BALI, KOMPAS.com - Ahli virologi sekaligus guru besar di Universitas Udayana, Prof Dr drh I Gusti Ngurah Kade Mahardika mengatakan, temuan pasien positif Covid-19 varian Omicron di Surabaya usai berlibur ke Bali bukan hal yang mengagetkan.
Bali juga tidak sedang kecolongan dengan kasus tersebut.
"Bukan kecolongan. Jadi ini bukan hal aneh kalau Omicron ada di Bali. Yang aneh justru jika tak ditemukan di Bali," kata Mahardika saat dihubungi, Senin (3/1/2022).
Baca juga: 11 Petugas Hotel di Bali Kontak dengan Pasien Omicron Surabaya, Jalani Tes PCR dan Karantina
Mahardika menjelaskan, mengacu pada data yang disampaikan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Bali, pasien Covid-19 varian Omicron di Surabaya tersebut berada di Bali sekitar lima hari.
Artinya, penularan itu bisa saja terjadi saat pasien tersebut masih berada di Surabaya atau ketika sudah berwisata di Bali.
"Jadi bisa saja dia tertular di Surabaya atau tertular di Bali," kata Mahardika.
Baca juga: Pasien Omicron Surabaya Rasakan Sakit di Tenggorokan Sepulang dari Bali
Menurutnya, ancaman penyebaran varian Omicron melalui wisatawan domestik yang berkunjung ke Bali sangat besar. Sebab, sistem penyaringan wisatawan domestik hanya menggunakan tes cepat antigen.
Mahardika menyebut, dari 100 orang yang dites cepat antigen, hanya 80 persen yang terdeteksi positif. Sisanya, sebanyak 20 persen akan lolos dari deteksi karena tidak menggunakan tes swab PCR.
Selain itu, data kasus varian Omicron di Indonesia sudah melebihi angka 100 kasus. Dengan begitu, Mahardika menyebut ada peluang multiple introduction atau penularan berulang dan tidak tunggal.
"Bisa saja orang yang terdeteksi bergejala sekarang misalnya, tapi sudah lima sampai tujuh hari sebelumnya yang tertular. Bisa saja sudah sempat menularkan kemana-mana," katanya.