Dia juga memberi arahan hingga ke tingkat desa agar tak lagi menggunakan plastik sekali pakai.
Namun, dengan adanya kebijakan itu, penggunaan paper cup dianggap jadi solusi sejumlah pihak.
Pada lingkup rumah tangga maupun kedai-kedai kopi, mereka mengganti produk plastik sekali pakai dengan paper cup.
Direktur Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali, Catur Yuda Hariyani mengungkapkan, sebenarnya penggunaan gelas kertas sudah marak.
Terlebih, setelah adanya larangan air minum dalam kemasan (AMDK) di bawah 1 liter.
"Ada kesalahpahaman di masyarakat soal di balik pelarangan itu. Pesan intinya sebenarnya yang saya tangkap adalah mari kurangi plastik sekali pakai," katanya, Senin (9/6/2025).
Menurut dia, langkah yang seharusnya dilakukan yakni kembali mencari alternatif wadah guna ulang.
Ia menilai, gelas kaca, cangkir jadul dari kaleng, tumbler, dan bahan lainnya yang lebih alami bisa menjadi solusi.
"Jadi kalau masyarakat sekarang beralih ke gelas kertas dan sekali pakai, yang harus dilakukan pemerintah harus menjelaskan lebih detail lagi di balik larangan itu. Berikan solusi yang tepat agar tidak salah jalan," katanya.
Catur menekankan, sebagaimana slogan "Menyelesaikan masalah tanpa masalah”, jangan sampai SE menimbulkan masalah baru terhadap tingginya jenis sampah baru dan meningkatkan penyakit baru karena gelas plastik yang banyak beredar di Indonesia dilapisi plastik antiair (waterproof).
Dia juga menyayangkan penggunaan gelas plastik tidak hanya untuk air dingin, tetapi juga untuk minuman panas seperti kopi dan teh yang berbahaya bagi kesehatan.
Plastik mengandung komponen bisphenol A (BPA) dan phthalate. Apabila terkena suhu panas, akan mengontaminasi air atau makanannya.
"Masyarakat harus waspada bahaya mikroplastik yang dapat menyebabkan kanker, penyakit jantung, mengganggu reproduksi, ginjal dan tenggorokan," kata dia.
Sebelumnya, semua produsen AMDK setuju menghentikan produksi botol plastik di bawah 1 liter. Semua pihak, dari atas hingga tingkat desa, sepakat tak lagi menggunakan plastik sekali pakai.
Hal itu disampaikan Gubernur Bali, I Wayan Koster dalam acara Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025 di Badung, pada Kamis (5/5/2025).
Namun, menurut Ni Wayan Riawati, pemimpin Yayasan Bali Wastu Lestari di Denpasar, kebijakan yang diterapkan Koster tersebut masih belum lengkap.
Apabila ingin mengatasi persoalan sampah di Bali, seharusnya tidak hanya penggunaan plastik sekali pakai yang dilarang. Namun, untuk semua produk yang sifatnya sekali pakai.
"Jika Gubernur membatasi penggunaan plastik sekali pakai, rasanya kurang lengkap. Berarti hanya plastik yang dilarang, akhirnya muncul yang lain, diganti dengan paper cup," katanya.
Menurutnya, paper cup justru tidak bisa didaur ulang. Sampah paper cup pun tidak laku untuk dijual karena ada campuran kertas dan plastik.
Ia menegaskan, seharusnya semua yang single use dibatasi. Tidak hanya yang berbahan plastik.
https://denpasar.kompas.com/read/2025/06/09/131401978/paper-cup-dianggap-solusi-setelah-plastik-dilarang-di-bali-pplh-harusnya