Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tenun Sumba: Motif, Pewarna Alami, dan Perkembangan

Kompas.com, 13 November 2023, 22:26 WIB
Dini Daniswari

Editor

KOMPAS.com - Tenun Sumba lahir dari kekayaan alam di wilayah Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Tenun Sumba adalah wastra atau kain tradisional yang diolah menggunakan pewarna alami.

Kain tradisional tersebut juga memiliki motif yang bernilai historis meskipun belakangan ini motif disesuaikan dengan keinginan pasar demi lestarinya wastra tersebut.

Tenun Sumba

Motif Tenun Sumba

Motif Tenun Sumba yang lazim dibuat adalah motif flora dan fauna. Motif tersebut memiliki makna sesuai dengan karakter aslinya.

Motif buaya dipilih karena memiliki insting yang kuat, ditakuti, dan dikeramatkan oleh masyaratakt adat Sumba. Motif buaya biasanya digunakan untuk raja.

Makna motif kuda menggambarkan kepahlawanan, keagungan, dan kebangsawanan. Hal tersebut karena kuda adalah simbol harga diri masyarakat Sumba.

Baca juga: Tenun Sumba, Kain yang Memberi Hidup

Berbagai motif tenun Sumba lainnya, yaitu motif ayam yang melambangkan kehidupan wanita, maupun motif burung (biasanya kakatua) melambangkan persatuan.

Pada kain kain kuno tenun Sumba dijumpai motif mahang atau singa, rusa, kura-kura, udang, dan hewan lainnya.

Pewarna Alami Tenun Sumba

Tenun Sumba menggunakan pewarna alami yang awet hingga puluhan bahkan ratusan tahun.

Bahan pewarna alami tenun Sumba berasal dari akar mengkudu untuk mendapatkan warna merah, daun nila untuk mendapatkan warna biru, dan lumpur untuk mendapatkan warna coklat.

Setiap pengrajin juga memiliki resep khusus untuk pewarnaan tersebut.

Mereka merahasiakannya karena dianggap sebagai ciri dan keunikan kain yang dihasilkannya.

Proses pengerjaan tenun Sumba cukup panjang. Selembar tenun Sumba membutuhkan waktu pengerjaan sekitar enam bulan hingga tiga tahun.

Ada berbagai tahapan yang harus dilalui, seperti pembuatan motif maupun proses peminyakan benang menggunakan bahan alami, seperti minyak kemiri.

Proses peminyakan supaya larutan warna merah yang berasal dari mengkudu dapat lebih meresap ke dalam benang.

Proses pencelupan warna dapat dilakuan beberapa kali tergantung kepekatan warna yang diinginkan.

Pembuatan tenun Sumba biasaya dilakukan oleh wanita. Para wanita Sumba telah belajar menenun sejak kanak-kanak, sekitar usia 8 hingga 10 tahun.

Baca juga: Ribuan Tenun Sumba di Tangan Kolektor Asing

Perkembangan Tenun Sumba

Dilansir dari Kompas.com (19/10/2020), masyarakat Sumba pertama kali menenun sekitar 1800-1900-an hingga saat ini.

Tenun Sumba juga mengalami pergeseran nilai sesuai dengan perkembangan masyarakat.

  • Tenun Sumba bagian ritual persembahan kepada Tuhan

Salah satu alasan orang Sumba menenun adalah sebagai ritual persembahan syukur kepada Tuhan. Pada tahap ini, nilai seni dan budaya diutamakan.

Motif yang muncul adalah motif binatang dan motif yang menggambarkan karakteristik orang Sumba.

Kain ditenun oleh keluarga bangsawan dan digunakan sebagai ritual keagamaan.

  • Tenun Sumba untuk status sosial

Masyarakat Sumba menenun untuk menggambarkan status sosial dan keperluan adat, terjadi sekitar tahun 1900-an.

Tenun Sumba mengalami pergeseran nilai yang ditandai dengan motif yang berbeda.

Motif yang digunakan, seperti motif Patola Kamba yangg merupakan gambar bunga-bunga yang diadopsi dari Patola India.

