KOMPAS.com - Hari Raya Galungan adalah salah satu hari besar keagamaan yang dirayakan oleh umat Hindu.
Di Bali, perayaan Hari Raya Galungan identik dengan banyaknya penjor sebagai hiasan yang dipasang di tepi jalan.
Baca juga: Link Twibbon dan Ucapan Galungan 2024 untuk Dibagikan di Medsos
Tidak hanya di Bali, perayaan Hari Raya Galungan juga dirayakan secara khidmat dan penuh kedamaian oleh umat Hindu di berbagai daerah di Indonesia.
Perayaan Hari Raya Galungan dilakukan setiap 6 bulan sekali atau atau setiap 210 hari dalam kalender Bali atau penanggalan Pawukon.
Jatuhnya Hari Raya Galungan yaitu pada hari rabu yakni budha kliwon wuku dungulan.
Baca juga: 6 Tradisi Hari Raya Galungan di Bali, Ada Mengarak Barong
Dilansir dari laman djkn.kemenkeu.go.id, kata "galungan" berasal dari bahasa Jawa kuno yang berarti bertarung. Galungan juga biasa disebut dengan 'dungulan' yang artinya menang.
Meski terdapat perbedaan penyebutan wuku Galungan di Jawa dengan wuku Dungulan di Bali, keduanya ternyata memiliki arti yang sama yaitu wuku yang kesebelas.
Baca juga: 7 Fakta Hari Raya Galungan, Pernah Berhenti Dirayakan Selama 23 Tahun
Meski sejarah perayaan Galungan ini tidaklah diketahui secara pasti, namun menurut Lontar Purana Bali Dwipa, Hari Raya Galungan pertama kali dirayakan pada hari Purnama Kapat (Budha Kliwon Dungulan) di tahun 882 Masehi atau tahun Saka 804.
Penjelasan dalam kitab atau pustaka suci umat Hindu tersebut berbunyi, "Punang aci Galungan ika ngawit, Bu, Ka, Dungulan sasih kacatur, tanggal 15, isaka 804. Bangun indria Buwana ikang Bali rajya."
Hal tersebut memiliki arti bahwa perayaan (upacara) Hari Raya Galungan itu pertama-tama adalah pada hari Rabu Kliwon, (Wuku) Dungulan sasih kapat tanggal 15, tahun 804 Saka. Keadaan Pulau Bali bagaikan Indra Loka.
Dilansir dari laman disbud.bulelengkab.go.id, Hari Raya Galungan memiliki makna sebagai ucapan syukur atas kemenangan Dharma melawan Adharma.
Sehingga pada hari tersebut umat Hindu di Bali melakukan persembahan kepada Sang Hyang Widhi Wasa serta Dewa Bhatara dengan segala manifestasinya.
Sementara dilansir laman buleleng.bulelengkab.go.id, inti perayaan Galungan adalah menyatukan kekuatan rohani agar mendapat pikiran dan pendirian yang terang.
Bersatunya rohani dan pikiran yang terang inilah wujud dharma dalam diri, sedangkan segala kekacauan pikiran adalah wujud adharma.
Dari konsepsi lontar Sunarigama tersebut dapat disimpulkan bahwa hakikat Galungan adalah merayakan kemenangan Dharma melawan Adharma.