Ketiga unsur dalam konsep Tri Hita Karana memiliki hubungan timbal balik.
Subak dapat bertahan lebih dari satu abad karena masyarakatnya taat terhadap tradisi leluhur.
Pembagian air dilakukan secara adil dan merata. Segala masalah dibicarakan bersama, termasuk penetapan waktu menanam dan penentuan jenis padi juga dilakukan bersama.
Bagi pelanggar, sanksi akan ditentukan sendiri oleh warga melalui upacara ritual yang dilakukan di pura.
Adanya harmonisasi kehidupan seperti inilah yang menjadi kunci utama budaya Subak dapat lestari di Pulau Dewata.
Anggota Subak disebut krama Subak, mereka adalah para petani yang memiliki garapan sawah dan sawahnya mendapatkan bagian air.
Baca juga: Jadi Primadona Turis Asing, Subak Jatiluwih Tawarkan Wisata Budaya dan Pemandangan
Sebagai organisasi yang bersifat otonom, subak dapat menetapkan peraturan sendiri yang disebut dengan awig awig, sima, dan pararem.
Isi pokok awig awig adalah mengatur tentang parahyangan, pawongan, dan pelemahan. Sedangkan, pararem sebagai pelaksanaan awig awig yang berisikan hal-hal yang lebih detail.
Awig-awig Subak berisikan tentang hak dan kewajiban warga subak dan berisi sanksi jika melanggar hak dan kewajiba.
Setiap anggota Subak akan mendapat fasililtas berupa pengalapan (bendungan air), jelinjing (parit), dan sebuah cakangan (alat untuk memasukkan air ke bidang sawah garapan).
Krama Subak secara bersama-sama membuat, memelihara, mengelola, dan menggunakan fasilitas irigasi.
Melalui sistem Subak ini, para petani mendapatkan air sesuai ketentuan yang ditetapkan dalam musyawarah krama Subak yang dilandasi filosofi Tri Hita Karana.
Untuk itu, kegiatan oragnisasi Subak tidak hanya mengenai pertanian atau bercocok tanam saja, melainkan juga masalah ritual dan peribadatan untuk memohon rezeki dan kesuburan.
Tanaman padi, sawah, dan air memiliki peranan penting dalam irigasi Subak yang juga dikaitkan dengan religi. Ketiganya berkaitan dengan kekuasaan Dewi Sri (Dewi kesuburan dan kemakmuran).
Baca juga: Menjaga Subak, Memuliakan Peradaban
Setiap subak umumnya memiliki pura yang disebut Pula Ulun Carik atau Pura Bedugul, dimana pura khusus dibangun oleh para petani untuk memuja Dewi Sri.