Salin Artikel

Sederet Fakta Pendaki Tewas di Puncak Gunung Agung, Usia 60 Tahun, Naik Tanpa Pemandu

Saat ditemukan, korban mengenakan jaket dan celana panjang warna hitam, rambut beruban dan membawa tas warna hijau tanpa membawa identitas. Tak diketahui, kapan tepatnya korban mendaki Gunung Agung.

Pasalnya sudah ada larangan untuk melakukan pendakian karena adanya upacara keagamaan Ida Batara Turun Kabeh.

Jasad pria tersebut ditemukan pertama kali oleh oleh seorang pendaki warga negar asing yag kemudian dikoordinasikan dengan BPBD serta pemandu lokal setempat.

Sekitar pukul 17.00 Wita, dua pemandu lokal mendaki melalui Pengubengan selama dua jam ke koordinat lokasi penemuan jenazah.

Karena cuaca berkabut tebal dan angin sangat kencang, evakuasi korban ditunda. Evakuasi baru bisa dilakukan pada Rabu (13/3/2024).

Informasi mengenai penemuan jenazah WNA di puncak Gunung Agung ini viral di media sosial Twitter atau X.

Unggahan di Twitter memuat tangkapan layar pesan Instagram dari seseorang yang menemukan jasad manusia saat mendaki Gunung Agung. Si pengirim pesan juga mengirim koordinat lokasi jasad itu.

Korban tercatat sebagai warga Desa Bongsari, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, Jawa Tengah.

Ketua Forum Pemandu Wisata Pendakian Gunung Agung, Ketut Mudiada mengatakan korban diduga meninggal di ketinggian sekitar 2.800 MDL.

Sementara itu Komang Kayung, pemandu pendakian dari jalur Temukus, Desa Besakih mengatakan diduga korban naik ke pucak seorang diri dan tanpa pemandu.

"Dia naik tanpa pemandu lokal,"kata Mangku Kayun.

Aktivitas pendakian ke Gunung Agung, Kabupaten Karangasem ditutup untuk sementara selama 29 hari, terhitung mulai 17 Maret sampai 14 April 2024.

Penutupan itu dilakukan terkait upacara Tawur Tabuh Gentuh serta Karya Ida Bhatara Turun Kabeh di Pura Agung Besakih.

Bendesa Adat Besakih, Jro Mangku Widiarta mengatakan, penutupan pendakian dilakukan untuk memperlancar upacara dari awal hingga akhir.

"Penutupan sudah kesepakatan bersama. Oleh karena itu saya mengimbau masyarakat dan wisatawan agar tidak melakukan pendakian selama karya dilaksanakan. Masyarakat juga harus menghormati. Surat imbauan sudah disebar," kata Jro Mangku, Kamis 29 Februari 2024.

Panitia Karya Ida Bhatara Turun Kabeh juga sudah memberitahu ke pemandu untuk menunda pendakian dan ikut menjaga jalur pendakian ke puncak gunung.

Seandainya ada wisatawan yang mendaki, agar diberitahu supaya tidak mendaki hingga ke puncak.

"Saya berharap semua mengerti dan paham terkait imbauan yang sudah diedarkan tentang penutupan pendakian selama karya Ida Bhatara Turun Kabeh. Ayo jaga kesucian Pura Besakih,” imbau Jro Mangku Widiarta.

Kendala ini disebabkan karena cuaca serta medan yang terjal.

"Proses evakuasi lumayan sulit. Cuacanya gerimis. Medannya terjal, dan berkabut. Angin cukup kencang," jelas Eka, Rabu (13/3/2024).

Personil yang diturunkan untuk mengevakuasi jenazah mencapai puluhan orang yang terdiri dari SAR Karangasem, Kepolisian, TNI, BPBD Karangasem, dan pemandu lokal.

"Tim pertama terdiri sekitar 11 orang. Rinciannya yakni dari Tim SAR Karangasem sebanyak 5 orang. Tim SAR Polda Bali 3 orang. Sedangkan sisanya yakni 3 orang dari pemandu lokal. Tim 1 naik ke puncak diperkirakan sekitar pukul 03.45 wita," tambah Gusti Eka.

Sedangkan untuk tim kedua naik ke atas sekitar pukul 07.00 Wita. Kini tim sedang perjalanan menuju turun Gunung Agung.

Mereka harus waspada dan hati-hati saat evakuasi karena kabut tebal, angin kencang serta gerimis hingga membuat jalan semakin licin.

Pihaknya berharap proses evakuasi berjalan lancar, tidak ada hambatan dan cuaca sekitar segera bersahabat.

"Kendala yang kita hadapi saat mengevakuasi jenazah yakni kabutnya tebal, angin kencang, dan gerimis. Proses evakuasi membutuhkan waktu lumayan lama. Kita berharap proses evakuasi berjalan lancar, tak ada hambatan," harap Gusti Eka.

Upacara rencana digelar 2 atau 3 hari usai petugas mengevakuasi jenazah ke bawah, dan dilaksanakan di Pengubengan, Desa Besakih, Karangasem, Bali.

Bendesa Adat Besakih, Jro Mangku Widiarta, mengaku, penemuan jenazah di Puncak Gunung sudah dirapatkan bersama prajuru di Besakih.

Hasilnya, adat rencana melaksanakan pecaruan dan prayascita untuk membersihkan lokasi di Kawasan area Pura Agung Besakih sebelum dilaksanakannya Ida Bhatara Turun Kabeh.

"Upacara pembersihan rencana dilaksanakan 2 atau 3 hari pasca evakuasi. Lokasi rencana disentralkan di Pengubengan, Desa Besakih, Kecamatan Rendang. Semoga upacara pembersihan jalan lancar, tidak ada hambatan," harap Jro Mangku, sapaan akrab.

Pihaknya meminta untuk wisatawan domestik dan mancanegara tidak melakukan pendakian selama dilakukan karya Ida Bhatara Turun Kabeh.

"3 hari sebelum nedunang Ida Bhatara jalur pendakian harus steril. Tidak boleh ada pendakian. Wisatawan harus menghormati karena adanya upacara," imbuh Jro Mangku Widiarta.

Ada lima jalur pendakian ke puncak Gunung Agung. Pertama Jalur Pengubengan, Desa Besakih.

Kedua Jalur Temukus Banjar Temukus Besakih. Ketiga Jalur Pura Pasar Agung Sebudi, Kecamatan Selat.

Dan keempat Jalur Sibetan, Kecamatan Bebandem. Terakhir Jalur Pempatan, Kecamatan Rendang.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Hasan | Editor: Andi Hartik), Tribun Bali

https://denpasar.kompas.com/read/2024/03/14/091900278/sederet-fakta-pendaki-tewas-di-puncak-gunung-agung-usia-60-tahun-naik-tanpa

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com