Salin Artikel

Nyoman Dolpin, Dulu Pengusaha, Kini Penjaga "Jantung Wisata" Bali dari Banjir

Pria yang akrab disapa "Pak Dolpin" ini membentuk kelompok nelayan untuk ikut menanam mangrove dan merevitalisasi sungai Tukad Mati.

Buah upaya mereka kini bagai perisai yang menyelamatkan kawasan Kuta dan sekitarnya,

yang merupakan jantung pariwisata Bali, luput dari bencana banjir di musim penghujan.

Di sisi lain, perubahan itu juga telah membawa Dolpin mendapat penghargaan Kalpataru kategori Penyelamat Lingkungan pada tahun 2019.

"Sungai ini setelah perkembangan para wisata Kuta, sekitar tahun 90-an, dijadikan TPA (tempat pembuangan akhir) liar, dijadikan tempat pembuang atau sipiteng liar, dan di mana hutan mangrovenya juga rusak," kata Dolpin saat ditemui di Kuta, pada Rabu (4/6/2025).

Lahir dan tumbuh besar di Kuta membuat Dolpin sangat perihatin dengan kondisi sungai tersebut.

Dia pun meninggalkan usahanya di bidang pariwisata agar bisa terjun langsung mengatasi permasalahan itu.

Sebab, sampah di sungai tersebut tidak hanya menyebabkan banjir tetapi juga membuat hutan magrove mati.

Sekitar tahun 2001, Dolpin pun memulai dengan membentuk kelompok nelayan untuk mengadvokasi normalisasi sungai Tukad Mati.

"Kebetulan Tukad Mati ini merupakan benteng terakhir dari gempuran banjir di kawasan pariwisata Kuta, Legian, Seminyak, termasuk juga Monangmaning merupakan wilayah Denpasar," kata dia.

"Karena ini merupakan muara, muara dari sungai-sungai besar yang melintas dari Badung dan Denpasar," tambahnya.

Dolpin memiliki kepekaan terhadap sungai juga karena terinspirasi dari sang ayah, dan filosofi Tri Hita Karana, ajaran agama Hindu tentang menjaga keharmonisan Tuhan, manusia dan alam.

Bahkan, warga juga menjulukinya sebagai Dolpin karena sejak remaja sering menyelematkan turis asing yang hampir tenggelam di Pantai Kuta.

Namun, sebelum terjun ke dunia aktivis lingkungan Dolpin terlebih dahulu memastikan keluarganya telah mapan secara ekonomi.

Baginya, menjadi aktivis lingkungan bukan untuk mencari popularitas apalagi uang.

"Saya punya motto agak berbeda dengan apa yang sering dielukan. Sejahtera dulu baru kita ngurus lingkungan," kata dia.

Dolpin mengaku kegiatannya ini juga tidak luput beberapa tantangan.

Bahkan, sejumlah warga juga sempat menolak terlibat karena kegiatannya dianggap hanya untuk mencari simpatisan partai politik.

Namun, suara-suara cibiran itu lambat laun menghilang karena melihat Dolpin tanpa henti terjun langsung menanam mangrove dan membersihkan sampah di sungai tersebut.

Saat ini, hutan mangrove di kawasan tersebut semakin luas dan dipadati beberapa satwa serta bebas dari pembalakan liar karena sering diawasi masyarakat setempat.

Tak hanya itu, bantaran sungai tersebut juga ditanami berbagai macam pohon yang buahnya biasanya digunakan untuk upacara keagamaan di Bali.

"Ketika kami melakukan kegiatan lingkungan di kawasan muara tukad Mati, itu hutan mangrove yang kami selamatkan yaitu sekitar 12 hektare, sekarang sudah hampir mendekati sekitar 25 hektare," kata dia.

Dolpin tak mengelak bahwa kawasan Kuta dan sekitarnya beberapa waktu belakangan kerap terjadi banjir saat musim hujan.

Namun, biang kerok kejadian itu bukan karena sungai Tukad Mati mampet oleh sampah, tetapi kerena adanya alih fungsi lahan di area yang dulu menjadi serapan air.

Perjuangan Dolpin belum selesai. Kegigihannya menyuarakan tentang kebersihan sungai dan menjaga kelesatrian alam juga menyebar di sejumlah daerah di Pulau Dewata.

https://denpasar.kompas.com/read/2025/06/04/142128978/nyoman-dolpin-dulu-pengusaha-kini-penjaga-jantung-wisata-bali-dari-banjir

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com