Pasangan suami istri itu menjadi korban tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di perairan Selat Bali.
Dalam peristiwa Rabu (2/7/2025) malam itu, Febriani selamat.
Namun, istrinya, Cahyani, ditemukan meninggal dunia.
Febriani dan Cahyani sebelumnya pulang ke kampung halaman mereka di Rogojampi, Banyuwangi, Jawa Timur, untuk melangsungkan pernikahan pada 20 Juni 2025.
Setelah 12 hari, mereka kembali merantau ke Bali untuk bekerja pada Rabu (2/7/2025) malam.
Keduanya menumpangi jasa travel dengan tujuan Kota Denpasar.
Mereka tiba di Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur, sekitar pukul 22.30 WIB.
"Kami berangkat pukul 22.00, sampai Pelabuhan Ketapang sekitar pukul 22.30 dan langsung naik kapal," tutur Febriani saat ditemui di Posko Pelabuhan Gilimanuk, Jembrana, Bali, Kamis (3/7/2025).
Mobil travel yang ditumpangi pasangan muda ini kemudian naik ke KMP Tunu Pratama Jaya untuk menyeberang ke Pelabuhan Gilimanuk, Jembrana, Bali.
Di tengah laut Selat Bali, keduanya merasakan kapal bergoyang.
Sebagai penumpang yang terbiasa bolak-balik menyeberang ke Bali, Febriani awalnya mengira kapal hanya goyang karena arus laut biasa.
Namun, situasi dengan cepat berubah ketika kapal mulai miring ke kiri.
Kepanikan mulai menyebar.
Para penumpang berlarian mencari pelampung dan berusaha menyelamatkan diri.
Menurut Febriani, tidak ada peringatan bahaya atau panduan keselamatan dari awak kapal. "Kami semua menyelamatkan diri sendiri, ambil pelampung sendiri," katanya.
Ia melihat lampu dan mesin kapal sudah dalam kondisi mati atau blackout.
Dalam kekacauan itu, Febriani meminta istrinya yang tidak bisa berenang untuk memeluk erat tubuhnya.
Keduanya lalu memutuskan untuk melompat ke laut sebelum kapal tenggelam.
Namun, gelombang besar yang tercipta setelah kapal terbalik dan tenggelam memisahkan mereka. "Pada saat itulah pelukan istri saya terlepas," ucap Febriani lirih.
Setelah berhasil berenang ke permukaan, ia segera berusaha mencari sang istri.
Ia berteriak memanggil nama sang istri sambil menyisir lautan yang gelap.
Namun, tidak ada jawaban. Hatinya diliputi perasaan putus asa.
Dalam keadaan lemas, ia diselamatkan oleh penumpang lain dan ditarik naik ke perahu karet bersama 11 orang selamat lainnya.
"Saya akhirnya dibantu orang-orang naik ke kapal karet. Saat itu masih coba memanggil istri saya. Tapi tetap tidak ada jawaban," katanya.
Sekitar pukul 07.00 Wita, sebuah kapal nelayan melintas dan langsung memberi pertolongan.
Karena kapasitasnya terbatas, nelayan itu hanya mampu mengangkut separuh penumpang, dan sisanya dijemput kemudian.
Setibanya di darat, Febriani langsung dibawa ke Posko Pelabuhan Gilimanuk sekitar pukul 09.30 Wita.
Di sana, ia mendapat kabar yang membuatnya sedih. Istrinya, Cahyani, ditemukan dalam keadaan meninggal dunia.
Pada Kamis petang, lima ambulans yang membawa jenazah enam orang korban tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya tiba di Pelabuhan Gilimanuk.
Para korban tersebut akan dipulangkan ke rumah duka di sejumlah daerah di Kabupaten Banyuwangi dan Kota Probolinggo.
Febriani kemudian diberi kesempatan terakhir untuk melihat wajah sang istri yang ada di mobil ambulans tersebut.
Begitu kantong jenazah dibuka, tangis Febriani pecah tak terbendung.
Ia langsung dipeluk dan ditenangkan oleh kerabatnya yang ikut mendampingi.
Sebelumnya, KMP Tunu Pratama Jaya tenggelam saat berlayar dari Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur, menuju Pelabuhan Gilimanuk, Jembrana, Bali, pada Rabu (2/7/2025) malam.
Dari total 65 penumpang dan awak kapal, hingga Kamis malam sebanyak 35 orang telah ditemukan, terdiri dari 29 korban selamat dan 6 meninggal dunia.
https://denpasar.kompas.com/read/2025/07/03/210622278/pelukan-terakhir-febriani-pada-sang-istri-yang-terlepas-bersamaan-dengan