  • Tenun Sumba untuk memenuhi kebutuhan pasar

Pada sekitar 1970-an, tenun Sumba mulai dibuat untuk memenuhi kebutuhan pasar.

Penulis: Nicholas Ryan Aditya | Editor: Anggara Wikan Prasetya

Sumber:

aman.or.id

indonesia.go.id

ditsmp.kemdikbud.go.id

travel.kompas.com

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Warga Denpasar Batalkan Perjalanan Demi Selamatkan Hewan Peliharaan dari Banjir: Sangat Trauma Saya
Warga Denpasar Batalkan Perjalanan Demi Selamatkan Hewan Peliharaan dari Banjir: Sangat Trauma Saya
Denpasar
WNA Buat Video Asusila di Pantai Kelingking Bali, Polisi Cari Pelakunya
WNA Buat Video Asusila di Pantai Kelingking Bali, Polisi Cari Pelakunya
Denpasar
Viral 2 Siswa Sekelas di Bali Duel Gara-gara Persoalan Asmara, Polisi Turun Tangan
Viral 2 Siswa Sekelas di Bali Duel Gara-gara Persoalan Asmara, Polisi Turun Tangan
Denpasar
Turis Asing Tewas Diduga karena Terobos Banjir di Bali, Identitas Masih Misterius
Turis Asing Tewas Diduga karena Terobos Banjir di Bali, Identitas Masih Misterius
Denpasar
Hujan Deras Sebabkan Banjir di 5 Titik di Bali, Ketinggian Capai 1 Meter
Hujan Deras Sebabkan Banjir di 5 Titik di Bali, Ketinggian Capai 1 Meter
Denpasar
Jika TPA Suwung Ditutup, Warga Denpasar Berharap Ada Mesin Pengolah Sampah di Setiap Desa
Jika TPA Suwung Ditutup, Warga Denpasar Berharap Ada Mesin Pengolah Sampah di Setiap Desa
Denpasar
Proyeknya di Bali Ditutup oleh Pansus TRAP, Jimbaran Hijau: Kami Menunggu Dipanggil
Proyeknya di Bali Ditutup oleh Pansus TRAP, Jimbaran Hijau: Kami Menunggu Dipanggil
Denpasar
Proyek di Jimbaran Hijau Dihentikan, Satpol PP Pasang Police Line
Proyek di Jimbaran Hijau Dihentikan, Satpol PP Pasang Police Line
Denpasar
Pansus TRAP DPRD Bali Tutup Sementara Proyek Jimbaran Hijau
Pansus TRAP DPRD Bali Tutup Sementara Proyek Jimbaran Hijau
Denpasar
Soal Bangunan Nuanu yang Disebut Melanggar, Satpol PP Bali: Secara Prinsip Tidak Masalah
Soal Bangunan Nuanu yang Disebut Melanggar, Satpol PP Bali: Secara Prinsip Tidak Masalah
Denpasar
Buat Konten Pakai Mobil Pikap di Bali, Bintang Porno asal Inggris Dijatuhi Pidana Denda Rp 200.000
Buat Konten Pakai Mobil Pikap di Bali, Bintang Porno asal Inggris Dijatuhi Pidana Denda Rp 200.000
Denpasar
Bangunan Investor di Taman Nasional Bali Barat Disegel
Bangunan Investor di Taman Nasional Bali Barat Disegel
Denpasar
Banjir Terjang Karangasem Bali, Puluhan Rumah Warga Terdampak
Banjir Terjang Karangasem Bali, Puluhan Rumah Warga Terdampak
Denpasar
Pansus TRAP Bakal Cek Kembali Nuanu Creative City meski Izin Disebut Lengkap
Pansus TRAP Bakal Cek Kembali Nuanu Creative City meski Izin Disebut Lengkap
Denpasar
Rombongan Pelajar Jepang Curi 40 Baju di Ubud Bali, Aksinya Terekam CCTV
Rombongan Pelajar Jepang Curi 40 Baju di Ubud Bali, Aksinya Terekam CCTV
Denpasar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau