BALI, KOMPAS.com-Pengelolaan subak atau terasering di Bali menjadi kearifan lokal yang dipamerkan delegasi Indonesia dalam World Water Forum ke-10.
Pembagian air untuk subak dilakukan masyarakat sampai mendapat pujian dari Deputy Director General of UNESCO Xing Qu.
Pasalnya, masyarakat dapat menjaga sistem irigasi itu tetap terjaga selama ribuan tahun.
Sebagai informasi, subak dikelola masyarakat adat Bali melalui mekanisme irigasi berlandaskan filosofi Tri Hita Karana (keseimbangan dan keharmonisan antara manusia, alam, dan Tuhan).
Baca juga: Mengenal Ritual Segara Kerthi, Kearifan Lokal Pemuliaan Air di Bali
Kearifan lokal ini dinilai mampu menjadi contoh harmonisasi hubungan antara air dengan manusia.
"Advokasi perlindungan warisan budaya terkait dengan air demi mengatasi tantangan permasalahan air di abad ke-21, semuanya sangat terkait erat dalam konteks Subak," dalam diskusi bertajuk “Subak and Spice Routes: Local Wisdom Water Management” yang merupakan bagian dari rangkaian World Water Forum (WWF) ke-10, Bali, Selasa (21/5/2024).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid mengungkapkan kearifan lokal soal tata kelola air sudah melekat di masyarakat Indonesia.
Selama ribuan tahun, masyarakat Nusantara sudah mengolah air sebagai sumber utama kehidupan.
Kearifan lokal ini bisa berkontribusi bagi masyarakat global.
“Apabila kita mau mempelajari khazanah itu dengan baik, saya yakin, kita semua akan bisa menemukan solusi atas permasalahan air yang kita hadapi saat ini. Bali telah memiliki basis nilai pengelolaan air yakni solidaritas dan konektivitas. Mereka yang hidup di hilir dan menikmati air dari hulu, juga harus bisa berterima kasih dengan masyarakat di hulu,” ujar Hilmar.
Baca juga: Desa Ini Bakal Pamerkan Tata Kelola Air Berbasis Kearifan Lokal ke Delegasi WWF
Menurut dia, isu pengelolaan air sangat kompleks karena perlu penanganan komprehensif dan dibutuhkan kerja sama lintas negara.
Subak bisa menjadi contoh yang baik karena sistem pengelolaan air ini menawarkan cara yang efektif dan berkelanjutan.
Sekretaris DPP Peradah Indonesia Bali I Ketut Eriadi Ariana menambahkan, masyarakat Bali menganggap air sebagai representasi manusia secara menyeluruh, baik di dalam maupun di luar.
“Ketika mata air hilang, pikiran orang Bali pun hilang. Ada teks kuno Bali yang membicarakan soal pengelolaan air dan berbagai aturan cara menjaga dan merawat air. Subak tidak hanya sekadar terasering, tapi merupakan bentuk solidaritas,” kata Ariana yang punya gelar Jero Penyarikan Duuran Batur.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.