Salin Artikel

Diwanti-wanti Ekonom Soal "Family Office" Jadi Tempat Pencucian Uang, Luhut: Kita Jangan Jadi Alien

DENPASAR, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut B. Pandjaitan meminta semua pihak untuk tidak berprasangka buruk terkait penerapan family office di Indonesia.

Pernyataan itu disampaikan Luhut saat menjawab pertanyaan wartawan terkait kekhawatiran sejumlah ekonom soal family office akan dijadikan tempat pencucian uang.

"Seperti yang saya bilang kalau tadi di Dubai, Singapura, kenapa kita tidak bisa. Kita jangan jadi alien dan berpikir-pikir tadi yah terus takut itu berpikir jadi alien saja kamu," kata dia usai menghadiri acara The 5th Global Dialogue on Sustainable Ocean Development di The Meru Sanur, Bali, pada Jumat (5/7/2024).

Ia mengatakan, pemerintah telah membentuk tim khusus untuk mematangkan penerapan family office di Indonesia.

Dalam waktu dekat, tim khusus tersebut akan mengunjungi Singapura, Hongkong, dan Dubai, untuk belajar cara pengelolaan dana orang superkaya di negara-negara tersebut.

"Iya sekarang lagi kerja nanti kami akan berkunjung ke Dubai, Singapura dan Hongkong dan untuk melihat bagaimana mereka mengelola kita kan harus benchmark dengan negara-negara yang lebih maju dari kita," kata dia.

Luhut menjelaskan, proyek family office ini nantinya akan melibatkan institusi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, dan Kepolisian.

Keterlibatan aparat penegak hukum tersebut agar family office ini tidak disalahgunakan untuk tempat pencucian uang.

"Iya kita mau tanya nanti bagaimana itu di Dubai bagaimana itu di Singapura bagaimana di Hongkong. Kita jangan terus buruk sangka, kita coba, semua kita lihat," kata dia.

Dilansir dari Kompas.com, sejumlah ekonom mewanti-wanti rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana untuk membentuk layanan family office.

Family office merupakan salah satu upaya untuk menarik kekayaan dari negara lain atau individu-individu super kaya untuk pertumbuhan ekonomi nasional.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, pemerintah harus mempertimbangkan secara mendalam membentuk family office dan menjadi negara surga pajak.

Bhima mengatakan, pemerintah harus memastikan family office tidak disalahgunakan untuk tempat pencucian uang.

"Membuka peluang masuknya family offices dan jadikan surga pajak perlu dipertimbangkan secara mendalam. Apakah Indonesia cuma dijadikan sebagai suaka pajak dan tempat pencucian uang misalnya?" kata Bhima saat dihubungi Kompas.com, Selasa (2/7/2024).

Secara terpisah, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengatakan, pemerintah menargetkan mampu menarik 500 miliar dollar AS atau setara Rp 8.178 triliun (asumsi kurs Rp 16.357 per dolar AS) dana kelolaan jika family office resmi dibentuk di Indonesia.

Adapun dana tersebut merupakan 5 persen dari total 11,7 triliun dollar AS dana kelolaan family office di seluruh dunia.

"Kalau Indonesia bisa menarik 5 persen saja, ini sudah bicara angka 500 miliar dollar AS dalam beberapa tahun ke depan. Ini kan peluang nanti akan dikaji lintas sektor dan ini merupakan peluang tambahan," kata Sandi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (1/7/2024).

https://denpasar.kompas.com/read/2024/07/05/111339078/diwanti-wanti-ekonom-soal-family-office-jadi-tempat-pencucian-uang-luhut

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com