Salin Artikel

Taman Mayura di Lombok: Daya Tarik, Sejarah, dan Harga Tiket

KOMPAS.com - Taman Mayura terletak di Jalan Purbasari No 29, Kelurahan Mayura, Kecamatan Cakranegara, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat.

Taman Mayura yang berada di Pulau Lombok tersebut adalah obyek wisata berupa peninggalan cagar budaya.

Tempat wisata tersebut memiliki nilai rekreasi dan edukasi.

Taman Mayura

Daya Tarik Taman Mayura

Taman Mayura merupakan taman yang dibangun oleh raja untuk melengkapi bangunan puri atau istana raja.

Taman Mayura juga terdapat tempat tinggal raja yang digunakan untuk istirahat raja saat berada di taman.

Struktur Taman Mayura berbentuk empat persegi panjang yang pada bagian tengahnya terdapat kolam.

Kolam tersebut dilengkapi dengan bangunan yang disebut Balai Kambang, yang letaknya berada di tengah-tengah kolam.

Taman Mayura juga memiliki empat bangunan terbuka dengan berbagai ukuran.

Pada halaman di sebalah utara terdapat bangunan (gedung) yang digunakan untuk kantor asisten residen.

Luas keseluruhan bangunan Taman Mayura, kecuali Pura Kepelug dan Padmasana, adalah 186,1 meter persegi.

Sejarah Taman Mayura

Keberadaan Taman Mayura erat kaitannya dengan sejarah masyarakat/komunitas Bali di Lombok.

Taman Mayura sudah ada sejak Kerajaan Singasari atau Karangasem Sasak di Lombok, yakni pada awal abad ke-19.

Pada saat itu, Lombok masih banyak kerajaan-kerajaan kecil, seperti Pegesangan, Pagutan, Mataram, Sengkono, dan sebagainya.

Pada perkembangannya hingga tahun 1838, kerajaan-kerajana kkecil tersebut hanya tersisa dua kerajaan, yaitu Kerajaan Singasari dan Kerajaan Mataram.

Kedua kerajaan terlibat peperangan, yang akhirnya Kerajaan Singasari mengalami kekalahan. Raja Kerajaan Singasari dan keluarganya melakukan puputan di Sweta.

Hanya dua anak kecil keturunan Kerajaan Singasari yang berhasil diselamatkan dan dibawa ke Karangasem (Bali).

Meski mengalami kemenangaan, raja Kerajaan Mataram tewas dalam peperangan tersebut.

Sebagai pewaris tahta Kerajaan Mataram, yaitu Anak Agung Gde Ngurah Karangasem (putra mahkota) dan adiknya yang bernama Anak Agung Ketut Karangasem.

Pada tahun 1839, Kerajaan Mataram berhasil menumpas habis Kerajaan Singasari.

Pada pertengahan abad ke-19, putera mahkota Kerajaan Mataram membangun puri yang berlokasi di atas bekas Puri Kerajaan Karangasem Singasari yang telah hancur.

Pembangunan tersebut selesai pada tahun 1866.

Puri tersebut kemudian diberi nama Singasari atau Karangasem, dan berganti menjadi Cakaranegara.

Pada saat tahun 1894, Kerajaan Mataram melakukan peperang melawan Belanda (ekspedisi Lombok). 

Dalam peperangan tersebut, Kerajaan Mataram mengalami kekalahan dan puri kerajaan ikut hancur dalam peristiwa tersebut.

Pada peristiwa penting itu juga ditemukan keropak (naskah lontar) Desawarnana atau dikenal Negarakertagama.

Kekalahan Kerajaan Mataram atas Belanda mengakhiri masa pemerintahan sistem kerajaan di Lombok. Peristiwa tersebut juga sebagai tanda masa pemerintahan Hindia Belanda di Lombok.

Puri atau istana sebagai lambang keberadaan kerajaan ikut hancur.

Taman Mayura atau Pura Meru dipandang sebagai satu-satunya bukti. Keberadaan Kerajaan Singasari atau Karangasem di Lombok maupun Kerajaan Mataram yang kemudian berganti nama menjadi Cakranegara.

  • Asal usul Nama Taman Mayura

Taman Mayura muncul pada masa pemerintahan Anak Agung Gde Ngurah Karangasem.

Pada awalnya, nama taman tersebut adalah Taman Kelepug, yang diambil dari bunyi kelepug-kelepug suara keras dari kolam taman.

Semula Taman Mayura adalah kawasan hutan yang banyak ularnya. Untuk membasmi ular, mala perlu ada hewan predator sejenis unggas pemakan ular, yaitu burung merak.

Dalam masa pembangunan Taman Mayura, Taman Kelepug menjadi tempat memelihara burung merak.

Nama lain burung merak dalam bahasa Sansekerta adalah Mayura, maka sejak saat itu Taman Kelepug berganti menjadi Taman Mayura. 

Harga Tiket Masuk Taman Mayura

Bagi pengunjung yang ingin menikmati Taman Mayura akan dikenakan tiket masuk. Ada beberapa harga tiket masuk Taman Mayura sesuai dengan kriteria pengunjung.

  • Wisatawan lokal sebesar Rp 5.000 dewasa dan gratis untuk anak-anak.
  • Wisatawan domestik sebesar Rp 10.000 dewasa dan Rp 5.000 anak-anak.
  • Wisatawan mancanegara sebesar Rp 20.000 dewasa dan Rp 10.000 anak-anak.

Jam Buka Taman Mayura

Jam Buka Taman Mayura mulai pukul 08.00 hingga 21.00 WITA.

Rute Taman Mayura

Jarak tempuh Taman Mayura dari pusat Kota Mataram sekitar 5,6 kilometer dengan waktu tempuh kurang lebih 15 menit.

Perjalanan dapat melalui Jalan Gajah Mada, Jalan Airlangga, Jalan Pancaka, Jalan Pejanggik, Jalan Tenun, dan Jalan Purbasari.

Sumber:

lombok.tribunnews.com

kebudayaan.kemdikbud.go.id

Google Maps

https://denpasar.kompas.com/read/2024/07/10/185236478/taman-mayura-di-lombok-daya-tarik-sejarah-dan-harga-tiket

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com