KOMPAS.com - Subak adalah organisasi masyarakat petani di Bali, yang khusus mengatur sistem pengairan atau irigasi tradisional.
Subak bagi masyarakat bali tidak sekedar sistem irigasi, namun merupakan konsep kehidupan rakyat Bali.
Dalam pandangan masyarakat Bali, Subak adalah gambaran langsung dari filosofi Tri Hita Karana, yang bersumber pada agam Hindu.
Sehingga Subak tidak hanya pertanian dan cocok tanam melainkan juga masalah ritual dan peribadatan untuk memohon rezeki dan kesuburan.
Subak telah menjadi warisan budaya dunia yang ditetapkan oleh UNESCO.
Para ahli menyebutkan bahwa Subak sebagai sistem teknologi yang telah menjadi budaya di Bali, yaitu budaya asli petani Bali
Kegiatan bercocok tanam padi telah ada di Bali sekitar tahun 882 M. Hal ini ditunjukkan melalui Prasasti Sukawana A1 atau prasasti tertua di Bali yang menyebutkan Huma yang berarti sawah.
Kata Subak adalah kata yang berasal dari bahasa Bali. Pertama kali dilihat, kata tersebut terdapat dalam Prasasti Pandak Bandung dengan angka tahun 1072 M.
Kata Subak mengacu pada sebuah lembaga sosial dan keagaman yang unik.
Dimana, lembaga tersebut memiliki pengaturan sendiri dan asosiasi demokrastis petani dalam menetapkan penggunaan air irigasi dan pertumbuhan padi.
Baca juga: Mengenal Filosofi dan Nilai Budaya Subak yang Jadi Primadona Turis di Bali
Subak dalam membangun dan mengelola sistem irigasi telah diwariskan secara turun temurun sehingga menjadi lembaga adat Subak, seperti saat ini
Keberadaan subak merupakan manifestasi dari filosofi atau konsep Tri Hita Karana. Filosofi yang mengajarkan manusia dapat hidup aman, bahagia, tentram dan lahir batin.
Konsep Tri Hita Karana adalah menjaga hubungan harmonis dengan Tuhan, antara manusia dengan alamnya.
Konsep Tri Hita Karana terdiri dari parahyangan yang ditujukan pada pemujaan terhadap pura di kawasan subak.
Pawongan dengan organisasi yang mengatur sistem irigasi subak. Palemahan yang mana menunjukkan kepemilikan tanah atau wilayah setiap subak.