Salin Artikel

Hakim Ceramahi Jaksa karena Tak Terapkan "Restorative Justice" pada Kasus Warga Pelihara Landak

DENPASAR, KOMPAS.com - Ketua majelis hakim dalam perkara pemeliharaan landak jawa, Ida Bagus Bamadewa Patiputra menceramahi jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Tinggi Bali lantaran tidak menerapkan restorative justice atau keadilan restoratif pada perkara tersebut.

Peristiwa itu terjadi dalam sidang lanjutan terhadap terdakwa, I Nyoman Sukena, dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Ruang Kartika Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Bali, pada Kamis (12/9/2024).

Sidang tersebut dihadiri oleh Jaksa Gede Gatot Hariawan, Dewa Gede Ari Kusumajaya, dan Isa Uli Uha, serta penasihat hukum terdakwa.

Awalnya, hakim mendalami keterangan Sukena yang mengaku tidak tahu bahwa landak jawa yang dipeliharanya termasuk hewan yang dilindungi.

"Saudara bilang enggak tahu landak itu binatang yang dilindungi, kalau tahu itu dilindungi apa yang saudara lakukan?," tanya hakim.

"Mungkin saya lepas saja ke alam yang mulia," jawab Sukena.

"Enggak mau minta bikin surat (izin pelihara)?" cecar hakim.

"Enggak, kalau lapor biaya ongkos mahal yang mulia," jawab Sukena yang disambut gelak tawa para pengunjung sidang.

Mendengar jawaban itu, hakim menasihati terdakwa agar tetap melapor ke pihak terkait agar satwa yang dilindungi tersebut tidak punah.

"Jangan dilepas, kalau dilepaskan bikin bahaya gitu, lapor aja," kata hakim.

Lantas, hakim menceramahi jaksa sebagai aparat penegak hukum agar mengambil langkah yang bijak dalam menangani kasus seperti ini.

Menurut hakim, jaksa bisa saja menerapkan restorative justice (RJ) dalam kasus ini meski korbannya adalah hewan yang dilindungi.

"Ini kan pengen menyelamatkan satwa, biar tidak ada masalah. Korbannya dalam perkara ini ada, binatang itu korbannya, jangan bilang enggak bisa, sehingga RJ pun bisa," ungkapnya.

"Korbannya binatang. Sekarang bagaimana supaya korban binatang pulih kembali sehingga menjadi pemahaman kita," kata hakim.

Hakim mengatakan, hukum bisa berlaku secara represif apabila ada unsur pembangkangan. Sedangkan, dalam perkara ini terdakwa bisa memiliki motif untuk menyelamatkan satwa yang dilindungi tersebut.

"Hukum itu represif kalau orang yang disadarkan bangkang. Bisa dijalankan itu," kata dia.

Seperti diketahui, Sukena ditangkap di rumahnya oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Bali pada 4 Maret 2024.

Dia ditangkap karena memelihara dua anak landak jawa yang awalnya dipelihara oleh mertuanya.

Namun saat mertuanya meninggal, ia memutuskan untuk merawat landak jawa tersebut dan tidak untuk diperjualbelikan.

Kasus tersebut kemudian bergulir hingga ke persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar.

Sukena didakwa melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda hingga Rp 100 juta.

https://denpasar.kompas.com/read/2024/09/12/153431178/hakim-ceramahi-jaksa-karena-tak-terapkan-restorative-justice-pada-kasus

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com