Salin Artikel

Perjuangan Perempuan di Bali, Mental Harus Kuat: Sekarang Saya Tahu Rasanya Jadi Ibu

Cukup mendengarkan nasehat dan perintah orang tua serta memenuhi keperluan diri sendiri.

Namun semuanya berubah ketika perempuan asal Kintamani, Kabupaten Bangli ini menikah dan dikaruniai anak.

Baginya kehidupan masa lajang dan menjadi seorang ibu, sangatlah berbeda.

"Sekarang saya sudah merasakan bagaimana menjadi ibu. Dulu saya adalah anak dan sekarang saya jadi ibu. Menjadi seorang ibu berat, stamina dan mental harus kuat," tuturnya, Senin (1/12/2025) pagi.

Rasmini dan suaminya sehari-hari bekerja sebagai petani. Dia mengatakan kecemasan terbesarnya ketika anak-anak masih kecil dan harus sering dia tinggal pergi ke kebun.

Biasanya dia akan bangun pukul 06.00 Wita, lalu masak untuk bekal suaminya. Kemudian saat anak-anaknya tertidur, Rasmini segera pergi ke kebun mencari pakan ternak.

Selama berada di kebun, perasaanya selalu was-was memikirkan anak-anak karena ditinggal sendiri. Tak jarang pula ketika sampai di rumah, anak-anaknya sudah menangis tersedu-sedu.

"Di sanalah saya merasa betapa capeknya pikiran dan tubuh menjadi seorang ibu," ucap Rasmini.

Tak hanya itu, selama berpuluh-puluh tahun Rasmini juga harus berjuang menghadapi sulitnya mendapat air bersih. Dia harus jalan berjam-jam lamanya untuk mencari air dan memenuhi kebutuhan keluarga.

"Harus siap banting tulang jadi seorang ibu. Sekarang saya baru paham bagaimana sesungguhnya menjadi seorang Ibu," ungkap Rasmini, ibu dua anak laki-laki.

Rasmini berulang menekankan betapa berbeda kehidupannya ketika masih muda.

Saat muda dulu, dia tidak perlu memikirkan apa-apa. Hanya mengikuti perkataan orang tua.

Namun sekarang setelah menjadi istri dan seorang ibu, dia merasakan betapa tidak mudahnya menjalani semua itu.

"Belum mengurus bayi, masak, mencuci, mengurus suami. Benar-benar pekerjaan yang berat. Harus kuat dan tahan banting. Terutama mental harus kuat," ucapnya.

Lanjutnya, "Ternyata banyak hal berubah saat kita menjadi seorang ibu. Belum anaknya cerewet. Pekerjaan rumah belum beres, harus ke kebun. Belum lagi ada upacara adat."

Di tengah semua tantangan dan cobaan itu, Rasmini tetap menyimpan harapan besar dan akan melakukan pekerjaan apapun demi anak-anaknya.

Lelah pikiran, batin, dan tubuh, tak lagi dia hiraukan. Semuanya demi masa depan anak-anak yang lebih baik.

"Bagaimana anak-anak saya bisa tumbuh dengan sempurna, maksudnya mereka tercukupi. Kebutuhan mereka terpenuhi dan tumbuh tanpa ada masalah. Walau memang tidak mungkin jika tidak ada masalah dalam hidup ini," jelas dia.

Dia pun menyadari, tantangan akan semakin besar ketika anak-anaknya tumbuh semakin remaja dan dewasa. Memastikan mereka aman, selamat, dan tidak terjerat dalam masalah.

"Pikiran harus jernih. Apalagi kalau sedang ada masalah dengan suami, kadang anak-anak ikut kena imbas. Tapi di situ mental harus stabil. Motivasi saya untuk anak-anak agar pendidikan mereka lebih baik," ucap Rasmini.

Dia pun menyadari bahwa tidak hanya dirinya sendiri yang berjuang keras dalam menjalankan peran sebagai ibu.

Menurutnya ada banyak perempuan di Bali yang merasakan hal serupa. Karenanya sangat penting untuk saling mendukung. Begitupula dengan suami yang mau bekerja sama dalam menjalankan kehidupan rumah tangga.

https://denpasar.kompas.com/read/2025/12/01/120206178/perjuangan-perempuan-di-bali-mental-harus-kuat-sekarang-saya-tahu-rasanya

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com