Salin Artikel

7 Peristiwa Sejarah di Bali, dari Perang Buleleng hingga Puputan Margarana

KOMPAS.com - Pulau Bali adalah salah satu pulau di Indonesia yang dikenal dengan julukan Pulau Dewata.

Sebagai pulau yang sebagian besar penduduknya beragama Hindu, Pulau Bali juga dikenal dengan sebutan Pulau Seribu Pura.

Tidak hanya kaya dengan nilai tradisi dan budaya, Pulau Bali menyimpan sejarah perjuangan rakyatnya.

Peristiwa sejarah di Bali yang melibatkan rakyat Bali ini terjadi sebelum dan sesudah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia digaungkan.

Menarik untuk diketahui, berikut adalah sederet peristiwa sejarah yang pernah terjadi di Bali.

1. Perang Bali I

Perang Bali I atau dikenal dengan Perang Buleleng adalah perang yang terjadi antara Kerajaan Buleleng di Bali dengan pasukan Hindia Belanda pada tahun 1846.

Perang Buleleng disebabkan oleh adanya perjanjian antara pemerintah Hindia Belanda dengan beberapa kerajaan di Bali, termasuk Buleleng, yang berisi pengakuan bahwa kerajaan-kerajaan di Bali berada di bawah pengaruh Belanda.

Hal ini menyebabkan raja-raja Bali tidak bisa menerapkan hak tawan karang terhadap kapal-kapal Belanda yang menepi di pantai.

Hak tawan karang adalah hak untuk menawan kapal beserta isinya yang terdampar di perairan wilayah kerajaan mereka.

Namun kesepakatan ini tidak dipatuhi oleh Raja Buleleng yang tetap menerapkan hak tawan karang dengan merampas kapal-kapal Belanda yang terdampar di wilayahnya.

Di sisi lain, Belanda tengah berusaha untuk menguasai Bali dan mengendalikan perdagangan rempah-rempah serta hasil bumi lainnya.

Hal inilah yang kemudian membuat Belanda memutuskan untuk menyerang Kerajaan Buleleng pada tahun 1846.

Perang Buleleng membuat Belanda berhasil menguasai wilayah Buleleng dan sebagian wilayah Karangasem dan berhasil menghancurkan kekuatan militer dan politik Kerajaan Buleleng.

Dampaknya, Setelah Perang Buleleng selesai, I Gusti Ngurah Made Karangasem dan I Gusti Ketut Jelantik beserta para prajurit kemudian memindahkan pusat Kerajaan Buleleng ke Desa Jagaraga.

2. Perang Bali II

Perang Bali II atau dikenal dengan Perang Jagaraga adalah perang yang terjadi sebagai bentuk perlawanan Patih Jelantik bersama rakyat Buleleng terhadap pemerintah Kolonial Belanda di Bali.

Perang Bali II atau Perang Jagaraga terjadi dari tahun 1848 hingga 1849.

Penyebab Perang Jagaraga adalah sikap Raja Buleleng, I Gusti Ngurah Made Karangasem dan Maha Patih I Gusti Ketut Jelantik yang tidak menaati hasil perjanjian damai atas kekalahan mereka pada Perang Buleleng di tahun 1846.

Sebelum pecahnya perang ini yaitu pada kurun waktu 1846-1848, I Gusti Ngurah Made Karangasem dan I Gusti Ketut Jelantik dibantu oleh Jro Jempiring sudah menyusun strategi perang.

Pada tanggal 8 Juni 1848, Belanda melakukan penyerbuan melalui Pelabuhan Sangsit dengan kekuatan 22 kapal perang yang dilengkapi meriam.

Dalam aksi ini, sebanyak 250 serdadu Belanda tewas yang menandai kekalahan Belanda pada Perang Jagaraga pertama.

Pada tanggal 14 April 1849, Belanda mendarat di Pelabuhan Pabean dan Pelabuhan Sangsit untuk melakukan serangan balasan dari dua arah.

Saat itu, taktik I Gusti Ketut Jelantik untuk mengulur waktu agar dapat berkonsolidasi dan meminta bantuan pasukan kepada raja-raja Bali ternyata gagal dilakukan.

Dampaknya semua pasukan Jagaraga gugur dan Benteng Jagaraga jatuh ke tangan Belanda pada tanggal 19 April 1849 dan berhasil menguasai Bali Utara.

3. Perang Bali III

Perang Bali III atau dikenal dengan Perang Kusamba adalah bentuk perlawanan Kerajaan Klungkung terhadap pemerintah Kolonial Belanda di Bali pada Mei 1849.

Wilayah Kusamba ini memang menjadi sebuah pelabuhan penting di wilayang Kerajaan Klungkung.

Perang ini berawal dari perampasan dua skoner (perahu) milik G.P. King, pedagang Belanda yang dihadapkan sebagai pelanggaran atas penghapusan hukum Tawan Karang.

