Salin Artikel

Suara di Laut Ternyata Bukan Hantu, Cerita Nelayan Selamatkan Korban Tenggelam KMP Tunu Pratama

Atas jasanya membantu penyelamatan korban, Lukman mendapatkan apresiasi dari Pemkab Jembrana pada Selasa (8/7/2024).

Sebanyak 22 orang yang terdiri dari 12 nelayan dan 10 orang relawan, yang membantu proses evakuasi korban tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya, mendapat piagam penghargaan dari Bupati Jembrana, I Made Kembang Hartawan.

Lukman tak hanya menemukan penumpang yang masih hidup, ia juga membantu evakuasi korban jiwa dalam tragedi tersebut. 

Ia menemukan para korban di perairan Pantai Pebuahan, Jembrana, Bali pada Kamis (3/7/2025).

Saat itu, Lukman sempat takut karena mendengar suara minta tolong di tengah laut.

Ia mengira itu suara gaib atau suara hantu. Ternyata, teriakan itu datang dari korban kapal tenggelam yang berada di tengah lautan.

"Sampai saat ini saya masih merinding," tutur Lukman mengenang proses evakuasi korban KMP Tunu Pratama Jaya di tengah perairan Pantai Pebuahan tersebut.

Lukman begitu semangat ketika menceritakan aksinya bersama rekan nelayan lainnya untuk menyelamatkan korban KMP Tunu Pratama Jaya yang selamat maupun meninggal dunia.

Saat itu, ia tengah melakukan aktivitas seperti biasanya, sekitar pukul 03.30 Wita. 

Ia tengah mencari ikan di perairan selatan Pantai Pebuahan. Ketika sudah mendapat ikan dan hendak pulang, Lukman mendengar teriakan minta tolong dari lautan.

Ia terpaksa menghentikan aktivitas melautnya dan sempat membuang hasil tangkapannya yang baru diperoleh sekitar 2 kilogram ikan.

Nelayan asal Banjar Pebuahan, Desa Banyubiru, Kecamatan Negara, Jembrana tersebut mencari sumber teriakan itu.

Setelah teriakan pertama, muncul lagi teriakan lanjutan. Teriakan berikutnya itu meyakinkan dirinya bahwa suara itu berasal dari manusia.

Ia langsung mencari rekan nelayan lainnya untuk bersama mencari sumber suara.

Tak disangka, ketika mendekati, Lukman mendapati seorang warga yang sedang mengapung dengan jaket pelampung.

Saat itu, terjadi gelombang tinggi yang membuat dirinya kesulitan untuk menggapai lokasi korban. Karena rasa kemanusiaan yang tinggi, ia bersama rekannya melakukan pertolongan.

"Pertama kita menemukan korban yang selamat, menggunakan pelampung. Saya menemukan satu orang dan teman saya juga satu orang," tutur Lukman Hakim setelah menerima apresiasi dan penghargaan.

Setelah itu, ia dan rekannya menyisir perairan ke arah barat. Di perjalanan, dia melihat banyak buah nanas yang mengapung diduga berasal dari salah satu mobil yang ikut tenggelam pada peristiwa nahas tersebut.

Namun begitu, ketika hendak mengevakuasi jenazah tersebut, ia kembali mendengar teriakan minta tolong dari tengah lautan.

Ia memutuskan mencari sumber suara karena di tengah lautan, ada korban yang masih hidup. Ia bergegas ke lokasi titik suara itu dan menemukan korban lainnya.

"Saya tinggal dulu yang itu (meninggal dunia), untuk menyelamatkan korban yang masih hidup," ucap dia. 

Lukman akhirnya menemukan seorang pria yang sedang merangkul ayahnya. Ternyata, ayah korban tersebut sudah meninggal dunia.

Tangan pria itu masuk ke kaus ayahnya karena tidak ingin jenazah ayahnya hilang dihantam gelombang.

"Anaknya menggunakan pelampung, ayahnya tidak dan kondisinya sudah meninggal dunia," kata dia.

Tak sampai di sana, Lukman kembali melihat cahaya kelap-kelip yang kemungkinan jadi tanda korban.

Dia balik memutar dan menemukan empat orang lainnya. Kondisinya, tiga orang di antaranya sedang mengitari satu orang yang sudah meninggal dunia.

"Saat itu situasinya gelap, hanya terlihat yang kena senter. Gelap gulita, hanya kelihatan yang di samping," kata dia. 

Lukman menyebutkan, selama 2,5 jam menyisir perairan Pebuahan, ia lantas menuju pesisir.

Di pesisir pantai, ia dibantu nelayan lainnya melakukan evakuasi pertama para korban selamat untuk diarahkan ke rumah warga.

Korban meninggal dunia dievakuasi ke daratan, untuk selanjutnya diidentifikasi dan dievakuasi menuju RSU Negara.

"Ini kewajiban sesama manusia. Jika kita mampu, lebih baik menolong sebisanya," ujar Lukman. 

Dari Pantai Pebuahan, ada 16 orang korban ditemukan selamat dan 5 orang ditemukan meninggal dunia.

Artikel ini telah tayang di Tribun-Bali.com dengan judul "TERIAKAN Minta Tolong Dikira Suara Hantu, Lukman Temukan Korban Hidup & Mati KMP Tunu Pratama Jaya".

https://denpasar.kompas.com/read/2025/07/09/080218778/suara-di-laut-ternyata-bukan-hantu-cerita-nelayan-selamatkan-korban

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com