Direktur Medik dan keperawatan RSUP Prof Ngoerah, dr. I Made Darmajaya, mengatakan proses otopsi terhadap jenazah WNA tersebut berdasarkan permintaan dari penyidik Kepolisian Sektor (Polsek) Kuta Utara, pada 4 Juni 2025.
Kemudian, pihaknya melakukan pemeriksaan mikroskopis jaringan atau patologi anatomi dan analisis toksikologi berupa pengambilan organ jantung untuk mengetahui penyebab kematian korban.
"Jadi pada kasus tertentu, jantung memang perlu diambil secara utuh karena menentukan tempat di mana kelainan jantung ditemukan tidaklah mudah. Mengeraskan atau fiksasi istilahnya dalam dunia forensik itu, jaringan utuh jelas memerlukan waktu lebih panjang daripada sampel organ," kata Darmajaya saat konferensi pers di aula RSUP Prof Ngoerah Denpasar, Rabu (24/9/2025).
Ia mengatakan pemeriksaan pantologi anotomi terhadap organ jantung korban ini memerlukan waktu sekitar 1 bulan untuk mendapatkan hasil yang akurat.
Sementara, jenazah korban dipulangkan lebih dahulu ke Australia atas permintaan keluarga. Proses pemulangan jenazah ini melibatkan pihak ketiga.
"Jadi karena memang ini kan perlu proses lama pemeriksaan kita, jadi, jadi jenazah beliau duluan, setelah ada pemeriksaan jantung yang komplit baru disusulkan. Jadi karena hal ini disebabkan karena waktu lebih panjang diperlukan untuk memproses jantung yang bersangkutan untuk bisa mencapai syarat untuk dilakukan pemeriksaan patologi," kata dia.
Darmajaya juga membantah bahwa organ jantung WNA tersebut sengaja ditahan untuk dijual maupun dijadikan sebagai bahan penelitian di RSUP Prof Ngoerah.
"Jadi, saya juga seorang ahli bedah, ya. Untuk saraf itu harus donor hidup atau yang belum mati otak. Kalau jenazah sampai sudah sekian hari, apalagi sudah 5 hari, tentu, ya, eh, statement seperti itu harusnya tidak dikait-kaitkan sebetulnya," kata dia.
Di tempat yang sama, Kepala instalasi Forensik RS Ngoerah dr Kunthi Yulianti, S,p.F, mengaku heran kenapa kasus ini tiba-tiba kembali menjadi sorotan.
Sebab, dr. Nola Margareth Gunawan, selaku dokter penanggungjawab otopsi terhadap korban telah memberikan penjelasan kepada pihak keluarga yang dijembatani oleh konsulat Australia terkait persoalan ini, pada Juli 2025 lalu.
Saat itu, pihak keluarga sudah memahami dan menyatakan tidak keberatan terkait adanya proses pemeriksaan patologi anatomi tersebut.
"Sebenarnya kasus ini, bagi keluarga dan konsulat udah selesai, di bulan Juli itu dan organnya sudah dikembalikan. Keluarga sudah berkomunikasi dengan dokter Nola dalam hal ini tidak ada permasalahan. Jadi kenapa sekarang ramai, saya juga ingin bertanya," kata dia.
Sebelumnya diberitakan, misteri kematian warga Australia, Byron Haddow (23), di Bali semakin menimbulkan pertanyaan besar setelah jenazahnya dipulangkan ke Brisbane tanpa jantung.
Temuan mengejutkan itu baru diketahui ketika pihak keluarga melakukan otopsi kedua di Australia, 4 minggu setelah kematiannya.
Byron ditemukan tak bernyawa di kolam renang vila pribadinya di Bali saat berlibur pada Senin (26/5/2025).
Jenazahnya dipulangkan ke Australia pada Juni lalu, namun baru kemudian terungkap bahwa organ vitalnya tidak ikut serta.
"Tubuh Byron baru dipulangkan hampir empat minggu setelah kematiannya. Namun dua hari sebelum pemakaman, kami diberitahu oleh Koroner Queensland bahwa jantungnya telah diambil dan ditinggalkan di Bali, tanpa sepengetahuan kami, tanpa persetujuan, tanpa alasan hukum atau moral. Ini tidak manusiawi. Ini benar-benar menghancurkan,” kata orang tua Byron, Robert dan Chantal Haddow, dalam pernyataan rilis kuasa hukumnya di Bali.
https://denpasar.kompas.com/read/2025/09/24/141841278/jenazah-turis-australia-dipulangkan-dari-bali-tanpa-jantung-ini-penjelasan