Hal ditambah dengan sikap Kerajaan Klungkung yang membantu Buleleng dalam Perang Jagaraga.

Dalam perang ini sosok Dewa Agung Istri Kanya berhasil memimpin serangan malam terhadap Belanda yang menewaskan komandan Major General Michiels.

4. Perang Banjar Buleleng

Perang Banjar Buleleng adalah sebuah pertempuran yang terjadi di Banjar Corot, Desa Cempaga terhadap pemerintah Kolonial Belanda di Bali pada 1868.

Pasukan Banjar yang saat itu dipimpin oleh Ida Made Rai bersama adiknya Ida Nyoman Ngurah berhasil mengalahkan pasukan Belanda dan membuat Kapten Lwig Stegman dan Letnan Njis gugur.

Sebelum Belanda menyerbu Banjar, Ida Made Rai sempat diangkat menjadi Raja Resi di Banjar yang didukung oleh Raja Bangli dan desa-desa tetangga.

Setelah serangan tersebut, Banjar kembali diserbu oleh Belanda dari arah barat yang dibantu oleh L Wayat Tragi.

Perlawanan yang sangat gigih pula oleh rakyat Banjar berhasil memukul mundur Belanda, dan pada saat itulah Banjar berubah nama menjadi " Sura Magada".

Selanjutnya Desa Banjar kembali digempur pasukan Belanda di bawah pimpinan Kolonel De Braban dan Mayor Bloom.

Serbuan yang dimulai dari arah timur melalui Temukus dan Dencarik ini membuat satu persatu petinggi Banjar gugur dan akhirnya Desa Banjar hancur.

Dampaknya, Ida Made Rai ditangkap di Jatiluwih Tabanan bersama 5 orang pengikutnya. Mereka diadili di Batavia dan dijatuhi hukuman seumur hidup dan dibuang ke Bandung.

5. Puputan Klungkung

Puputan Klungkung adalah sebuah pertempuran sengit yang dilakukan Laskar Klungkung terhadap pemerintah Kolonial Belanda di Bali pada 1906.

Penyebab pecahnya Puputan Klungkung adalah tuduhan pihak kolonial Belanda terhadap Kerajaan Klungkung yang disebut berusaha melakukan pemberontakan.

Bahkan Raja Klungkung saat itu, Raja Dewa Agung Jambe II, mendapat ultimatum untuk menyerah dengan batas waktu sampai 22 April 1908.

Akan tetapi, ultimatum tersebut dihiraukan oleh raja dan rakyat Klungkung karena semangat menjaga kedaulatan.

Pada perang tersebut, beberapa tokoh pembesar Kerajaan Klungkung gugur, seperti Cokorda Gelgel, Dewa Agung Gede Semarabawa, Dewa Agung Muter, dan putra mahkota kerajaan.

Raja Dewa Agung Jambe II bersama dengan sekitar 3.000 laskarnya juga gugur di medan perang pada 28 April 1908.

Setelah jatuhnya Kerajaan Klungkung,pemerintah kolonial Belanda juga membakar istana Klungkung.

6. Pertempuran Tanah Aron

Perang Tanah Aron merupakan pertempuran antara pasukan Ciung Wanara yang dipimpin I Gusti Ngurah Rai melawan pasukan NICA (Netherlands Indies Civil Administration) di Tanah Aron pada 7 Juli 1946.

Pertempuran ini dimenangkan oleh pasukan yang pimpinan I Gusti Ngurah Rai.

Hebatnya, dari seluruh laskar yang dipimpin I Gusti Ngurah Rai tidak ada korban satupun yang gugur dalam pertempuran itu.

7. Perang Puputan

Perang Puputan atau Puputan Margarana adalah pertempuran pertempuran bersejarah antara pasukan Ciung Wanara yang dipimpin I Gusti Ngurah Rai melawan pasukan Belanda pada 20 November 1946.

Perang ini terjadi karena hasil Perjanjian Linggarjati tidak memasukan Bali sebagai bagian dari Republik Indonesia yang membuat rakyat Bali kecewa dan memicu perlawanan.

Perlawanan ini juga dipicu oleh penolakan Letkol I Gusti Ngurah Rai sebagai Kepala Divisi Sunda Kecil menolak ketika Belanda akan mendirikan Negara Indonesia Timur (NIT).

Dalam Perang Puputan atau Puputan Margarana, I Gusti Ngurah Rai bersama pasukannya bertempur melawan Belanda hingga titik darah penghabisan.

Sumber:
intisari.grid.id  
repo.undiksha.ac.id  
puskesosgct.bulelengkab.go.id  
bmc.baliprov.go.id  
denpasar.kompas.com  (Dini Daniswari) kompas.com (Lukman Hadi Subroto, Widya Lestari Ningsih) 

https://denpasar.kompas.com/read/2024/01/23/233435678/7-peristiwa-sejarah-di-bali-dari-perang-buleleng-hingga-puputan-margarana

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke