggaran, seperti dugaan pungli pada layanan fast track oleh oknum petugas imigrasi ini membuat Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahudin Uno prihatin.

Menurutnya hal itu bisa mencorng citra pariwisata Bali.

"Tentunya kami prihatin bahwa ini bertolk belakang dari pariwisata berkualitas yang ingin kami dorong," tutur Sandiaga Uno di Kabupaten Badung, Bali, Kamis (16/11/2023), seperti dikutip dari Antara.

Sandiaga menegaskan akan berkoordinasi dengan Dirjen Imigrasi serta aparat penegak hukum.

Tujuannya agar penegakan hukum bisa dilakukan demi pariwisata yang berkualitas, salah satunya bebas dari korupsi.

"Untuk ke depannya kami lebih berkoordinasi memastikan, karena ini tidak terlaporkan sebelumnya," katanya.

Dia berjanji akan menindak tegas agar kasus serupa tak terulang.

"Ini janji saya, akan tindak tegas dan kita pastikan untuk ke depannya kita tidak mentoleransi kegiatan-kegiatan yang mencoreng wajah Bali, Indonesia, pariwisata kita semua," tandas dia.

Sekretaris Daerah (Sekda) Bali Dewa Made Indra meminta supaya layanan fast track yang tujuannya melayani wisatawan dengan baik tak diselewengkan.

"Jangan disalahgunakan, jangan gunakan kesempatan untuk mencari keuntungan pribadi," ungkap Indra, Kamis (16/11/2023), seperti dikutip dari Antara.

Menurutnya layanan fast track salah satunya ditujukan untuk mengurai kepadatan di bandara.

"Kita ketahui pada jam-jam tertentu, misalnya sore hari kedatangan banyak sehingga berimbas pada antrean di Imigrasi. Maka untuk yang person tertentu kan tidak ikut dalam antrean itu, dibuatlah jalur khusus. Jadi niatnya baik," papar dia.

Sumber: Kompas.com (Penulis: Hasan) Antara

https://denpasar.kompas.com/read/2023/11/18/050500878/penyalahgunaan-fast-track-bandara-dari-tppo-jual-beli-ginjal-kini-pungli

Terkini Lainnya

Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
 Jember Borong 5 Penghargaan dalam Sepekan
Jember Borong 5 Penghargaan dalam Sepekan
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com