Salah seorang warga, Made Suartana, mengatakan bahwa dalam dua minggu terakhir, jumlah temuan ular mencapai 28 ekor.
Puluhan ekor ular itu dilaporkan terlihat merayap di sekitar ladang, warung, bahkan jaring ikan di danau.
Warga memperkirakan ular tersebut berasal dari perbukitan berjarak sekitar 1,5 kilometer dari tepi Danau Buyan.
Ia menyebut fenomena ini mengundang kekhawatiran warga.
Karena ular piton berukuran besar sebelumnya belum pernah ditemukan di kawasan tersebut.
Menurut dia, ular-ular tersebut sebagian ditemukan masih hidup, sedangkan sisanya sudah dalam keadaan mati.
"Total yang terlihat sekitar 28 ekor, 12 masih hidup, sisanya mati. Tadi malam saya ketemu dua lagi," ujarnya, Minggu (6/7/2025) di Buleleng.
Ular-ular yang muncul memiliki panjang hampir dua meter.
Warga menduga ular itu berasal dari aktivitas konservasi Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali.
Beberapa dari ular tersebut bahkan dilaporkan memangsa peliharaan dan mengganggu warga yang biasa memancing di malam hari.
"Banyak warga jadi takut keluar malam atau ke danau untuk mencari ikan," sebut Suartana.
Kepala Desa Pancasari, I Wayan Komiarsa menyatakan bahwa kemunculan ular piton dalam jumlah banyak dan ukuran besar merupakan hal yang baru pertama kali terjadi di wilayahnya.
"Saya juga kaget, dari dulu di sini belum pernah ada ular piton sebesar itu. Bisa jadi ada yang membuang atau melepas, entah dari hutan atau hasil penangkapan," kata dia.
Ia menambahkan, sejauh ini ular-ular tersebut masih ditemukan di area sekitar danau dan belum memasuki pemukiman.
Namun, apabila situasi dianggap meresahkan, pihak desa akan segera berkoordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali.
Menanggapi kekhawatiran warga, Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Bali, Sumarsono, menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah melepasliarkan ular piton di kawasan Danau Buyan.
Menurut Sumarsono, lokasi pelepasliaran satwa oleh BKSDA dilakukan di hutan lindung kawasan Batukau di Kabupaten Tabanan, Bali.
Lokasi itu disebut jauh dari area publik maupun pemukiman warga.
"Itu tidak benar, kami kalau melepas satwa itu di cagar alam tepatnya di Batukau, di kawasan hutan desa Tabanan. Itu perbatasan dengan hutan lindung langsung, tidak berbatasan dengan kebun warga," jelasnya.
Ia juga menegaskan, BKSDA tidak mungkin melepas satwa berbahaya di area publik atau kawasan wisata.
Ini mengingat Danau Buyan merupakan lokasi wisata resmi yang memungut retribusi kunjungan.
"Kalau itu area publik, kami jual karcis di situ, tidak mungkin kita menakut-nakuti warga di situ," tambahnya.
Lebih lanjut, Sumarsono menjelaskan bahwa keberadaan ular piton di kawasan tersebut sebenarnya bukan hal baru.
Namun, belakangan populasinya meningkat akibat berkurangnya jumlah predator alami seperti elang dan burung hantu.
Perubahan fungsi hutan di sekitar kawasan juga turut memperparah kondisi.
"Jadi dari dulu memang ada, kemudian predator seperti elang tidak ada. Jadi ularnya semakin banyak," ujarnya.
Ia menyebut BKSDA hanya melepas elang di kawasan Danau Buyan, bukan ular atau satwa berbahaya lainnya.
Untuk menindaklanjuti laporan warga, pihaknya kini menunggu laporan rinci dari desa mengenai lokasi dan jenis ular yang ditemukan.
"Kami akan datangi, makanya kita perlu data konkret, lokasinya, jenis ularnya apa saja," pungkasnya.
https://denpasar.kompas.com/read/2025/07/06/151739878/puluhan-ular-piton-muncul-di-desa-pancasari-bikin-warga-khawatir-ini